Kisah Awal Mula Saldo Nol Masjid Jogokariyan

Usai sholat, seorang laki-laki terlihat terbaring di Masjid Jogokariyan. Jamaah lain menerka ia sedang lelah & mengantuk sehingga tak besar lengan berkuasa duduk lalu istirahat & tertidur.

Saat didekati, ternyata ia tak sedang istirahat. Ia tak
sadarkan diri. Segera jamaah membawanya ke rumah sakit.

“Mohon maaf, apakah ada keluarga pasien?”

“Kami semua keluarganya, Dok,” jawab Ketua DKM Masjid
Jogokariyan, Ustadz Muhammad Jazir.

“Ia mesti dioperasi. Biayanya Rp 32 juta.”

Ustadz Jazir tahu, pria itu dr keluarga tidak
bisa. Keluarganya tak memiliki duit untuk biaya operasi. Bahkan untuk membawa
ke rumah sakit saja tak mampu. Ia pun menelepon bendahara Masjid.

“Pak, dikala ini kas masjid ada berapa?”

“Ada Rp 40 juta, Pak.”

“Ini Pak Fulan sedang kritis, mesti secepatnya dioperasi.
Tolong disiapkan duit itu, Rp 32 juta untuk operasi, yg Rp 8 juta kita
berikan keluarganya biar bisa merawatnya di rumah sakit. Untuk transport,
makannya, kontrolnya nanti.”

“Berarti nanti saldo masjid jadi nol, Ustadz.”

“Nggak apa-apa. Nanti aku sampaikan ke jamaah.”

Benar. Saldo Masjid jadi nol.

“Bapak-bapak & ibu-ibu, kemarin kas Masjid kita Rp 40
juta. Lalu ada Pak Fulan yg sakit & mesti dioperasi, masjid mengeluarkan seluruh
kas untuk membantunya. Makara sekarang saldo Masjid nol,” Ustadz Jazir
memberikan ke jamaah masjid.

Baca juga: Sholat Dhuha

Respon Jamaah Masjid Jogokariyan

Tak disangka, sejumlah jamaah justru bersemangat untuk
berinfaq. Mereka mendukung program masjid membantu orang miskin. Mereka paham
masjid butuh operasional. Namun sebenarnya yg diperlukan masjid bukan hanya
operasional untuk perawatan namun pula bagaimana masjid menjadi penyelesaian umat.

  Khutbah Jumat Akhir Tahun: Bekal Ruhiyah Menghadapi Pandemi dan Resesi

Kas masjid pun kembali banyak. Bahkan lebih banyak dari
saldo permulaan. DKM kemudian membahas acara-acara gres terutama untuk menolong
warga tak mampu. Sehingga nyaris tiap bulan, diusahakan saldo masjid menjadi
nol atau mendekati nol.

“Bukan memiliki arti kas dihabiskan, tetapi digunakan untuk
membantu warga yg membutuhkan. Jangan ada saldo mengendap banyak, tetapi mesti
termanfaatkan untuk proyek-proyek kebaikan,” tandas Ustadz Jazir.

Maka Masjid Jogokariyan pun bisa memfasilitasi pemuda yg ingin membuka perjuangan. Diberikan santunan modal. Bahkan Masjid Jogokariyan pula memakai kas untuk dipinjam ibu-ibu yg belum punya rumah. Tiap bulan, ia mengangsur ke masjid. Setelah lunas, ia sangat semangat untuk berinfaq. “Daripada saya pakai ngontrak seperti dulu, Ustadz. Ini saya infakkan.” Masya Allah.. Allaahu akbar.

Kisah ide dr Masjid Jogokariyan untuk melayani jamaah & membantu warga tak bisa ini perlu dicontoh masjid-masjid lain. Jika selama ini banyak warga tak bersemangat infaq ke masjid alasannya adalah kasnya banyak & cuma untuk membangun fisik masjid padahal masjidnya tak sejahtera, mudah-mudahan terjadi perubahan. Kepercayaan masyarakat ke masjid meningkat. Semangat infaq kaum muslimin meningkat. Dan masjid menjadi penyelesaian serta impian umat. [Muchlisin BK/Wargamasyarakat]