Kinerja Guru

KINERJA GURU

Kinerja atau prestasi kerja (performance) diartikan sebagai perumpamaan kemampuan yang didasari oleh wawasan, sikap, keterampilan dan motivasi untuk menghasilkan sesuatu. Kinerja guru intinya ialah kinerja atau unjuk kerja yang dikerjakan oleh guru dalam melakukan tugasnya sebagai pndidik, dan mutu guru akan sungguh memilih kualitas hasil pendidikan, alasannya guru ialah pihak yang paling banyak bersentuhan eksklusif dengan siswa dalam proses pembelajaran di forum pendidikan sekolah, dah hal ini tidak hanya diputuskan dari salah satu aspek saja, tetapi banyak hal yang ikut besar lengan berkuasa dalam menentukan peningkatan kinerja guru tersebut.

PENGERTIAN

Menurut Rivai (2005:14) kinerja merupakan terjemahan dari kata performance yang didefinisikan selaku hasil atau tingkat keberhasilan seseorang secara keseluruhan selama kurun tertentu untuk melakukan peran dibandingkan dengan berbagai kemungkinan, mirip kriteria hasil kerja, sasaran atau sasaran atau tolok ukur yang telah diputuskan apalagi dahulu dan sudah disepakati bareng .
Pendapat ihwal kinerja guru tersebut di atas senada dengan Mangkunegara, Anwar A (2006:67) yang menyatakan bahwa Kinerja (prestasi kerja) yaitu hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang diraih oleh seorang pegawai dalam melakukan tugasnya sesuai dengan tanggug jawabyang diberikan kepadanya. 
Senada dengan pertimbangan Samsudin (2006:159) yang memperlihatkan pengertian kinerja sebagai tingkat pelaksanaan tugas yang mampu dicapai seseorang dengan memakai kemampuan yang ada dan batas-batas-batas-batas yang sudah ditetapkan untuk meraih tujuan organisasi. Pendapat ini disokong oleh Nawawi (2005:234) yang memberikan pengertian kinerja selaku hasil pelaksanaan suatu pekerjaanyang menunjukkan pengertian bahwa kinerja merupakan suatu tindakan atau perilaku seseorang yang secara langsung maupun tidak langsung dapat diperhatikan oleh orang lain. 
Pendapat senada juga dikemukakan oleh Mulyasa (2004:136) yang mendefinisikan kinerja selaku prestasi kerja, pelaksanaan kerja, pencapaian kerja, hasil kerja atau unjuk kerja. 
Pengertian kinerja tersebut di atas senada dengan pertimbangan Murray (2002:3) dalam Suharsaputra (2010:145) yang mendifinisikan kinerja yakni: ”Basiclly, it (perfomance) means an outcome – a result, it is the end point of people, resources and certain environment being brought together, with intention of pruducing certain things, wheather tangible product of less tangible service. To the extent that this interaction results in an otcome of the desired level and quality, at egreed cost levels, performance will be judged as satisfactory, good, or excellent. To the extent that the outcome is disappointing, for whatever reason, performance will be judged as poor or dificient”. 
Sejalan dengan hal tersebut di atas, menurut pertimbangan Sedarmayanti(1995:53) dalam Suharsaputra (2010:146), bahwa pengertian kinerja menunjuk pada ciri-ciri atau indikator selaku berikut: ”Kinerja dalam sebuah organisasi dapat dikatakan meningkat jika menyanggupi indikator-indikator antara lain: mutu hasil kerja, ketepatan waktu, inisiatif, kecakapan, dan komunikasi yang baik”.

Berdasarkan beberapa definisi yang dikemukakan di atas, dapat dinyatakan bahwa kinerja guru merupakan prestasi yang dicapai oleh seseorang guru dalam melakukan tugasnya atau pekerjaannya selama era tertentu sesuai patokan kompetensi dan standar yang sudah ditetapkan untuk pekerjaan tersebut. Kinerja seorang guru tidak dapat terlepas dari kompetensi yang menempel dan mesti dikuasai. Kompetensi guru ialah bagian penting yang dapat menentukan tingkat kemampuan guru dalam melaksanakan tugasnya selaku seorang pengajar yang ialah hasil kerja dan dapat diperlihatkan lewat suatu mutu hasil kerja, ketepatan waktu, inisiatif, kecepatan dan komunikasi yang baik.


FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KINERJA GURU

Faktor-aspek yang dapat menghipnotis kinerja guru menurut usulan Gibson (1995:56) dalam Suharsaputra (2010:147) bahwa kinerja seseorang dalam melaksanakan peran dan fungsinya dipengaruhi oleh: (a) Variabel Individu, (b) Variabel Organisasi, (c) Variabel Psikologis. Pendapat tersebut di atas menggambarkan bahwa faktor-faktor yang mensugesti kinerja seseorang ialah aspek individu dengan karakteristik psikologisnya yang khas, dan faktor organisasi berinteraksi dalam sebuah proses yang dapat merealisasikan sebuah mutu kerja dalam suatu lingkungan kerja seseorang tersebut.
Penilaian hasil mencar ilmu yaitu acara atau cara yang ditujukan untuk mengetahui tercapai atau tidaknya tujuan pembelajaran dan juga proses pembelajaran yang sudah dilakukan. Pada tahap ini seorang guru dituntut memiliki kemampuan dalam memilih pendekatan dan cara-cara penilaian, penyusunan alat-alat penilaian, pembuatan, dan penggunaan hasil penilaian. Pendekatan atau cara yang dapat dipakai  untuk melakukan penilaian/ penilaian hasil mencar ilmu ialah melalui Penilaian Acuan Norma (PAN) dan Penilaian Acuan Patokan (PAP). PAN adalah cara evaluasi yang tidak selalu tergantung pada jumlah soal yang diberikan atau evaluasi dimasudkan untuk mengetahui kedudukan hasil belajar yang diraih menurut norma kelas. Siswa yang paling besar skor yang didapat di kelasnya, yaitu siswa yang mempunyai kedudukan tertinggi di kelasnya.
PAP yakni cara penilaian, dimana nilai yang diperoleh siswa tergantung pada seberapa jauh tujuan yang tercermin dalam soal-soal tes yang mampu dikuasai siswa. Nilai tertinggi ialah nilai sebenarnya menurut jumlah soal tes yang dijawab dengan benar oleh siswa. PAP ada passing grade atau batas lulus, apakah siswa dapat dikatakan lulus atau tidak menurut batas lulus yang sudah ditetapkan. Pendekatan PAN dan PAP mampu dijadikan teladan untuk memperlihatkan evaluasi dan memperbaiki metode pembelajaran. Kemampuan lainnya yang perlu dikuasai guru pada acara evaluasi/ evaluasi hasil mencar ilmu adalah menyusun alat penilaian. Alat penilaian meliputi: tes tertulis, tes verbal, dan tes perbuatan. Seorang guru mampu memilih alat tes tersebut sesuai tujuan yang disampaikan.
Bentuk tes tertulis yang banyak dipergunakan guru adalah ragam benar/ salah, pilihan ganda, menjodohkan, melengkapi, dan balasan singkat. Tes lisan adalah soal tes yang diajukan dalam bentuk pertanyaan ekspresi dan pribadi dijawab oleh siswa secara ekspresi. Tes ini umumya ditujukan untuk mengulang atau mengenali pengertian siswa kepada materi pelajaran yang telah disampaikan sebelumnya. Tes perbuatan adalah tes yang dijalankan guru terhadap siswa. Dalam hal ini siswa diminta melakukan atau memperagakan sesuatu perbuatan sesuai denga bahan yang telah diajarkan mirip pada mata pelajaran kesenian, keterampilan, olahraga, komputer, dan sebagainya. 
Indikasi kesanggupan guru dalam penyusunan alat-alat tes ini mampu digambarkan dari frekuensi penggunaan bentuk alat-alat tes secara variatif, alasannya alat-alat tes yang sudah disusun intinya dipakai sebagai alat penilaian hasil mencar ilmu. Di samping pendekatan penilaian dan penyusunan alat-alat tes, hal lain yang harus diamati guru yaitu pengolahan dan penggunaan hasil belajar. Ada dua hal yang perlu diamati dalam penggunaan hasil belajar, ialah: (a) Jika bagian-bab tertentu dari materi pelajaran yang tidak dimengerti oleh sebagian kecil siswa, guru tidak butuhmemperbaiki program pembelajaran, melainkan cukup menawarkan acara remidial bagi siswa-siswa yang bersangkutan, (b) Jika bab-bab tertentu dari bahan pelajaran tidak dipahami oleh sebagian besar siswa, maka diharapkan perbaikan kepada program pembelajaran, utamanya berkaitan dengan bagian-bab yang sulit dipahami. 
Mengacu pada kedua hal tersebut, maka frekuensi kegiatan pengembangan pembelajaran mampu dijadikan indikasi kesanggupan guru dalam pengolahan dan penggunaan hasil belajar. Kegiatan-aktivitas tersebut mencakup: (a) acara remidial, yakni penambahan jam pelajaran, mengadakan tes, dan meluangkan waktu khusus untuk tutorial siswa (b) kegiatan perbaikan program pembelajaran, baik dalam program semesteran maupun acara satuan pelajaran atau planning pelaksanaan pembelajaran, adalah menyangkut perbaikan banyak sekali faktor yang perlu diganti atau disempurnakan.

Berdasarkan usulan Robert L. Mathis dan John H. Jackson (2001:82) bahwa faktorfaktor yang menghipnotis kinerja individu tenaga kerja, yakni : (1) kesanggupan mereka, (2) motivasi, (3) pemberian yang diterima, (4) keberadaan pekerjaan yang mereka lakukan, dan (5) hubungan mereka dengan organisasi. Mangkunegara (2001:67) menyatakan bahwa aspek yang mensugesti kinerja antara lain : (1) faktor kesanggupan secara psikologis kesanggupan (ability) pegawai terdiri dari kesanggupan potensi (IQ) dan kemampuan realita (pendidikan). Oleh sebab itu pegawai perlu dtempatkan pada pekerjaan yang tepat dengan bidang keahlihannya, (2) aspek motivasi yang terbentuk dari sikap (attitude) seorang pegawai dalam menghadapi situasi (situation) kerja.
Penilaian kinerja guru yang merujuk pada Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 16 Tahun 2009 menyebutkan bahwa evaluasi kinerja guru yakni penilaian dari tiap butir kegiatan peran utama guru dalam rangka pembinaan karir, kepangkatan, dan jabatan. Penilaian kinerja guru sungguh berhubungan dengan pelaksanaan tugas utama seorang guru dalam penguasaan pengetahuan, penerapan pengetahuan dan ketrampilan sebagaimana kompetensi yang diharapkan.
Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16 tahun 2007 ihwal Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru bahwa penguasaan kompetensi dan penerapan pengetahuan serta keahlian guru, sangat memilih tercapainya kualitas proses pembelajaran atau pembimbingan siswa, dan pelaksanaan peran  tambahan yang relevan bagi sekolah/madrasah, terutama bagi guru dengan peran tambahan tersebut. Sistem evaluasi kinerja guru yakni metode evaluasi yang dirancang untuk mengidentifikasi kemampuan guru dalam melaksanakan tugasnya lewat pengukuran penguasaan kompetensi yang ditunjukkan dalam unjuk kerjanya. Hal ini sesuai dengan usulan Keith Davis (1994:484) yang dikutip oleh Mangkunegara (2001:67) yang mengemukakan bahwa faktor-aspek yang mempengaruhi kinerja adalah: (1) faktor motifasi (motivation), dan (2) aspek kesanggupan (ability).
Aspek yang dinilai dalam memilih kinerja seorang guru menurut Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi No 16 tahun 2009, seorang guru mata pelajaran harus memiliki kemampuan : (1) menyusun kurikulum pembelajaran pada satuan pendidikan; (2) menyusun silabus pembelajaran; (3) menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran; (4). melakukan kegiatan pembelajaran; (5) menyusun alat ukur/soal sesuai mata pelajaran; (6) menganggap dan menganalisa proses dan hasil belajar pada mata pelajaran yang diampunya; (7) menganalisis hasil penilaian pembelajaran; (8) melakukan pembelajaran/perbaikan dan pengayaan dengan memanfaatkan hasil evaluasi dan evaluasi; (9) menjadi pengawas penilaian dan evaluasi terhadap proses dan hasil berguru tingkat sekolah dan nasional; (10) membimbing guru pemula dalam program induksi; (11) membimbing siswa dalam aktivitas ekstrakurikuler proses pembelajaran; (11) melaksanakan pengembangan diri; (12) melaksanakan publikasi ilmiah; dan (13) menciptakan karya inovatif. 

Penilaian kinerja guru tersebut secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi enam bagian utama ialah (1) menyiapkan pembelajaran; (2) melaksanakan pembelajaran dan (3) melakukan penilaian atau evaluasi hasil pembelajaran, (4) membimbing acara ekstrakurikuler dan (5) membimbing guru pemula dan (6) pengembangan diri.
Hal tersebut di atas senada dengan usulan Uzer Usman (2005:17) yang menyebutkan bahwa kesanggupan profesional guru meliputi, kesanggupan guru dalam (1). menguasai landasan pendidikan; (2). menguasai materi pengajaran; (3). menyusun program pengajaran; (4). melaksanakan program pengajaran; dan (5). menilai hasil dan proses mencar ilmu mengajar.
Pendapat tersebut di atas senada dengan Sudjana (2002:17) yang menyebutkan bahwa kinerja guru dapat dilihat dari kompetensinya melaksanakan tugas-tugas guru, ialah (1). menyiapkan proses belajar mengajar; (2). melakukan dan mengorganisir proses mencar ilmu mengajar; (3). menganggap pertumbuhan proses berguru mengajar dan (4). menguasai bahan pelajaran.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005 perihal guru dan dosen yakni sebagai berikut:
”(1) Guru wajib melaksankan acara pokok ialah menyiapkan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, membimbing dan melatih penerima bimbing, serta melaksanakan tugas aksesori. (2) Guru wajib melakukan beban kerja guru sekurang-kurangnya 24 jam tatap wajah dan sbanyak-banyaknya 40 jam tatap wajah dalam 1 (satu) ahad”.  
Merujuk pada peraturan Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara No 16 Tahun 2009, maka indikator evaluasi kinerja guru mampu disimpulkan menjadi lima yakni : (1) menguasai materi bimbing (2) menyiapkan proses mencar ilmu mengajar (3) kesanggupan melakukan dan mengelola proses berguru mengajar, (4) kemampuan melaksanakan evaluasi atau penilaian, dan (5) kemampuan melakukan tutorial belajar (perbaikan dan pengayaan).

Indikator penilaian kinerja guru mirip yang terdapat pada Peraturan Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara Nomor 16 Tahun 2009 di atas, mampu dijabarkan sebagai berikut: (1) Kemampuan seseorang dalam mengkomunikasikan wawasan sungguh bergantung pada penguasaan pengetahuan yang hendak dikomunikasikannya itu, (2) Kemampuan guru mampu dilihat dari cara atau proses penyusunan acara acara pembelajaran yang dilakukan oleh guru, (3) Kemampuan guru dalam mengurus pembelajaran menjadi hal penting sebab berhubungan langsung dengan aktivitas berguru siswa di kelas, (4) Kemampuan melakukan penilaian/penilaian pembelajaran.

Pengelolaan proses berguru mengajar yang dikerjakan oleh seorang guru di kelas ini, berdasarkan Uno (2006:129) yakni kemampuan merujuk pada kinerja seseorang dalam sebuah pekerjaan yang mampu dilihat dari anggapan, perilaku, dan perilakunya yang merupakan kesanggupan bekerjasama dengan kinerja efektif dalam sebuah pekerjaan


Pendapat di atas dijelaskan juga oleh Rohani (2004:123) yang menyebutkan bahwa pengelolaan menunjuk kepada aktivitas-kegiatan yang membuat dan menjaga kondisi yang optimal bagi terjadinya proses suatu kegiatan. 

Pengertian pengelolaan ini dipertegas oleh Djamarah (2005:144) bahwa pengelolaan bekerjasama dengan ketrampilan membuat dan memelihara keadaan yang maksimal bagi terjadinya proses interaksi antar pihak yang terkait. 

Sanjaya (2005:150) menjelaskan lebih lanjut bahwa salah satu tugas guru yaitu mengorganisir sumber mencar ilmu untuk merealisasikan tujuan berguru, dan hal ini senada dengan usulan Usman (2002:21) yang menerangkan bahwa guru memiliki tugas sangat penting dalam menentukan kuantitas dan mutu pembelajaran.

Kualitas pembelajaran dipengaruhi juga oleh kemampuan guru mengurus pembelajaran dan hal ini seperti yang dikemukakan oleh Mulyasa (2005:69) menerangkan bahwa pembelajaran ialah suatu proses yang kompleks yang melibatkan berbagai aspek yang saling berhubungan satu dengan lainnya. Aspek-faktor yang saling berkaitan tersebut, antara lain: guru, siswa, bahan latih, sarana pembelajaran, lingkungan berguru.

Pendapat senada dikemukakan oleh Syafaruddin dan Nasution (2005:110) yang menerangkan bahwa mengelola dalam pembelajaran yakni pekerjaan yang dilaksanakan seorang guru dalam mengontrol dan menggunakan sumber mencar ilmu dengan maksud
meraih tujuan mencar ilmu dengan cara efektif dan efisien.


Pengertian kemampuan mengurus pembelajaran berdasarkan klarifikasi di atas, maka salah peran guru yaitu mengupayakan dan memberdayakan semua aspek yang terlibat dalam kegiatan pembelajaran, yaitu: guru, siswa, bahan didik, fasilitas pembelajaran, dan lingkungan belajar sehingga proses pembelajaran dapat berlangsung efektif. Pernyataan tersebut dipertegas lagi oleh Usman (2002:21) bahwa pengelolaan pembelajaran terkait dengan upaya guru untuk men ciptakan kondisi pembelajaran yang efektif sehingga proses pembelajaran mampu berjalan, berbagi materi asuh dengan baik, dan meningkatkan kemampuan siswa untuk mengerti materi pelajaran sesuai dengan tujuan pembelajaran yang akan dicapai.
Kondisi pembelajaran yang efektif mampu tercapai bila guru mampu mengontrol siswa dan sarana pembelajaran, mampu menjalin relasi interpersonal dengan siswa serta mengendalikannya dalam situasi yang menggembirakan untuk mencapai tujuan pembelajaran. Kondisi pembelajaran yang efektif akan menghipnotis mutu pelaksanaan pembelajaran. Kemampuan mengurus pembelajaran merupakan upaya guru dalam mengurus pembelajaran selama proses pembelajaran berlangsung dengan dimensi: (1) menciptakan dan memelihara kondisi pembelajaran yang optimal, (2) melaksanakan acara pembelajaran, (3) membina korelasi yang faktual dengan siswa selama proses pembelajaran berjalan.
Kondisi pembelajaran yang efektif tersebut memiliki indikator-indikator selaku berikut: (1) menawarkan perilaku tanggap, (2) memberi perhatian dan isyarat yang terang, (3) menegur/memberi ganjaran, (4) memberi penguatan, (5) menertibkan ruangan belajar sesuai keadaan kelas; upaya guru melakukan kegiatan pembelajaran meliputi  indikator: (1) membuka pembelajaran, (2) melakukan pembelajaran, (3) melaksanakan penilaian dan tindak lanjutnya terhadap aktivitas pembelajaran, dan (4) menutup pembelajaran, sedangkan upaya guru membina hubungan nyata dengan siswa mencakup indikator: (1) menolong berbagi sikap nyata pada diri siswa, (2) bersikap luwes dan terbuka terhadap siswa, (3) menunjukkan kegairahan dan keseriusan dalam mengajar, dan (4) mengorganisir interaksi sikap siswa di dalam kelas. 
Berdasarkan usulan B. Curtis James J. Floys. Jerry L. Winsol dalam Yuyun Wirasasmita (1998:30) menerangkan bahwa studi Komunikasi antar personal efektif berdasarkan teori yang logis meliputi kemampuan yang mampu dipraktekkan pada lingkungannya. Keahlian komunikasi antar personal dan keterampilan korelasi manusia (diikuti oleh kemampuan ekspresi) menduduki urutan dalam keenam aspek aspek paling penting yang diharapkan dalam kesuksesan prestasi kerja. Salah satu factor yang dapat menghipnotis kinerja guru yakni kemampuan komunikasi interpersonal baik dalam aktivitas pembelajaran maupun relasi antara guru dengan siswa dan sobat sejawat. 
Motivasi merupakan keadaan yang menggerakkan diri pegawai untuk mencapai tujuan kerja, sedangkan perilaku mental ialah keadaan mental yang mendorong seseorang untuk berusaha meraih kesempatankerja secara maksimal. Hal ini seperti yang dikemukakan oleh David C. Mc. Cleland (1997) mirip dikutip Mangkunegara (2001:68), berpendapat bahwa “Ada korelasi yang positif antara motif berprestasi dengan pencapaian kerja”. Motif berprestasi dengan pencapaian kerja artinya bahwa motif berprestasi yaitu suatu dorongan dalam diri seseorang untuk melakukan suatu  acara atau peran dengan sebaik baiknya supaya bisa mencapai prestasi kerja (kinerja) dengan predikat terpuji.
Berdasarkan pertimbangan Mc. Clelland (1997) yang mengemukakan bahwa ada 6(enam) karakteristik dari seseorang yang memiliki motif yang tinggi yaitu : ”(1) Memiliki tanggung jawab yang tinggi 2) Berani mengambil risiko 3) Memiliki tujuan yang kongkret 4) Memiliki rencana kerja yang menyeluruh dan berjuang untuk merealisasi tujuan. 5) Memanfaatkan umpan balik yang kongkrit dalam seluruh kegiatan kerja yang dikerjakan. 6) Mencari peluang untuk merealisasikan planning yang sudah diprogramkan”.
Senada dengan usulan Gibson (1999) dalam Mathis and Jackson (2002:108) bahwa terdapat tiga faktor yang kuat kepada kinerja : (1) Faktor individu : kemampuan, keterampilan, latar belakang keluarga, pengalaman kerja, tingkat sosial dan demografi seseorang. (2) Faktor psikologis : persepsi, peran, sikap, kepribadian, motivasi dan kepuasan kerja (3) Faktor organisasi : struktur organisasi, rancangan pekerjaan, kepemimpinan, sistem penghargaan (reward system). 
Berdasarkan uraian di atas, kinerja guru mampu ditarik kesimpulan selaku prestasi yang diraih oleh seseorang guru dalam melakukan tugas mengajar selama era tertentu sesuai persyaratan kompetensi dan patokan yang telah ditetapkan untuk pekerjaan tersebut, dengan indikator: (a) Menguasai materi ajar, (b) kemampuan mempersiapkan acara pembelajaran, (c) kemampuan mengurus dan melaksanakan aktivitas pembelajaran, (d) kesanggupan mengadakan penilaian atau evaluasi pembelajaran.

  Waris Dan Kewarisan Dalam Al-Qur'an