Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq (11-13 H / 632-634 M)

Abu Bakar, putra Abu Quhafah, adalah Khalifah pertama sesudah wafatnya Nabi. Dia berasal dari suku Bani Taim, salah satu suku bangsa Quraisy. Selama zaman jahiliah (zaman kegelapan), suku ini tidak memiliki kelebihan khusus diantara suku-suku lainnya. Dia yakni seorang bangsawan Quraisy, berkedudukan tinggi dalam kaumnya, hartawan dan dermawan.

Adapun Abu Bakar Siddiq adalah sahabat nabi yang tertua yang amat luas pengalamannya dan amat besar jasanya kepada agama Islam. Dia dua tahun lebih muda dibandingkan dengan Nabi, beliau diyakini sebagai salah satu pemeluk Islam yang pertama. Jabatannya saat Nabi masih hidup, selain dari seorang saudagar yang kaya, diapun seorang ahli nasab Arab dan hebat aturan yang jujur.

Dialah yang menemani Nabi dikala hijrah dari Makkah ke Madinah. Dia sudah mencicipi pahit getirnya hidup bareng Rasulullah hingga kepada hari wafat ia. Dialah yang diserahi nabi menjadi imam sembahyang ketika dia sakit. Oleh sebab itu, ummat Islam memandang dia lebih berhak dan utama menjadi Khalifah (Pemimpin Islam yang tunduk pada Al-Quran) dari yang yang lain.

Dialah yang mengawalNabi dikala hijrah dari Makkah ke Madinah. Dia telah mencicipi pahit getirnya hidup bersama Rasulullah sampai kepada hari wafat dia. Dialah yang diserahi nabi menjadi imam sembahyang saat beliau sakit. Oleh karena itu, ummat Islam memandang dia lebih berhak dan utama menjadi Khalifah (Pemimpin Islam yang tunduk pada Al-Quran) dari yang lainnya.

Abu Bakar Sebagai Khalifah

Terpilihnya Abu Bakar selaku Khalifah pertama setelah Nabi, diwarnai aneka macam perdebatan antara kaum Muhajirin dan Anshar. Hal ini terjadi alasannya adalah Nabi Muhammad s.a.w. dikala akan wafat, Nabi tidak berwasiat apa-apa, baik kepada salah seorang karib, atau terhadap sobat-sahabat yang lain, ihwal siapa yang hendak jadi Khalifah pengganti Nabi. Persoalan yang besar ini dia serahkan terhadap musyawarah ummat Islam. Musyawarah yang dikerjakan di Madinah ini dikenal dengan persitiwa Saqifah.

Dalam insiden Saqifah ini, berkumpullah orang Muhajirin dan Anshar di Madinah, guna bermusyawarah siapa yang hendak dibaiat (diakui) jadi Khalifah. Orang Anshar menginginkan supaya Khalifah itu dipilih dari kalangan mereka, mereka mengajukan Sa’ad bin Ubadah. Kehendak orang Anshar ini tidak disetujui oleh orang Muhajirin. Maka terjadilah perdebatan diantara keduanya, dan nyaris terjadi fitnah diantara keduanya. Hal ini menggugah kembali bangkitnya semangat fanatisme kelompok dan bias-bias permusuhan antar suku yang pernah terjadi sebelum Islam.

Ditengah perdebatan yang terjadi di Saqifah, Abu Bakar secepatnya bangun dan berpidato menyatakan dengan alasan yang besar lengan berkuasa dan sempurna, bahwa soal Khilafah itu adalah hak bagi kaum Quraisy, bahwa kaum Muhajirin sudah lebih dahulu masuk Islam, mereka lebih usang bareng bareng Rasulullah, dalam Al-Qur’an selalu didahulukan Muhajirin kemudian Anshar. Khutbah Abu Bakar ini dikenal dengan Khutbah Hari Saqifah, setelah khutbah ini ummat Islam serta merta membai’at Abu Bakar, didahului oleh Umar bin Khattab, lalu disertai oleh para sobat yang lain. Diantara para sobat tersebut cuma Ali bin Abi Thalib yang telat membait alasannya pada waktu itu masih sibuk mengelola Fatimah, istrinya yang dirundung kesedihan alasannya ditinggal ayahnya, Nabi Muhammad SAW.

Hal yang paling fundamental berdasarkan para hebat sejarah dalam insiden Saqifah sehubungan dengan terpilihnya Abu Bakar selaku khalifah, bukanlah alasannya adalah “superioritas kesukuan” kaum Quraisy, tetapi alasannya adalah relasi Abu Bakar dengan Nabi saw.

  Peradaban Islam Kurun Daulah Utsmani

Memang mampu dikatakan bahwa umur umat Islam belum terlalu bau tanah, gres sekitar 23 tahun abad itu, masih belia, sarat semangat juang dan perlu pembenahan diri. Ini terperinci memerlukan seorang pemimpin yang dituakan, memiliki jiwa yang lembut dan ramah tetapi tegas, sebagai masa transisi sifat Rasulullah yang lembut dan indah. Dan sifat-sifat ini ada pada diri salah seorang sahabat terdekat ia ialah Abu Bakar.

Masalah Kemurtadan

Setelah suksesi Abu Bakar, duduk perkara utama Islam yaitu sebuah gerakan yang dikenal sebagai “Kemurtadan” yang mengancam persatuan dan stabilitas negara Islam. Masalah kemurtadan ini mampu dibagi kedalam tiga golongan, yaitu Kelompok Pertama mereka yang mengkaliam kenabian, Kelompok Kedua orang yang meninggalkan Islam dan kembali terhadap doktrin mereka yang usang di zaman jahiliah. Kelompok Ketiga tidak mengakui pemerintahan madinah, namun berkata bahwa mereka masih menerima Islam. Orang-orang ini tidak yakin pada pemerintahan Madinah. Karena menolak mengeluarkan uang zakat, dengan argumentasi bahwa zakat adalah pemaksaan.

Beberapa orang sahabat menasehati kepada Abu Bakar supaya dia tidak memerangi orang yang tidak membayar zakat. Namun disinilai ketekunan hati khalifah. Dia menyampaikan: “Dengan bahu-membahu, walaupun mereka enggan mengeluarkan uang seutas tali kecil yang sudah pernah dibayarkan kepada Rasulullah dahulu, niscaya akan kuperangi juga mereka selaipun saya akan binasa oleh kesannya.”

Berdasarkan hal ini Abu Bakar menyatakan perang kepada mereka yang diketahui dengan nama Perang Ridda. Untuk itu Abu Bakar mengantar11 pasukan perang dengan 11 kawasan tujuan. Antara lain, pasukan Khalid bin Walid diperintahkan menundukkan Thulaiha Al-Asadi, pasukan ‘Amer bin Ash diperintahkan di Qudhla’ah. Suwaid bin Muqrim diperintahkan ke Yaman dan Khalid bin Said diperintahkan ke Syam. Peristiwa sulit yang jago ini teratasi Abu Bakar dengan kemauan dan perhatian keras membaja. Dengan cepat disiapkannya sebelas pasukan untuk menaklukkan kaum yang murtad itu. Masing-masing panglimanya ditugaskan menuju kawasan yang sudah diputuskan.

Bangsa arab mempunyai rasa kesukuan yang sungguh tinggi. masing-masing suku menganggap dirinyalah yang paling baik. Nabi-nabi palsu yang ingin menghancurkan Islam diantaranya.

  1. Al -Aswad al Ansi
  2. Thulaihah bin Khuwalid al Asadi
  3. Malik bin Nuwairah
  4. Musailamah al Kazab

Al- Anwad al Ansi memimpin  pasukan suku Badui di Yaman. mereka berhasil merebut Najran dan San’a. akan namun Al  Aswad al Ansi terbunuh oleh saudara gubernur Yaman. Ketika Zubair bin Awwam datang di Yaman Al Ansi sudah terbunuh. Pasukan Islam sukses menguasi Yaman.

Thulaihah bin Thuwailid al Asadi mengangap dirinya selaku nabi. pengikutnya berasal dari Bani Asad, Gatafan  dan Bani Amir. Abu Bakar as Siddiq mengantarkan pasukan yang dipimpin oleh Khalid bin Walid. peperangan teradi  di dekat sumur Buzakhah. Pasukan muslim berhasil mengalahkakn mereka.

Malik bin Nuwairah ialah pemimpin Bani Yarbu’ dan Bani Tamim. Sepeninggal Nabi Muhammad saw, mereka tidak mengakui Islam. Pasukan Khalid bin Walid kemudian bergerak menuju perkampungan mereka. Dalam pertempuran yang sengit. Malik bin Nuwairah mati terbunuh.

Musailamah al Kazab (Musailamah si pembohong), ini adalah yang paling berbahaya. Ia mendakwakan kenabiannya bareng Nabi Muhammad ketika ia masih hidup. Dia menyampaikan, bahwa Allah telah memperlihatkan pangkat nabi kepadanya bareng dengan Rasulullah. Oleh sebab dia berbuat dusta itu, ia mendapat gelar ‘al-Kazzab’ yang artinya ‘si pendusta’. Ia disokong oleh Bani Hanifah di Yamamah. Ia mengawini Sajah yang mengaku sebagai nabi di kelompok Katolik. mereka sukses menyusun Pasukan dengan kekuatan 40.000 orang. Khalifah Abu Bakar as Siddiq  mengirimkan Ikrimah bin Abu Jahal dan Syurahbil bin Hasanah . pada mulanya pasukan Islam terdesak. Akan tetapi, pasukan tunjangan mereka datang dipimpin Khalid  bin Walid. Pasukan Musailamah sukses dikalahkan. 10.000 orang kaum murtad mati terbunuh, Ribuan kaum muslimin gugur dalam perang ini, tergolong penghafal Al-Qur’an. Perang ini dinamakan Perang Yamamah dan ialah yang paling besar diantara perang melawan kaum murtad lainya.

Setahun lamanya Abu Bakar mampu menundukkan kaum yang murtad itu serta orang-orang yang mengaku menjadi nabi serta orang-orang yang enggan mengeluarkan uang zakat, sehingga kalimat Tuhan kembali menjulang tinggi. Dalam kemenangan kaum muslimin ini, kehormatan besar harus diberikan terhadap panglima Khalid bin Walid, Saifullah yang perkasa itu yang dijuluki sebagai Pedang Allah. Setelah sukses mengalahkan pasukan kaum murtad, pasukan muslim bergerak menuju Bahrain, Oman dan Yaman. Serangkain perang melawan kaum murtad (Perang Riddah) dimenangkan oleh kaum muslimin.

Kodifikasi Al-Qur’an

Setelah kemenangan yang diperoleh Khalifah Abu Bakar atas suku-suku yang murtad dadurhaka itu, muncul kecemasan dari Umar bin Khattab (ketika itu menjadi penasihat utama Khalifah) akan kehilangan beberapa ayat dari Al- Qur’an, hal ini dilaksanakan mengingat :

  1. Banyaknya huffadz (penghafal al-Qur’an) yang gugur selaku syuhada’ dalam pertempuran.
  2. Ayat-ayat Al-Qur’an yang ditulis pada kulit-kulit kurma, batu-batu, dan kayu telah banyak yang rusak sehingga perlu penyelamatan.
  3. Pembukuan Al-Qur’an ini memiliki tujuan biar dapat dijadikan fatwa bagi umat Islam sepanjang era.

Oleh karena itu Umar memberi anjuran kepada Abu Bakar semoga ayat-ayat Al-Qur’an dikumpulkan. Nasehat ini dituruti oleh Khalifah Abu Bakar. Maka dikumpulkanlah lembaran-lembaran Al-Qur’an itu yang semula ditulis di atas kerikil, kulit binatang, tulang-belulang dan pelepah kurma dalam suatu mushaf. Khalifah Abu Bakar menuruti saran Umar serta merta bersedia merealisasikan pengumpulan ayat-ayat Al-Qur’an  dengan menunjuk Zaid bin Tsabit selaku pemimpin pengumpulan.dengan para angota Abdullah bin Zubair, Sa’id bin al-‘Ash, Abdurrahman bin Harits bin Hisyam. Mushaf al-Qur’an ini semula disimpan di kekediaman Abu Bakar, kemudian terhadap Umar, dan lalu Hafsah salah satu isteri Rasulullah saw yang juga merupaka putri Umar bin Khattab.

Setelah lengkap koleksi ini, yang dikumpulkan dari para penghafal Al-Quran dan tulisan-tulisan yang terdapat pada media tulis seperti tulang, kulit dan lain sebagainya, oleh suatu tim yang diketuai oleh shahabat Zaid bin Tsabit, kemudian disimpan oleh Hafsah, anak dari Umar dan juga istri dari Nabi Muhammad SAW. Kemudian pada kala pemerintahan Usman bin Affan koleksi ini menjadi dasar penulisan teks al Qur’an hingga yang diketahui hingga ketika ini.

Penaklukan-Penaklukan

Setelah persoalan internal yang telah dilewati lewat Perang Ridda, dan proyek penyatuan Al-Qur’an sudah berlangsung. Selanjutnya fokus utama Khalifah Abu Bakar yaitu ekspansi kawasan pemerintahan Islam demi penyiaran agama. Dalam hal ini ada 3 hal yang menjadi pegangan para pasukan Islam, yaitu:

  1. Dianjurkan masuk Islam, maka jiwa serta hartanya akan dilindungi.
  2. Boleh tidak masuk Islam, tetapi membayar Jizyah ( pajak perlindungan yang sangat ringan ) maka jiwa dan hartanya dilindungi.
  3. Jika menentang, mereka akan diperangi.

Pada tahun 633 M, Abu Bakar menyuruh Khalid bin Walid mengadakan kegiatan ekspansi ke kawasan-kawasan perbatasan Syria (Damaskus) dan Persia (Irak). Kondisi obyektif daerah Syria yang sungguh maju perekonomiannya daripada negeri Arabia yang lain sejak zaman dahulu, negeri Arabia secara umum dikuasai bargantung pada Syria dengan menjalin hubungan perdagangan. Atas dasar pendapatini maka upaya penaklukan Syria diperlukan akan sungguh bermakna bagi perkembangan islam di periode-periode mendatang.

  Rencana Umar Bin Khattab Membunuh Nabi Muhammad Saw

Pertama kali perang terjadi di Hafir, 50 mil sebelah Utara Uballah, yang dikenal sebagai “perang rantai” alasannya pasukan Persia membuat barisan pertahanan dengan rantai-rantai besar yang mengikat mereka satu dengan lainnya. pasukan Persia menyerah sedang komandan mereka terbunuh dalam peperangan. setelah pertempuran ini, terjadi sejumlah pertempuran kecil, pasukan Persia pada risikonya terdesak dan mereka terusir ke daerah Mesopotamia. pasukan muslim juga sukses mengepung dan menguasai daerah Hira. Penguasa Nasrani wilayah ini menyerahkan diri dan mengadakan perjanjian tenang dengan pemerintah Islam, dengan kesediaan mereka mengeluarkan uang jizyah.

Beberapa kawasan yang menjadi penyebaran Islam ialah wilayah yang dikuasai Kekaisaran Persia da Bizantium. Khalifah Abu Bakar Siddiq mengirimkan dua panglima yaitu Khalid bin Walid dan Musanna bin Harits. Mereka mampu menguasai Hirah dan beberapa kota lainya adalah Anbar, Daumatul Jandal dan Fars. Peperangan tidak boleh sesudah Abu Bakar as Siddiq memerintahkan Khalid bin Walid berangkat menuju Suriah. Ia ditugaskan untuk menolong pasukan muslim yang mengalami kesusahan menghadapi pasukan Bizantium yang sangat besar.
Komando pasukan dikemudian dipegang oelh Musanna bin Haritsah.

Ketika itu pasukan Islam berjumlah 18.000. Pasukan Romawi 240.000 orang. Menghadapi jumlah pasukan yang sungguh besar, pasukan muslim mengalami kesulitan. Khalifah Abu Bakar segera memerintahkan Khalid bin Walid berangkat menuju Syam. Berjalanan mereka selama 18 hari melalui 2 padang sahara yang belum pernah dilewatinya. Pertempuran jadinya pecah di pingggir sungai Yarmuk , sehingga dinamakan Perang Yarmuk.

Di tengah berkecamuknya pertempuran ini, Khalid bin Walid mendapat surat yang menginformasikan bahwa Abu Bakar telah wafat dan digantikan oleh Umar bin Khattab. Surat itu juga menyatakan pemecatan Khalid bin Walid selaku komandan pasukan dan diganti (kembali) oleh Abu Ubaidah bin Jarrah. Berita ini oleh Khalid dirahasiakan semoga tidak terjadi keguncangan di golongan barisan kaum Muslimin. Ketika Abu Ubaidah menerima isu tersebut, dia juga merahasiakannya alasannya adalah pertimbangan yang sama. Peperangan ini dimenangkan oleh Pasukan Islam dan menjadi kunci utama runtuhnya kekuasaan Bizantium di Tanah Arab.

Abu Bakar wafat pada tahun ke-13 Hijriah, malam Selasa, tanggal 23 Jumadil Akhir pada usia 63 tahun. Masa khalifahnya 2 tahun, 3 bulan, dan 3 hari. la dikubur di rumah Aisyah Rodhiyallahu ‘anha di samping kubur Rasulullah saw.

Wasiatnya Tentang Khalifah Umar bin Khattab

Menjelang wafatnya, Abu Bakar meminta usulan sejumlah teman generasi pertama yang termasuk hebat syura. Mereka seluruhnya sepakat untuk mewasiatkan khalifah sesudahnya kepada Umar bin Khattab. Dengan demikian, Abu Bakar ialah orang yang pertama mewasiatkan khalifah sepeninggalnya terhadap orang yang telah ditunjuk dan mengangkat khalifah menurut wasiat tersebut.

Sumber

hanya sekedar catatan kecil dari beberapa buku dan postingan’ website

  • Rasul Ja’fariyan, 2010, Sejarah Para Pemimpin Islam, AL-Huda.
  • Taufiq Djamidin, 2009, Tragedi Pembunuhan 3 Khalifah; Awal Perpecahan Islam.

@S.Maronie / 23 Agustus 2012 / 01.13am / @DjoksayHome