1. DALIL
عَنِ ابنِ عُمَرَعَنِ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اَنَّهُ قَالَ: اِذَا تَبَايَعَ الرَّجُلاَنِ فَكُّلُ وَاحِدٍ مِنْهُمَا بِاْلخِيَارِ مَالَمْ يَتَفَرَّقَا وَكَانَا جَمِيْعًا, اَوْيُخَيْرُاَحَدُهُمَا اْلآخَرَ, فَاِنْ خَيَّرَ اَحَدُهُمَاْ الآَخَرَ, فَتَيَايَعَا عَلى ذلِكَ فَقَدْ وَجَبَ اْلبَيْعُ, وَاِنْ تَفَرَّ قَابَعْدَاَنْ تَبَايَعَا, وَلَمْ يَتْرُكْ وَاحِدٌ مِنْهُمَا اْلبَيْعَ فَقَدْوَجَبَ اْلبَيْعُ
Dari Ibnu Umar Radliyallaahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda: “Apabila ada dua orang mengadakan akad perdagangan, maka masing-masing boleh khiyar selagi belum berpisah, sedangkan mereka berkumpul; atau salah seorang dari mereka mempersilahkan lainnya untuk khiyar, bila salah seorang telah mempersilahkan lainnya untuk khiyar lalu mereka mengadakan janji sesuai dengan khiyar tersebut, maka jual beli jadi; dan bila mereka berpisah sementara tidak ada seorangpun yang meninggalkan perdagangan (tetap memilih( dikerjakan khiyar dalam khiyar. Khiyar, maka mesti jadi.”
Penjelasan:
Dalil diatas mempunyai arti bahwa fatwa islam mengijinkan dilakukanya khiyar pada jual beli. Karena sering kali dalam perdagangan tiba-datang terjadi hal-hal yang tidak dikehendaki dan tidak terpikirkan pada barang barang jualan, sehingga salah satu atau kedua belah pihak menyesal. Maka untuk menyingkir dari hal tersebut, Islam memperlihatkan potensi untuk berpikir yang disebut khiyar. Agar kedua belah pihak dalam bertransaksi dapat menentukan pilihan yang cocok antara meneruskan atau membatalkan transaksi.
2. Klasifikasi Khiyar
a. Khiyār majlis
Khiyār majlis adalah hak atau wewenang pelaku transaksi untuk menentukan opsi antara melangsungkan atau mengurungkan transaksi saat kedua pelaku transaksi masih berada dalam abad khiyār majlis.
Khiyār majlis bisa sah dengan lima syarat:
· Terjadi pada akad yang bersifat murni tukar-menukar barang, Mengecualikan ijab kabul, maka dalam akad nikah tidak terjadi khiyār majlis.
· Terjadi pada akad yang obyek akadnya berupa barang..
· Terjadi pada komitmen yang bersifat lāzim dari kedua belah pihak. Mengecualikan kesepakatan kitābah. Karena janji kitābah lāzim dari pihak majikan, jā’iz dari pihak budak.
· Tidak terjadi pada janji yang kepemilikannya bersifat otoritatif (qahrī) seperti akad syuf’ah.
· Tidak terjadi pada akad yang bersifat rukhṣah (dispensasi) dari syariat mirip komitmen ḥawālah.
b. Khiyar Syarat
Khiyār syarat yaitu hak pelaku transaksi untuk memilih antara melangsungkan atau mengurungkan transaksi sesuai kesepakatan kedua belah pihak atas waktu yang sudah diputuskan.
Khiyār syarat mampu sah jika menyanggupi enam syarat
· Menyebutkan tempo. Jika tidak disebutkan maka tidak sah.
· Waktu yang ditentukan dikenali kedua pelaku transaksi.
· Tidak melebihi tiga hari tiga malam (mażhab Syafi’i).
· Waktu tiga hari tiga malam dijumlah semenjak standar bukan dijumlah semenjak pelaku transaksi berpisah.
· Komoditi mesti tidak berpotensi mengalami perubahan selama waktu yang sudah ditentukan.
· Berkesinambungan. Artinya waktu yang ditentukan tidak terpisah.
c. Khiyar ‘Aib
Khiyār ‘aib yaitu hak pelaku transaksi untuk menentukan antara melangsungkan transaksi dengan mendapatkan komoditi apa adanya atau mengurungkan transaksi dengan mengembalikan komoditi kepada pedagang sehabis komoditi didapati tidak sesuai dengan salah satu dari tiga hal:
1) Tidak sesuai dengan akad (syarat) yang disebutkan dikala transaksi. Seperti berbelanja kambing dengan syarat kambing hamil. Jika setelah kambing diterima ternyata tidak hamil.
2) Tidak sesuai dengan standar lazim. Artinya komoditi yang digemari pembeli ialah komoditi yang cocok dengan tolok ukur umum dan terbebas dari ‘malu (cacat). Jika dalam komoditi terdapat ‘malu yang tidak biasa ditemukan pada jenis barang tersebut mirip pembelian buku yang beberapa halamannya hilang.
3) Tidak sesuai dengan harapan pembeli sebab ada tindakan penipuan dari pihak penjual. Seperti sengaja tidak memerah susu hewan sebelum dijual agar pembeli menerka bahwa binatang tersebut mempunyai banyak susu.