A. KINERJA GURU
Guru yakni kondisi yang diposisikan sebagai garda terdepan dan posisi sentral di dalam pelaksanaan proses pembelajaran (Darmadi Hamid, 2010). Berkaitan dengan itu, maka guru akan menjadi topipembicaraan banyak orang, dan pastinya tidak lain berkaitan dengan kinerja dan totalitas pengabdian dan loyalitas pengabdiannya. Sorotan tersebut lebih bermuara pada ketidakmampuan guru di dalam melaksanaan proses pembelajaran di sekolah, sehingga bermuara terhadap menurunnya mutu pendidikan. Kalaupun sorotan itu lebih mengarah terhadap sisi kekurangan guru, maka hal itu tidak sepenuhnya dibebankan terhadap guru, dan mungkin ada system yang berlaku kurang btepat, baik sengaja ataupun tidak disengaja besar lengan berkuasa kepada persoalan pendidikan.
Banyak hal yang perlu menjadi bahan pertimbangan, bagaimana kinerja guru mampu mempunyai efek kepada pendidikan yang berkualitas. Kita melihat segi lemah dari system pendidikan nasional kita, dengan kurikulum pendidikan yang sering berganti, maka secara eksklusif atau tidak akan berefek terhadap guru itu sendiri. Sehingga pergeseran kurikulum dapat menjadi beban psikologis bagi guru, dan mungkin juga akan dapat menciptakan guru putus asa balasan perubahan tersebut. Hal ini sangat dinikmati oleh guru yang mempunyai kemampuan minimal, dan tidak demikian halnya guru professional.
Kinerja guru juga sungguh diputuskan oleh output atau keluaran dari Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK), selaku institusi penghasil tenaga guru, LPTK juga memiliki tanggungjawab yang signifikan dalam menciptakan guru berkualitas, yang pada sebuah ketika berpengaruh terhadap pembentukan SDM yang bermutu pula (Darmadi Hamid,2010). Oleh karena itu LPTK juga memiliki andil besar di dalam merencanakan guru mirip yang disebutkan diatas, berkualitas, berwawasan serta mampu membentuk SDM mampu berdiri diatas kaki sendiri, pandai, bertang-gungjawab dan berkepribadian. Harapan ke depan, terbentuk sinergi baru dalam lingkungan persekolahan, dan perlu menjadi perhatian yakni terjalinnnya kinerja yang efektif dan efisien disetiap struktur yang ada dipersekolahan. Kinerja guru yang kasatmata akan terbentuk bilamana masing-masing struktur memiliki tanggungjawab dan memahami peran dan kewajiban masing-masing.
Era reformasi dan desentralisasi pendidikan mirip kini ini mengakibatkan orang bebas melaksanakan kritik, titik lemah pendidikan akan menjadi bahan dan target empuk bagi para kritikus, adakalanya kritik yang diberikan mampu menjadi segi tawar di dalam memperbaiki kinerja guru. Akan tetapi tidak tertutup kemungkinan pula akan mampu membuat merah pendengaran guru selaku balasan dari kritik yang diberikan, hal ini mampu memberikan dampak kepada kinerja guru yang bersangkutan. Apapun kritik yang diberikan, apakah bernilai nyata atau negative kiranya akan menjadi masukan yang sangat mempunyai arti bagi kenerja guru. Guru yang baik tidak akan pernah frustasi, dan menjadikan kritikan selaku pemicu baginya di dalam melakukan perbaikan dan pembenahan sikap pendidikan yang diuharapkan. Kritik terhadap kinerja guru perlu dilakukan, tanpa itu susah bagi guru mengetahui kinerja yang telah dilakukannya selama ini, dengan demikian akan menjadi materi renungan bagi guru untuk perbaikan lebih lanjut.
Indikator sebuah bangsa sungguh diputuskan oleh tingkat sumber daya manusianya, dan indicator sumber daya manusia diputuskan oleh tingkat pendidikan masyarakatnya. Semakin tinggi sumber daya manusianya, maka kian baik tingkat pendidikannya, dan demikian pula sebaliknya. Oleh karena itu indicator tersebut sungguh ditentukan oleh kinerja guru. Bila kita amati di lapangan, bahwa guru sudah mengambarkan kinerja maksimal di dalam menjalan tugas dan fungsinya sebagai pendidik, pengajar, pembimbing dan pelatih. Akan namun barangkali masih ada sebagian guru yang belum menunjukkan kinerja baik, hal ini secara akan besar lengan berkuasa terhadap kinerja guru secara makro.
Ukuran kinerja guru terlihat dari rasa tanggungjawabnya melaksanakan amanah, profesi yang diembannya, rasa tanggungjawab budbahasa dipundaknya. Semua itu akan terlihat kepada kepatuhan dan loyalitasnya di dalam melakukan tugas keguruannya di dalam kelas dan peran kependidikannya di luar kelas. Sikap ini akan dibarengi pula dengan rasa tanggungjawabnya menyiapkan segala peralatan pengajaran sebelum melakukan proses pembelajaran. Selain itu, guru juga telah memikirkan akan metodologi yang hendak dipakai, termasuk alat media pendidikan yang hendak digunakan, serta alat evaluasi apa yang dipakai di dalam pelaksanaan evaluasi pembelajaran.
Kinerja guru dari hari kehari, ahad ke ahad dan tahun ke tahun terus ditingkatkan. Guru punya kesepakatan untuk terus dan terus berguru, tanpa itu maka guru akan ketinggalan, dan kerdil dalam ilmu wawasan. Pada keadaan sekarang kita dihadapkan pada masa global, yang semuanya serba cepat, serba dinamis, dan serba kompetitif. Kinerja guru akan menjadi maksimal, bilamana diintegrasikan dengan unsur persekolahan, apakah itu kepala sekolah, guru, karyawan maupun anak asuh. Kinerja guru akan berarti jika dibarengi dengan semangat kerja yang higienis dan tulus, serta selalu menyadari akan kekurangan yang ada pada dirinya, dan berusaha untuk mampu meningkatkan atas kelemahan tersebut selaku upaya untuk mengembangkan kearah yang lebih baik. Kinerja yang dilaksanakan hari ini akan lebih baik dari kinerja hari kemarin, dan kinerja era depan lebih baik dari kinerja hari ini.
B. PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN
Tuntutan terhadap lulusan lembaga pendidikan yang bermutu kian mendesak karena makin ketatnya persaingan dalam lapangan kerja. Salah satu implikasi globalisasi dalam pendidikan ialah adanya deregulasi yang memungkinkan potensi lembaga pendidikan (termasuk perguruan tinggi tinggi ajaib) membuka sekolahnya di Indonesia. Oleh alasannya itu persaingan antar lembaga pendidikan dan pasar kerja akan semakin berat.
Mengantisipasi pergantian-pergantian yang begitu cepat serta tantangan yang semakin besar dan kompleksitas, tiada jalan lain bagi lembaga pendidikan untuk mengupayakan segala cara untuk memajukan daya saing lulusan serta produk-produk akademik yang lain, yang antara lain dicapai lewat peningkatan mutu pendidikan.
Untuk mencapai terselenggaranya pendidikan bermutu, dikenal dengan perlunya “Paradigma gres pendidikan” yang difokuskan pada otonomi, akuntabilitas, pengukuhan dan evaluasi. Keempat pilar administrasi ini dibutuhkan pada karenanya bisa menghasilkan pendidikan bermutu (Wirakartakusumah,1998).
1. Mutu Pendidikan
Mutu yaitu sebuah terminologi subjektif dan relatif yang mampu diartikan dengan aneka macam cara dimana setiap definisi bisa didukung oleh alasan yang serupa baiknya. Secara luas mutu mampu diartikan sebagai agregat karakteristik dari produk atau jasa yang membuat puas keperluan pelanggan/pelanggan. Karakteristik kualitas dapat diukur secara kuantitatif dan kualitatif. Dalam pendidikan, mutu yakni suatu kesuksesan proses berguru yang menggembirakan dan menunjukkan kenikmatan. Pelanggan mampu berbentukmereka yang pribadi menjadi penerima produk dan jasa tersebut atau mereka yang nantinya akan mencicipi faedah produk dan jasa tersebut.
2. Otonomi Pendidikan
Pengertian otonomi dalam pendidikan belum sepenuhnya mendapatkan komitmen pengertian dan implementasinya. Tetapi paling tidak, dapat dikenali selaku bentuk pendelegasian kewenangan seperti dalam penerimaan dan pengelolaan penerima latih dan staf pengajar/ staf non akademik, pengembangan kurikulum dan materi asuh, serta penentuan kriteria akademik. Dalam penerapannya di sekolah, contohnya, paling tidak bahwa guru/ pengajar semestinya diberikan hak-hak profesi yang memiliki otoritas di kelas, dan tak sekedar sebagai bagian kepanjangan tangan birokrasi di atasnya.
3. Akuntabilitas Pendidikan
Akuntabilitas diartikan selaku kemampuan untuk menghasilkan output dan outcome yang membuat puas konsumen. Akuntabilitas menuntut kesepadanan antara tujuan lembaga pendidikan tersebut dengan kenyataan dalam hal norma, adab dan nilai (values) tergolong semua acara dan kegiatan yang dilaksanakannya. Hal ini memerlukan transparansi dari semua fihak yang terlibat dan akuntabilitas untuk penggunaan semua sumberdayanya.
4. Akreditasi Pendidikan
Akreditasi merupakan suatu pengendalian dari luar melalui proses penilaian wacana pengembangan kualitas lembaga pendidikan. Hasil akreditasi perlu dimengerti oleh penduduk yang memberikan posisi lembaga pendidikan yang bersangkutan dalam menciptakan produk atau jasa yang berkualitas. Pelaksanaan legalisasi dijalankan oleh sebuah tubuh independen yang berwenang. Pelaksanaan pengukuhan Perguruan Tinggi dilakukan oleh Badan Akreditasi Nasional (BAN).
5. Evaluasi Pendidikan
Evaluasi yaitu sebuah upaya sistematis untuk menghimpun dan memproses gosip yang menghasilkan kesimpulan tentang nilai, faedah, serta kinerja dari lembaga pendidikan atau unit kerja yang dievaluasi, lalu menggunakan hasil evaluasi tersebut dalam proses pengambilan keputusan dan perencanaan. Evaluasi mampu dilaksanakan secara internal dan eksternal. Suatu evaluasi akan lebih berfaedah jika dilakukan secara berkelanjutan.
C. MENGHASILKAN MUTU PENDIDIKAN
Untuk bisa menciptakan kualitas, berdasarkan Slamet (1999) terdapat empat usaha mendasar yang harus dikerjakan oleh para pendidik dalam suatu lembaga pendidikan, yakni :
1. Menciptakan suasana “menang-menang” (win-win solution) dan bukan situasi “kalah-menang” diantara fihak yang berkepentingan dengan lembaga pendidikan (stakeholders). Dalam hal ini utamanya antara pimpinan lembaga dengan staf forum mesti terjadi kondisi yang saling menguntungkan satu sama lain dalam meraih kualitas produk/jasa yang dihasilkan oleh forum pendidikan tersebut.
2. Perlunya ditumbuhkembangkan adanya motivasi instrinsik pada setiap orang yang terlibat dalam proses meraih mutu. Setiap orang dalam lembaga pendidikan mesti tumbuh motivasi bahwa hasil kegiatannya meraih mutu tertentu yang meningkat terus menerus, utamanya sesuai dengan kebutuhan dan cita-cita pengguna/langganan.
3. Setiap pimpinan harus berorientasi pada proses dan hasil jangka panjang. Penerapan administrasi mutu terpadu dalam pendidikan bukanlah sebuah proses pergantian jangka pendek, tetapi usaha jangka panjang yang konsisten dan terus menerus.
4. Dalam menggerakkan segala kesanggupan forum pendidikan untuk mencapai kualitas yang ditetapkan, haruslah dikembangkan adanya koordinasi antar komponen-unsur pelaku proses mencapai hasil mutu. Janganlah diantara mereka terjadi kompetisi yang mengusik proses mencapai hasil mutu tersebut. Mereka yaitu satu kesatuan yang mesti berhubungan dan tidak dapat dipisahkan satu sama lain untuk menciptakan mutu sesuai yang diperlukan.
Dalam kerangka administrasi pengembangan kualitas terpadu, perjuangan pendidikan tidak lain yakni merupakan perjuangan “jasa” yang memberikan pelayanan terhadap pelangggannya yang khususnya yakni terhadap mereka yang mencar ilmu dalam lembaga pendidikan.
Para konsumen layanan pendidikan mampu berisikan aneka macam bagian paling tidak empat kalangan (Sallis,1993). Mereka itu ialah pertama yang belajar, mampu ialah mahasiswa/pelajar/murid/peserta mencar ilmu yang biasa disebut klien/konsumen primer (primary external customers). Mereka inilah yang langsung menerima faedah layanan pendidikan dari lembaga tersebut. Kedua, para klien terkait dengan orang yang mengirimnya ke forum pendidikan, yaitu orang renta atau forum daerah klien tersebut bekerja, dan mereka ini kita sebut sebagai pelanggan sekunder (secondary external customers). Pelanggan lainnya yang ketiga bersifat tersier yakni lapangan kerja, bisa pemerintah maupun masyarakat pengguna output pendidikan (tertiary external customers). Selain itu, yang keempat, dalam kekerabatan kelembagaan masih terdapat pelanggan lainnya adalah yang berasal dari intern lembaga; mereka itu yakni para guru/dosen/tutor dan tenaga manajemen lembaga pendidikan, serta pimpinan forum pendidikan (internal customers). Walaupun para guru/dosen/tutor dan tenaga administrasi, serta pimpinan forum pendidikan tersebut terlibat dalam proses pelayanan jasa, namun mereka termasuk juga pelanggan jika dilihat dari korelasi manajemen. Mereka berkepentingan dengan forum tersebut untuk maju, alasannya kian maju dan bermutu dari sebuah forum pendidikan mereka akan diuntungkan, baik pujian maupun finansial (Karsidi, 2000).
Seperti disebut diatas bahwa program kenaikan kualitas harus berorientasi kepada keperluan/cita-cita konsumen, maka layanan pendidikan sebuah forum haruslah memperhatikan keperluan dan harapan masing-masing pelanggan diatas. Kepuasan dan pujian dari mereka selaku peserta manfaat layanan pendidikan mesti menjadi acuan bagi program peningkatan kualitas layanan pendidikan.
D. TEKNOLOGI INFORMASI DAN PROFESIONALISME GURU
Hampir siapa saja sependapat bahwa teknologi info sudah, sedang dan akan merubah kehidupan umat insan dengan menjanjikan cara kerja dan cara hidup yang lebih efektif, lebih berguna, dan lebih kreatif. Sebagaimana dua segi, baik dan jelek, teknologi berita juga memiliki hal yang demikian. Sebagai teknologi, kedua segi tersebut keberadaanya sungguh tergantung pada pemakainya.
Adi Sasono (1999) mengidentifikasi beberapa kenyataan berikut yang mampu memberikan pendapatkemana sebaiknya teknologi ini diarahkan dan ditempatkan dengan sebenar-benarnya, alasannya jika keliru, sebuah bangsa akan mengalami kemandekan berita akhirnya mampu terjadi fatal berupa :
1. Teknologi baru sering membuka potensi bagi perubahan hirarki sosial yang ada di penduduk sehingga mendorong terjadinya demokratisasi, namun disisi lain hirarki sosial yang ada mampu dipertahankan oleh teknologi dan bahkan diperkuat lagi.
2. Design teknologi sekaligus menyangkut perkiraan-asumsi yang dapat mengundang atau sebaliknya meniadakan kontribusi insani. Pemakaian secara tidak tepat akan suatu teknologi mampu mengarah pada “dehumanisasi”.
3. Komputer selaku sebuah teknologi bisa terancam fungsinya selaku alat otomasi yang ditujukan untuk memerintah atau bahkan mengubah posisi pekerja dalam mengambil keputusan. Sebaliknya sistim yang dirancang secara demokaratis akan menanggapi dimensi komunikatif dari komputer sehingga mampu memfasilitasi kemandirian masyarakat.
4. Komputer selaku teknologi dapat digunakan untuk mengotomasi produksi sehingga membebaskan insan dari upaya-upaya fisik proses buatan yang membosankan. Disisi lain, komputer juga dapat dipakai untuk mengintegrasikan mesin dan pekerja pada tingkat keterlibatan intelektual dan produtifitas yang lebih tinggi, yang disebut dengan perumpamaan “to informate”. Istilah ini bukan sekedar alternatif bagi otomatisasi dalam makna yang biasa, tetapi lebih merupakan suatu cara yang lebih baik dalam otomatisasi yang memikirkan potensi sumberdaya insani dalam lingkungan kerja bahu-membahu dengan memikirkan kesempatanteknikal komputer secara sinergis.
Menurut Adi Sasono (1999) revolusi teknologi gosip yang pesat telah mengaburkan batasan tradional yang membedakan bisnis, media dan pendidikan. Teknologi informasi juga mendorong permaknaan ulang jual beli dan investasi. Revolusi ini secara niscaya merasuki semua aspek kehidupan, pendidikan, segala sudut perjuangan, kesehatan, entertaiment, pemerintahan, acuan kerja, jual beli, pola bikinan, bahkan acuan relasi antar masyarakat dan antar individu. Suatu hal yang merupakan tantangan bagi semua bangsa, penduduk dan individu.
Revolusi isu global yaitu keberhasilannya menyatukan kesanggupan komputasi, televisi, radio dan telefoni menjadi terintegrasi. Hal ini merupakan hasil dari sebuah kombinasi revolusi di bidang komputer personal, transmisi data, lebar pita (bandwitdh), teknologi penyimpanan data (data storage) dan penyampaian data (data access), integrasi multimedia dan jaringan komputer. Konvergensi dari revolusi teknologi tersebut telah menyatukan aneka macam media, adalah bunyi (voice, audio), video, citra (image), grafik, dan teks ( Sasono, 1999).
Pada dasarnya, adanya teknologi info sudah memungkinkan dan memudahkan manusia saling bekerjasama dengan segera, mudah, terjangkau, dan memiliki peluanguntuk mendorong pembangunan penduduk . Teknologi yang seperti ini harus dimiliki oleh rakyat secara luas untuk dapat membantu rakyat mengelola diri secara terbaru dan efisien, sehingga pada gilirannya rakyat yang mendapat faedah terbesar .
Dalam rangka mengembangkan profesionalisme guru, terjadinya revolusi teknologi isu seperti diatas yaitu suatu tantangan yang mesti bisa dipecahkan secara mendesak. Adanya pertumbuhan teknologi gosip yang demikian akan mengubah acuan kekerabatan guru-murid, teknologi instruksional dan metode pendidikan secara keseluruhan. Kemampuan guru dituntut untuk menyesuaikan hal demikian ini. Adanya revolusi isu harus mampu dimanfaatkan oleh bidang pendidikan selaku alat mencapai tujuannya dan bukan sebaliknya justru menjadi penghambat. Untuk itu, perlu didukung oleh sebuah keinginandan adat yang dilandasi oleh ilmu pendidikan dengan derma berbagai pengalaman para praktisi pendidikan di lapangan. FKIP dan STKIP yang mempersiapkan tenaga pendidikan/ keguruan mesti mampu melaksanakan langkah-langkah yang sempurna, sesuai dengan tuntutan pertumbuhan teknologi info dan kebutuhan penduduk .
Profesionalisme guru perlu disokong oleh suatu aba-aba etik guru yang berfungsi selaku norma aturan dan sekaligus selaku norma kemasyarakatan. Kelembagaan profesi guru (seperti PGRI) sungguh diharapkan untuk menyingkir dari terkotak-kotaknya guru alasannya alasan struktur birokratisasi atau kepentingan politik tertentu.
Profesionalisme guru harus disokong oleh kompetensi yang persyaratan yang harus dikuasai oleh para guru profesional. Salah satu dari kompetensi tersebut ialah pemilikan kesanggupan menggunakan teknologi berita yang terus-menerus meningkat sesuai dengan pertumbuhan dan keperluan penduduk . Keahlian yang bersifat khusus, tingkat pendidikan minimal, dan akta kemampuan haruslah dipandang perlu sebagai prasarat untuk menjadi guru profesional. Disinilah tugas Perguruan Tinggi seperti FKIP. STKIP dan Organisasi profesi guru (seperti PGRI) sungguh penting. Kerjasama antara keduanya menjadi sangat diperlukan. FKIP dan STKIP sebagai lembaga pendidikan tenaga kependidikan dalam memproduk guru yang profesional tidak mampu berlangsung sendiri, selain mesti berafiliasi dengan forum profesi guru, dan alumni (baik secara kelembagaan maupun secara personal).
Untuk itu, maka pengembangan profesionalisme guru juga harus mempersyaratkan hidup dan berperanannya organisasi profesi guru tenaga kependidikan yang lain yang bisa menjadi daerah terjadinya penyebarluasan dan pertukaran ilham diantara anggota dalam menjaga kode etik dan pengembangan profesi masing-masing.
E. Tantangan Dunia Pendidikan
Salah satu esensi dari proses pendidikan tidak lain yakni penyuguhan informasi. Dalam menyajikan berita, haruslah komunikatif. Dalam komunikasi kebanyakan, demikian pula dalam pendidikan, berita yang tepat disuguhkan ialah gosip yang diharapkan , ialah yang berarti, dalam arti : (1) secara irit menguntungkan. (2) secara teknis memungkinkan dapat dikerjakan, (3) secara sosial-psikologis dapat diterima sesuai dengan norma dan nilai-nilai yang ada, dan (4) sesuai atau sejalan dengan budi /tuntutan kemajuan yang ada
Konsep “bermakna” ini penting bagi kesuksesan penyebarluasan isu yang mampu diserap dan dijalankan target/peserta asuh. Karena itu, Williams (1984) menyebutkan bahwa komunikasi ialah saling pertukaran simbol-simbol yang mempunyai arti. Williams menekankan bahwa : (1) kita tidak dapat saling bertukar makna, (2) kita hanya secara fisik bertukar simbol, dan (3) komunikasi tidak akan terjadi, kecuali kita membuatkan makna untuk simbol-simbol tertentu.
Dalam menawarkan/memberikan informasi kepada orang lain (contohnya kepada peserta ajar), bukan info yang kita pahami yang disampaikan, tetapi yang kita sampaikan ialah informasi yang betul-betul memiliki arti dan diharapkan target. Informasi yang diharapkan dan bermakna ialah info yang mampu menolong/mempercepat pengambilan keputusan untuk terjadinya pergantian sikap yang diinginkan. Untuk itulah maka, penyeleksian isu mesti sungguh-sungguh selektif dengan mempertimbangkan jenis teknologi mana yang sempurna dipilih selaku medianya.
Sejarah, kini dengan berkembangnya komputer dan sistim gosip terbaru, kembali memberikan pencerahan baru. Revolusi teknologi informasi menjanjikan struktur interaksi kemanusiaan yang lebih baik, lebih adil, dan lebih efisien. Dalam dunia pendidikan, revolusi info akan mensugesti jenis pilihan teknologi dalam pendidikan, bahkan, revolusi ini secara niscaya akan merasuki semua aspek kehidupan (tergolong pendidikan). Inilah yang ialah tantangan bagi semua bangsa, penduduk dan individu. Siapkah lembaga pendidikan kita menyambutnya?!
Dunia pendidikan mesti merencanakan seluruh unsur dalam sistim pendidikan semoga tidak tertinggal atau ditinggalkan oleh kemajuan tersebut. Melalui penerapan dan pemilihan yang sempurna teknologi informasi (sebagai bagian dari teknologi pendidikan), maka perbaikan mutu yang berkelanjutan dapat diperlukan. Perbaikan yang berlangsung terus menerus secara konsisten/konstan akan mendorong orientasi pada pergeseran untuk memperbaiki secara terus menerus dunia pendidikan. Adanya revolusi info dapat menjadi tantangan bagi lembaga pendidikan alasannya mungkin kita belum siap menyesuaikan. Sebaliknya, hal ini akan menjadi peluang yang baik jikalau lembaga pendidikan bisa menanggapi dengan penuh keterbukaan dan berupaya memilih jenis teknologi isu yang sempurna, selaku pendukung pencapaian mutu pendidikan.
Bagi lingkungan forum kependidikan mirip FKIP dan STKIP, penerapan teknologi dalam pendidikan di kala global berita tidak lain ialah bentuk aplikasi jenis-jenis teknologi informasi canggih dalam praktek pendidikan. Proses belajar mengajar yang menerapkan teknologi info canggih dapat berbentukpenggunaan media elektro seperti radio, TV, internet dan sistim jaringan komputer, serta bentuk-bentuk teledukasi lainnya.
Pemilihan jenis media sebagai bentuk aplikasi teknologi dalam pendidikan harus diseleksi secara tepat, cermat dan sesuai kebutuhan, serta memiliki arti bagi peningkatan mutu pendidikan kita.
PENUTUP
Memperhatikan uraian di atas, maka untuk kenaikan mutu pendidikan dan lulusan FKIP dan STKIP yang bisa mengikuti permintaan perkembangan perlu dirumuskan sebuah sistem manajemen mutu pendidikan guru yang tepat.
Sebagai suatu rambu-rambu, lembaga pendidikan tenaga kependidikan haruslah mengikuti arah paradigma gres pendidikan yaitu mengedepankan layanan mutu dengan membuka diri terhadap penerapan prinsip otonomi pendidikan, siap menerapkan akuntanbilitas publik, siap diakreditasi bahkan mengusahakannya, dan dari waktu ke waktu melaksanakan penilaian diri untuk pergantian yang lebih baik agar menghasilkan suatu forum dan lulusan yang bermutu. FKIP dan STKIP harus melakukan usaha-perjuangan mendasar manajemen mutu ialah mengamati segala tuntutan dan kebutuhan “stakeholder”, mendorong motivasi instrinsik dalam forum untuk mengejar-ngejar mutu, dan secara terus menerus melaksanakan perbaikan, serta menjalin kerjasama dari semua unsur yang terlibat dalam proses pencapaian mutu tersebut. FKIP dan STKIP harus bisa menjinjing semua bagian intern forum menempatkan diri selaku forum “jasa” yang mesti mampu “melayani” fihak-fihak yang berkepentingan menjadi terpuaskan dan terlayani kebutuhannya dengan baik.
Adanya revolusi teknologi gosip, mendorong bagi FKIP dan STKIP untuk meningkatkan profesionalisme lulusan lewat perjuangan-usaha penyiapan kandidat guru/tenaga kependidikan lainnya untuk dapat menguasai dan menyesuaikan kepada tuntutan perubahan balasan revolusi teknologi informasi tersebut. Kesiapan dan keterbukaan akan terjadinya acuan hubungan akseptor ajar – guru, teknologi instruksional dan lain-lainnya, harus diantisipasi melalui pergantian-perubahan didalam FKIP dan STKIP itu sendiri.
Kerjasama FKIP dan STKIP dengan organisasi profesi (mirip PGRI) dan alumni sangatlah penting, terutama dalam merumuskan dan mengembangkan kompetensi guru, termasuk menunjukkan layanan “inservice pembinaan” bagi guru-guru/tenaga kependidikan yang lain yang membutuhkan penyegaran kemampuannya.
Dalam fungsi forum pendidikan selaku penyampai berita, FKIP dan STKIP perlu memilih media-media pendidikan yang sempurna biar senantiasa dapat mengejar-ngejar ketinggalan dengan mengacu pada informasi yang diharapkan dan berarti bagi penerima ajar (Darmadi Hamid,2010). Untuk itu, maka opsi atas teknologi info yang mutakhir sudah menjadi suatu kewajiban yang tidak dapat dikesampingkan. Semoga berfaedah. Penulis yaitu Ketua Dewan Pendidikan Provinsi Kalimantan Barat.
DAFTAR PUSTAKA
Darmadi Hamid (2010) Kemampuan Dasar Mengajar : Konsep Dasar Teori dan Praktek Bandung; Alfabeta
Karsidi, Ravik, 2000. Manajemen Mutu Terpadu dalam Pendidikan, Bahan Ceramah di Pondok Assalam, Surakarta 19 Februari.
Sasono, Adi, 1999. Ekonomi Kerakyatan dalam Dinamika Perubahan, Malakah Konferensi Internasional Ekonomi Jaringan, Hotel Sangri-La, Jakarta 5-7 Desember.
Sallis, Edward, 1993. Total Quality Management in Education, Kogam Page, London.
Slamet, Margono, 1999. Filosofi Mutu dan Penerapan Prinsip-Prinsip Manajemen Mutu Terpadu, IPB Bogor.
William, Frederick, 1984. The News Communication, Los Angeles : Wadsworth, Inc.
Wirakartakusumah, 1998. Pengertian Mutu Dalam Pendidikan, Lokakarya MMT IPB, Kampus Dermaga Bogor, 2-6 Maret