Betapa bahagia seorang perempuan muslimah karena dapat mengikuti jejak perempuan terbaik yg hidup di tengah-tengah generasi terbaik. Betapa beruntungnya ia alasannya mampu meneladani wanita-wanita yg terdidik di dlm keluarga yg paling mulia: keluarga kenabian.
Allah swt telah meninggikan derajat mereka, memuliakan mereka, & Al-Qur`an pun turun memuji mereka. Allah Azza wa Jalla berfirman,
يَانِسَاءَ النَّبِيِّ لَسْتُنَّ كَأَحَدٍ مِنَ النِّسَاءِ إِنِ اتَّقَيْتُنَّ
“Wahai istri-istri Nabi! Kamu tak seperti perempuan-perempuan yg lain, kalau ananda bertakwa.” (QS. Al-Ahzâb [33]: 32).
Mereka pun berhasil mewujudkan ketakwaan itu di dlm diri mereka.
Allah sudah memilih mereka untuk Nabi-Nya, memilih mereka di antara manusia yang lain untuk manusia pilihan-Nya, & memuliakan mereka di atas perempuan-perempuan yang lain dgn aneka macam keutamaan yg tinggi.
Allah mensucikan mereka di dunia dr segala bentuk najis, menyelamatkan hati mereka dr kekufuran, kemusyrikan, kemunafikan, & hati yg wangi.
Allah pula mensucikan tubuh para ummahatul mukminin dr tindakan-tindakan yg kotor.
Allah Ta’ala berfirman,
“Wahai istri-istri Nabi! Kamu tak mirip perempuan-perempuan yg lain, kalau ananda bertakwa. Maka janganlah ananda tunduk (melemah lembutkan bunyi) dlm mengatakan sehingga bangkit nafsu orang yg ada penyakit dlm hatinya, & ucapkanlah perkataan yg baik,
Dan hendaklah ananda tetap di rumahmu & janganlah ananda berhias & (bertingkah laris) seperti orang-orang jahiliah dulu, & laksanakanlah salat, tunaikanlah zakat & taatilah Allah & Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah berniat hendak menghilangkan dosa dr kau, wahai ahlulbait & membersihkan ananda sebersih-bersihnya.” (QS. Al-Ahzâb [33]: 32-33).
Istri-istri Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam tergolong ahlul bait. Salah seorang di antara mereka ialah seorang perempuan yg berilmu, cerdas, mempunyai kelebihan dlm agama & nasab: Ummu Al-Qasim Khadijah binti Khuwailid bin Asad Radhiyallahu Anha.
Ia tumbuh dgn memiliki etika mulia, budpekerti yg baik, & kehormatan. Ia yakni perempuan yg senantiasa mempertahankan kehormatan dirinya. Di antara wanita-perempuan yg ada di Makkah saat itu, ia dijuluki Ath-Thahirah (perempuan yg suci).
Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam menikahinya, & ia menjadi sebaik-baik istri, di mana ia menolong ia dgn dirinya, hartanya, & kecerdasan akalnya.
Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam sering pulang kepadanya & menceritakan berbagai kekhawatiran dia kepadanya.
[Abu Syafiq/Wargamasyarakat]
Bersambung ke Khadijah, Istri Terbaik bagi Rasul Terbaik (Bagian 2)