Menurut Ghazâlî yang bisa menundukkan nafsu dan melunakkan kesenangan nafsu itu hanya tiga, ialah:
1. Mencegah kesenangan nafsu. Karena, binatang tunggangan (kuda) yang badung itu dapat melunak kalau dikurangi makanannya.
2. Membebani nafsu dengan ibadah yang berat-berat. Karena, khimar itu jikalau ditambah muatannya dan dikurangi makanannya maka menjadi tunduk dan berdasarkan.
3. Memohon perlindungan Allah Azza wa Jalla.
Imam Ibnu Qoyyim Al-Jauziyyah berkata, “Tatkala seorang yang sudah baligh diuji dengan hawa nafsu, tidak mirip hewan (yang tidak diuji dengannya), dan setiap waktu dia menghadapi gejolak hawa nafsu, maka dianugerahkan kepadanya dua penentu keputusan, adalah agama Islam dan logika sehat. Ia pun senantiasa diperintahkan untuk mengkonsultasikan gejolak hawa nafsu yang dihadapi kepada dua penentu keputusan tersebut dan tunduk terhadap keduanya”.
Maksudnya:
Ulama sudah menjelaskan bahwa setiap kali seseorang menghadapi sebuah problem, sebelum mengambil langkah, ia tertuntut untuk muhasabah (intropeksi) diri, semoga mampu memutuskan langkah yang sempurna, adalah langkah yang diridhai oleh Allah Ta’ala. Untuk bisa memutuskan langkah yang tepat, maka haruslah dikonsultasikan apalagi dahulu terhadap penentu keputusan yang asasi, yaitu syari’at Islam, beliau mesti menimbang keputusan yang akan diambilnya dengan tinjauan syari’at Islam, dan beliau gunakan nalar sehatnya agar mampu mengerti syari’at Islam dengan baik, mengokohkan keimanannya, dan membantunya dalam memikirkan maslahat dan mudharat yang ada.
Jika suatu alternatif keputusan sesuai dengan syari’at Islam dan logika sehatnya, maka diambillah keputusan tersebut, namun kalau tidak, maka ditinggalkannya. Dan ketahuilah bahwa agama Islam pastilah selaras dengan nalar sehat (yakni logika yang lurus dan sesuai dengan fitrah), keduanya tidaklah mungkin bertentangan.
2. Anda galau? Jauhilah apa yang paling favorit hawa nafsu Anda!
Sebagian Salafus Shalih berkata,
إذا أشكل عليك أمران لا تدري أيها أشد، فخالف أقربهما من هواك، فإن أقرب ما يكون الخطأ في متابعة الهوى
“Jika Anda ragu-ragu menghadapi dua alternatif opsi keputusan, Anda tidak tahu mana yang paling ancaman, maka tinggalkanlah sesuatu yang paling akrab/diminati hawa nafsumu, karena perilaku yang terdekat dengan kesalahan itu ada pada mengikuti hawa nafsu”.
Maksudnya:
Tidak jarang dikarenakan minimnya ilmu syar’i yang dimiliki seseorang dan kelemahan akal sehatnya, maka di dalam menetapkan suatu kasus, dia menemui kesulitan.
Ia gundah ketika menghadapi dua alternatif pilihan keputusan, mana yang mesti diambil, padahal, dia mesti mengambil keputusan kini juga, tidak ada satupun orang ‘alim yang mampu dihubungi saat itu. Maka sebagian salaf telah menawarkan resep gampang kepada kita, yakni tinggalkanlah sesuatu yang paling erat dengan hawa nafsumu atau paling disenangi hawa nafsumu! Dan seleksilah suatu keputusan yang terjauh dari hawa nafsumu.
Mengapa demikian? Rahasianya terdapat dalam ucapan Ibnu Qoyyim Al-Jauziyyah rahimahullah berikut ini, “Ketika sikap yang sering terjadi pada orang yang mengikuti hawa nafsu, syahwat dan amarah yaitu tidak mampu berhenti hingga pada batas mengambil manfaat saja (darinya), alasannya adalah itulah (banyak) disebutkan nafsu, syahwat, dan amarah dalam konteks yang tercela, alasannya adalah dominannya ancaman yang ditimbulkannya (dan) jarang orang yang bisa bersikap tengah-tengah dalam hal itu (mengontrol nafsu, syahwat, dan amarahnya- pent)”.