Kepuasan Kerja Next

PENGERTIAN

Kepuasan kerja menurut Anoraga (1993:43) merupakan hal yang bersifat individu. Setiap individu akan memiliki tingkat kepuasan yang berlainan-beda sesuai dengan situasi, nilai-nilai yang berlaku pada dirinya. Semakin banyak faktor-faktor dalam pekerjaan yang sesuai dengan impian individu, maka makin tinggi tingkat kepuasan yang dirasakannya dan sebaliknya. Kepuasan kerja berafiliasi dekat dengan perilaku dari karyawan kepada pekerjaannya, suasana kerja/kolaborasi antara pimpinan dan bawahan.

Handoko (1998) mendefinisikan bahwa kepuasan kerja yakni keadaan emosional yang menyenangkan atau tidak menggembirakan dengan mana para karyawan. Job satisfaction (kepuasan kerja) merujuk pada perilaku individu terhadap pekerjaannya. Seorang dengan tingkat kepuasan kerja yang tinggi memperlihatkan perilaku yang aktual kepada pekerjaannya, sebaliknya kalau seorang tidak memiliki kepuasan kerja yang tinggi maka akan memperlihatkan sikap yang negatif kepada pekerjaannya.

Davis dan Newstrom (1996:105) menyatakan bahwa kepuasan kerja ialah seperangkat perasaan pegawai yang menggembirakan dan tidak menggembirakan kepada pekerjaan mereka. Kepuasan kerja ialah persepsi seseorang terhadap pekerjaannya, perasaan seseorang yang menyukai pekerjaannya, yang mana hal ini mampu diketahui dari sikap dan perilakunya.

Pengertian job satisfaction berdasarkan Robbins dan Judge (2008) adalah: “An individual’s general attitude toward his or her job”
Maksud kutipan diatas ialah sumber kepuasan kerja terdapat pada kesesuaian antara harapan seseorang dengan imbalan yang diperoleh selama melaksanakan pekerjaan tersebut.

Davish (2002) mendefinisikan kepuasan kerja sebagai perasaan karyawan ihwal mengasyikkan hasil pandangan pengalaman selama periode kerjanya. Istilah kepuasan kerja (job satisfaction) merujuk pada sikap umum seorang individu terhadap pekerjaannya. Seseorang dengan tingkat kepuasan kerja tinggi menunjukkan perilaku yang faktual kepada kerja itu; seseorang yang tak puas dengan pekerjaannya memberikan sikap yang negatif terhadap pekerjaan itu. Dengan kata lain, kepuasan kerja ialah suatu status emosional nyata yang berasal dari evaluasi seorang karyawan terhadap suasana kerja yang mereka alami.
Mas’ud (2002:120) menyebutkan jika kepuasan kerja tidak lepas dari hakekat kerja. Kerja di artikan oleh Ma’ud sebagai usaha manusia untuk mencapai tujuan dan kadang-kadang dengan menerima penghasilan atau kompensasi (upah, gaji, dll) dalam kerja setiap orang bisa merasa puas dan tidak puas. 
Seseorang akan merasa puas bila sudah mendapatkan apa yang diinginkannya. Secara khusus, kepuasan kerja diartikan oleh Mas’ud (2002:120) selaku penilaian, perasaan atau sikap umum karyawan kepada pekerjaannya yang mencakup antara lain honor, hubungan sosial di tempat kerja, lingkungan kerja dan pekerjaan itu sendiri. Dengan demikian kepuasan kerja merupakan hasil pandangan karyawan terhadap seberapa baik pekerjaannya mampu memuaskan keperluan-keperluan karyawan. Ada dua bagian kepuasan kerja yaitu (1) kepuasan instrinsik mencakup variasi tugas, potensi meningkat , peluang memakai kesanggupan dan ketrampilan, otonomi, iman, pekerjaan yang menantang dan memiliki arti dan sebagainya. (2) Kepuasan ekstrinsik, meliputi gaji (upah) yang diperoleh, supervisi, jaminan kerja, status dan prestise (Mas’ud,2002:121)

.
Kepuasan berdasarkan Winardi (2004:137) merupakan sebuah kondisi tamat (an and state) yang timbul sebab dicapainya tujuan tertentu. Kepuasan kerja ialah perasaan seseorang pekerja perihal banyak sekali macam aspek kerangka kerja.. Menurut Locke yang dikutip oleh Harnanik (2005:153) kepuasan kerja ialah sebuah keadaan emosional yang mengasyikkan atau aktual yang dihasilkan dari evaluasi kerja atau pengalaman kerja seseorang. 
Faktor penting bagi kepuasan kerja mampu dilihat dari tiga segi (1) kepuasan pekerjaan yang merupakan tanggapanemosional kepada situasi kerja; (2) kepuasan pekerjaan yang acap kali ditentukan oleh seberapa baik hasil yang diperoleh dan dibutuhkan; (3) kepuasan pekerjaan ialah beberapa perilaku yang bekerjasama dengan pekerjaan. 
Menurut Gomes yang dikutip oleh Yuwono (2005:75), sering istilah kepuasan (satisfaction) dan motivasi (motivation) digunakan secara bergantian. Kepuasan dan ketidakpuasan seseorang dengan pekerjaan merupakan keadaan yang sifatnya subyektif yang merupakan hasil kesimpulan yang didasarkan pada sebuah perbandingan tentang apa yang secara kasatmata diterima oleh pegawai dan pekerjaannya sebagai hal yang diharapkan dan diharapkan.

Organisasi yang karyawannya mendapatkan kepuasan di kawasan kerja maka condong lebih efektif dibandingkan dengan organisasi yang karyawannya kurang menerima kepuasan kerja (Robbins, 2009). Demikian pula dengan usulan Taylor (1999) yang menyatakan bahwa job satisfaction profesional dipengaruhi oleh banyak aspek sehingga dalam mengukurnya diharapkan dimensi yang cukup kompleks. Menurut Gibson, Ivancevich dan Donelly (2003) menerangkan bahwa ada lima faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja, ialah: 
1. Gaji 
Gaji dan upah yang diterima karyawan dianggap selaku refleksi cara pandang manajer tentang bantuan karyawan terhadap organisasi. duit tidak hanya membantu orang untuk memenuhi keperluan dasar, tetapi memberikan kepuasan pada tingkat selanjutnya.
2. Pekerjaan yang dilaksanakan Jenis pekerjaan yang dikerjakan mampu merupakan sumber kepuasan. Pekerjaan yang memberikan kepuasan yakni pekerjaan yang menawan dan menantang serta tidak menjemukan dan pekerjaan itu mampu memperlihatkan status.
3. Promosi Kesempatan untuk meningkat di organisasi dapat menjadi sumber kepuasan.
4. Supervisor Kemampuan supervisor untuk menunjukkan tunjangan teknis dan perlindungan adab mampu meningkatkan kepuasan kerja. Misalnya memperlihatkan karyawan kesempatan berpartisipasi dalam menciptakan keputusan.
5. Rekan kerja. Rekan kerja mampu memberikan pemberian secara teknis dan mampu mendukung secara sosial akan mengembangkan kepuasan kerja karyawan.

Dari beberapa difinisi yang dikemukakan para andal tersebut di atas, umumnya dikatakan bahwa kepuasan kerja ialah tingkat perasaan seseorang kepada pekerjaannya dengan menimbang-nimbang dan menilai segala faktor yang ada di dalam pekerjaannya, sehingga timbul dalam dirinya suatu perasaan senang atau tidak bahagia kepada situasi kerja dan rekan kerjanya. Apa yang dinikmati oleh individu tersebut bisa aktual atau negatif, tergantung dari persepsi kepada pekerjaan yang digelutinya tersebut. 
Kepuasan kerja merupakan suatu kondisi yang penting yang harus dimiliki oleh setiap karyawan yang melakukan pekerjaan , di mana insan tersebut bisa berinteraksi dengan lingkungan kerjanya, mereka akan melakukan pekerjaan dengan sarat gairah dan bersungguh-sungguh, sehingga tujuan organisasi akan tercapai. Mangkunegara (2006:120)


Teori Kepuasan Kerja 
Mangkunegara (2006:120)Kepuasan kerja besar lengan berkuasa kepada perilaku dan sikap seseorang dan mengembangkan produktivitas kerja. Kepuasan kerja seseorang akan muncul jika tercukupi faktor-faktor yang berhubungan dengan pekerjaannya, yakni aspek dari dalam dan faktor dari luar pekerjaannya. 
Terpenuhinya aspek dari dalam pekerjaan akan mengakibatkan kepuasan kerja yang berpengaruh terhadap motivasi kerja, sedangkan terpenuhinya aspek dari luar pekerjaan akan menetralisir ketidakpuasan kerja yang mempunyai efek pada meningkatnya semangat kerja dan produktivitas kerja

Dalam observasi ini akan dibahas aspek-aspek penyebab timbulnya kepuasan kerja berdasarkan analisis teori dan kajian terhadap gejala yang ada di lapangan, yang diduga besar lengan berkuasa terhadap kepuasan kerja seseorang. 
Menurut Wexley dan Yulk (1977) dalam bukunya yang berjudul Organizational Behavior And Personal Psychology dalam (As’ad,2000:105), teori kepuasan kerja terdiri dari tiga macam, sebagaimana tersebut di bawah ini :
Teori Ketidaksesuaian (Discrepancy Theory) 
Mangkunegara (2006:120) mengemukakan bahwa teori ketidaksesuaian atau teori kesenjangan mamandang kepuasan pegawai tergantung kepada perbedaan antara apa yang didapatkannya dengan apa yang diharapkannya. Apabila yang didapatkan ternyata lebih rendah dari pada apa yang diharapkan, maka menjadikan pegawai tersebut menjadi tidak puas dan merasa kecewa. Teori ini pertama kali dipelopori oleh Porter (1961). Porter mengukur kepuasan kerja seseorang dengan menjumlah selisih antara apa yang semestinya dengan realita yang dinikmati.
Teori Keadilan (Equity Theory) Equity theory dikembangkan oleh Adam (1963). Adapun pendahulu teori ini yakni Zaeleznik (1956) dikutip dari Locke (1969) dalam As’ad (2000:105). Prinsip dari teori ini yakni bahwa orang akan merasa puas atau tidak puas tergantung apakah beliau mencicipi adanya keadilan (equity) atau tidak atas suatu situasi. Perasaan equity dan inequity atas suatu suasana, diperoleh orang dengan cara membandingkan dirinya dengan orang lain yang sekelas, sekantor maupun di tempat lain. Menurut teori ini komponen-komponen dari equity ada tiga yaitu input, outcomes, dan comparison person. Input yakni segala sesuatu yang berguna yang dicicipi sebagai pertolongan kepada pekerjaan contohnya pendidikan, keahlian, pengalaman dan sebagainya. Outcomes ialah segala sesuatu yang berguna yang dicicipi karyawan selaku hasil dari pekerjaannya mirip honor, bonus, status, pengakuan, penghargaan, sedangkan yang dimaksud dengan comparison person ialah dengan siapa karyawan membandingkan rasio input dan outcomes yang dimilikinya, dengan seseorang di kawasan pekerjaan yang serupa, atau daerah lain. Jika sehabis melakukan perbandingan tersebut dianggap cukup adil maka karyawan akan merasa puas, sedangkan bila perbandingan itu tidak sepadan dan merugikan maka karyawan akan merasa tidak puas.

Teori Dua Faktor (Two Factors Theory) 
Herzberg (Mangkunegara, 2000:122) menyatakan bahwa dua faktor yang mampu menyebabkan timbulnya kepuasan atau ketidakpuasan seseorang terhadap pekerjaannya yakni faktor pemeliharaan (maintenance factor) dan aspek pemotivasian (motivational factors). Faktor pemeliharaan disebut pula dissatisfiers Hygiene factors, job contents, extrinsic factors, yang meliputi kebijakan manajemen, mutu pengawasan, korelasi dengan pengawasan, kekerabatan antar eksklusif dan dengan rekan sejawat, gaji, keselamatan kerja, keadaan kerja, dan kedudukan. Faktor pemotivasian disebut pula satisfiers, motivators, job content, intrinsic factors, yang mencakup dorongan berprestasi, pengukuhan perkembangan, kesempatan, berkembang, dan tanggung jawab. 
Herzberg (Yasin,2002:476) menyatakan bahwa kepuasan kerja dan ketidak puasan kerja ialah dua hal yang berbeda. Kepuasan dan ketidakpuasan terhadap pekerjaan itu bukan sebuah variabel yang kontinyu. Teori ini merumuskan karakteristik pekerjaan menjadi dua golongan, ialah satisfiers atau motivator dan dissatisfiers. Satisfiers yakni aspek-aspek atau suasana yang dibutuhkan selaku sumber kepuasan kerja, yang terdiri dari : pekerjaan yang mempesona, sarat tantangan, ada peluang untuk berprestasi, potensi mendapatkan penghargaan, dan promosi. Faktor-aspek tersebut jika terpenuhi akan menyebabkan kepuasan, tetapi tidak terpenuhinya faktor ini tidak senantiasa menimbulkan ketidakpuasan. Dissatisfiers (hygiene factors) yakni aspek-aspek yang menjadi sumber kekecewaan, yang berisikan : honor/kemakmuran, supervisi tehnis, relasi antar eksklusif rekan kerja, kebijakan, peluang untuk berkembang, keselamatan kerja dan status. Faktor ini dibutuhkan untuk memenuhi dorongan biologis serta keperluan dasar karyawan. Faktor-faktor ini bila tidak terpenuhi, maka karyawan tidak akan puas dan kecewa. Jika aspek ini memadai untuk menyanggupi kebutuhan tersebut, maka tidak timbul kekecewaan kerjanya karyawan tidak akan kecewa, walaupun belum terpuaskan. 
Kepuasan kerja seseorang menurut teori tersebut di atas tergantung pada 1) pandangan seseorang terhadap keadaan pekerjaan itu sendiri yang kuat kepada semangat kerja dan motivasi kerja seseorang, 2) persepsi seseorang terhadap suasana di luar pekerjaan yang berpengaruh terhadap kondisi kesehatan mental seseorang. Persepsi seseorang tersebut dapat menyebabkan perilaku kepada pekerjaannya, yang mau tampak dalam perilakunya. Jika doktrin seseorang terhadap pekerjaannya telah buruk, maka kekecewaan kerja akan terjadi, sehingga kecenderungan sikap yang terlihat yakni seseorang akan meninggalkan pekerjaan atau meminimalisir bisnisnya. Perilaku yang tampak ialah orang yang bersangkutan tidak hadir dalam tugasnya, berperilaku yang kurang menguntungkan organisasi. Jika iktikad seseorang kepada pekerjaannya itu baik, maka beliau akan menjunjung tinggi pekerjaannya, kepuasan kerja dinikmati olehnya dan perilaku yang mendukung organisasinya. 
Teori Herzberg mampu diterapkan dalam bidang kesehatan dengan target karyawan Puskesmas dengan argumentasi pengertian tentang konsep kepuasan kerja karyawan Puskesmas mampu dikaji lewat pemahaman ihwal rancangan kepuasan kerja secara lazim. Kekhususan yang ada pada kemampuan kerja karyawan Puskesmas terletak pada macam pekerjaannya yakni menawarkan pelayanan kesehatan terhadap masyarakat. Jika ditinjau dari kedudukan karyawan Puskesmas sebagai anggota sebuah organisasi, maka rancangan kepuasan kerja karyawan Puskesmas akan sama dengan rancangan kepuasan kerja secara lazim. Dengan demikian rumusan konsep kepuasan kerja karyawan Puskesmas mampu memakai rumusan rancangan kepuasan kerja secara lazim dengan memperhatikan pekerjaan karyawan Puskesmas sebagai tenaga kesehatan. 
Berdasarkan beberapa teori tersebut di atas, teori dua aspek disangka lebih tepat bila dipraktekkan dalam observasi ini. Teori dua faktor cenderung lebih spesifik dalam menentukan aspek-faktor dampak terhadap kepuasan kerja dibandingkan teori-teori yang lain. Faktor-aspek yang kuat kepada kepuasan kerja menurut teori tersebut tidak seluruhnya di analisis dalam penelitian ini, alasannya di lapangan menawarkan cuma beberapa tanda-tanda tertentu saja yang memberi indikasi adanya ketidak sesuaiannya dengan faktor-aspek yang berpengaruh kepada kepuasan kerja dalam teori tersebut. Faktor-aspek yang berpengaruh bahwa kepuasan kerja ditetapkan dan yang akan dianalisis dalam penelitian ini yaitu aspek gaji/kemakmuran, faktor kekerabatan antar pribadi/rekan kerja, aspek kualitas supervisi, aspek karakteristik pekerjaan dan aspek potensi untuk meningkat / penawaran khusus.


Sumber-sumber Kepuasan Kerja dan Ketidakpuasan Kerja 
Herzberg (1959) memisahkan secara tajam antara sumber kepuasan kerja dan sumber ketidakpuasan kerja. Sumber-sumber kepuasan kerja disebut satisfiers yang mengarahkan terhadap semangat kerja dan motivasi kerja seseorang. Sumber- sumber kekecewaan kerja disebut dissatisfiers yang mengarahkan terhadap penegakan kepada lingkungan kerja yang kurang menguntungkan pemenuhan keperluan dasar seseorang, mencegah munculnya ketidakpuasan kerja. 
Mangkunegara (2006:121) menyebut, sumber-sumber kepuasan kerja
sebagai faktor pemotivasian (motivation factors) atau satisfiers, motivators, job content, intrinsic factors yang meliputi dorongan untuk berprestasi, kesempatan mendapat pekerjaan/ pengakuan , pekerjaan yang menawan, pekerjaan yang membutuhkan tanggung jawab yang besar (penuh tantangan) potensi untuk dipromosikan dan perkembangan-kemajuan dalam kepangkatannya. Jika faktor-aspek tersebut terpenuhi, maka seseorang akan menerima kepuasan, namun jika aspek tersebut tidak terpenuhi, maka seseorang tidak senantiasa merasakan adanya ketidak puasan. Sumber-sumber kekecewaan kerja disebut faktor pemeliharaan (maintenance factors) atau disebut pula dissatisfiers, hygiene factors, job contexts, extrinsic factors, yang meliputi kebijakan manajemen; kualitas supervisi teknis, kekerabatan dengan pengawas, hubungan antar eksklusif dengan rekan sejawat, honor/kesejahteraan, keamanan kerja, kondisi kerja dan kedudukan. Faktor ini dibutuhkan untuk memenuhi dorongan biologis serta keperluan dasar karyawan. Jika tidak terpenuhinya aspek ini, karyawan tidak akan puas. Jika besaran aspek ini memadai dalam menyanggupi kebutuhan tersebut, maka karyawan tidak akan kecewa meskipun belum terpuaskan. 
Sumber-sumber kepuasan kerja (Yasin,2002:476) hakekatnya ialah aspek-faktor kondisi dan karakteristik pekerjaan itu sendiri yang berpengaruh terhadap sikap dan sikap seseorang terhadap pekerjaannya, sedangkan sumber- sumber kekecewaan kerja hakekatnya yakni faktor-faktor suasana di luar pekerjaannya yang besar lengan berkuasa kepada perilaku dan perilaku seseorang terhadap pekerjaan itu. Faktor-faktor tersebut disebut dissatisfiers atau hygiene factors, yang berisikan honor/kesejahteraan, supervisi teknis, korelasi antar pribadi, kondisi kerja, kebijakan administrasi, kesempatan untuk tumbuh, keselamatan kerja, efek kerja terhadap kehidupan langsung dan status. 
Berdasarkan beberapa teori, rancangan dan usulan tersebut di atas maka mampu disimpulkan bahwa aspek-faktor yang kuat terhadap kepuasan kerja seseorang adalah 1) aspek psikologis ialah iman bahwa pekerjaan yang dikerjakan tersebut ialah mulia/minat kepada pekerjaan, kenyamanan dalam bekerja, sikap bahagia terhadap pekerjaan, dan perilaku yang mendukung organisasi; 2) faktor sosial ialah relasi dengan sesama sobat dan atasan, mutu pengawasan, keterlibatan dalam mengambil keputusan; 3) faktor fisik, yaitu jenis pekerjaan, pengaturan jam kerja, kondisi lingkungan kerja, kelengkapan peralatan kerja, keadaan kesehatan pegawai/struktur organisasi; 4) faktor finansial, ialah gaji, tunjangan jabatan, insentif berkenaan tugas lain, peluang penawaran spesial, peningkatan pangkat, penghargaan dan legalisasi, kesempatan memajukan wawasan dan ketrampilan. 
Berdasarkan beberapa teori dan rancangan tersebut di atas, maka mampu diasumsikan bahwa teori Herzberg paling sempurna bila dipraktekkan sebagai contoh dalam observasi pada tenaga kesehatan. Kepuasan kerja seseorang akan dipengaruhi oleh aspek-faktor yang berasal dari sumber kepuasan kerja, yakni aspek-faktor keadaan dalam pekerjaan (intrinsic job conditions) dan faktor-faktor yang berasal dari sumber ketidakpuasan kerja, adalah aspek-faktor keadaan di luar pekerjaan (extrinsic job conditions). 
Kepuasan kerja dalam observasi ini dipengaruhi faktor-aspek honor, dan peluang untuk meningkat /promosi. Faktor-aspek lain selain aspek-aspek tersebut yang berpengaruh kepada kepuasan kerja dianggap konstan alasannya adalah secara empiris memperlihatkan gejala yang tidak begitu terlihat dan kurang memberi perhatian.

Dampak Job Satisfaction 
Menurut Handoko (1998) kepuasan kerja mempengaruhi tingkat perputaran karyawan dan ketidakhadiran. Perusahaan bisa melihat bila kepuasan kerja berkembangmaka tingkat perputaran karyawan dan absensi akan menurun, atau sebaliknya. Sedangkan berdasarkan Luthans (2006) kepuasan kerja dapat mempengaruh tingkat kemangkiran (absenteeism), tingkat perpindahan (turnover) serta kinerja karyawan (performance). Pendapat lain yang dinyatakan oleh Hasibuan (2002) adalah: “Kepuasan kerja tidak memiliki tolak ukur alasannya setiap individu atau karyawan berlainan tolok ukur kepuasannya”.


Robbin (2008:184), kepuasan kerja berpusat pada efeknya pada kinerja karyawan. Dampak kepuasan kerja tersebut dapat dilihat dari produktivitas, kemangkiran dan keluarnya karyawan. 
1. Kepuasan kerja dan Produktivitas Pandangan mengenai hubungan kepuasan dan kinerja pada hakekatnya dapat diringkas dalam pernyataan “seorang pekerja yang senang ialah seorang pekerja yang produktif”. Produktivitas membimbing ke kepuasan kerja. Oleh alasannya itu perusahaan-perusahaan dengan karyawan yang lebih terpuaskan condong lebih efektif dari pada perusahaan-perusahaan dengan karyawan yang kurang terpuaskan.
2. Kepuasan kerja dan Kemangkiran Karyawan yang tidak terpuaskan lebih besar kemungkinannya tidak melakukan pekerjaan secara baik dan efektif. Jika perusahaan tidak memberikan aturan yang fleksibel maka hal ini akan menyebabkan kemangkiran dalam bekerja. Karyawan akan condong melakukan kewajiban-kewajibannya dengan baik dalam pekerjaan bila perusahaan juga memberikan bantuan-kontribusi yang memuaskan.
3. Kepuasan kerja dan tingkat keluarnya karyawan Kepuasan kerja juga berhubungan secara negatif dengan turn over karyawan. Tingkat kepuasan kerja tidak mampu dipakai untuk memprediksi keluarnya karyawan untuk mereka yang berkinerja tinggi. Perusahaan akan melakukan upaya cukup besar untuk menahan karyawan yang berkualitas untuk tidak

keluar dari perusahaan. Usaha yang dilakukan oleh perusahaan antara lain para karyawan mendapat upah, kebanggaan, legalisasi, peluang promosi yang meningkat dan seterusnya. Dan bagi karyawan yang memiliki kinerja buruk sedikit upaya perusahaan untuk menahan mereka. Bahkan mungkin ada tekanan halus untuk mendorong mereka supaya keluar.

Faktor-aspek Job Satisfaction 

Pengukuran kepuasan kerja sangatlah beraneka ragam sebab setiap individu mempunyai tolok ukur yang berlawanan-beda mengenai kepuasan kerja. Banyak aspek yang mensugesti kepuasan kerja. Faktor-aspek itu sendiri memberikan kepuasan kerja karyawan tergantung pada langsung masing-masing karyawan. Menurut Bloom (2000) aspek-aspek kepuasan kerja yakni selaku berikut:
1. Faktor perorangan, meliputi: umur, kesehatan, budbahasa dan keinginan. 
2. Faktor sosial, mencakup: korelasi kekeluargaan, persepsi masyarakat, kesempatan berkreasi, aktivitas perserikatan pekerja, kebebasan politik dan hubungan penduduk .
3. Faktor pekerjaan, mencakup: upah, pengawasan, ketentraman kerja, kondisi kerja, dan peluang untuk maju. 
Sedangkan menurut As’ad (2000) menyimpulkan faktor-faktor yang menghipnotis kepuasan kerja yakni: 1. Faktor psikologis, mencakup: perilaku kepada pekerjaan, talenta dan keahlian. 2. Faktor sosial, mencakup: sosialisasi antar sesama karyawan, atasan, maupun karyawan yang berbeda jenis pekerjaannya 3. Faktor fisik, meliputi: jenis pekerjaan, pengaturan waktu kerja, perlengkapan kerja, keadaan ruangan, dan sebagainya. 4. Faktor finansial, meliputi: tata cara dan besarnya gaji, jaminan sosial, sumbangan, akomodasi pekerjaan, penawaran spesial dan sebagainya.
Cara mengukur Kepuasan kerja 
Puas tidaknya seseorang dalam kerja sebenarnya dapat diukur. Namun semua itu sungguh relatif dan variatif, serta tergantung dari cara pengumpulan data maupun analisanya. Untuk mengukur kepuasan kerja, mampu digunakan skala indeks deskripsi jabatan, kuisioner dan lisan tampang. Robbin (2008: 138) Penjelasan pengukuran kepuasan kerja tersebut, dapat diterangkan sebagai berikut : 
1. Skala indeks deskripsi jabatan. Dalam pelaksanaannya, untuk mengukur kepuasan kerja dijalankan pertanyaan-pertanyaan terhadap seluruh karyawan, dimana pertanyaannya mencakup pekerjaan maupun jabatan, yang dinikmati sangat bagus dan sungguh jelek. Skala pengukuran perilaku mencakup lima area, antara lain : kerja itu sendiri, pengawasan, upah, penawaran khusus dan mitra kerja. Setiap pertanyaan yang diajukan, mesti dijawab dengan cara menandai jawabannya, tidak tahu atau tidak ada balasan.
2. Kuisioner. Pengukuran kepuasan kerja ini lebih diputuskan oleh jenis pertanyaan yang menyangkut pekerjaan yang dinikmati: sangat tidak puas, tidak puas, membuat puas dan sungguh membuat puas. Karyawan diminta menentukan salah satu alternatif balasan yang cocok dengan keadaan pekerjaannya

3. Ekspresi wajah. Pengukuran kepuasan kerja ini didasarkan atas gambar tampang- wajah orang, mulai dan sangat bangga, bangga, netral, cemberut, dan sungguh cemberut. Karyawan diminta untuk menentukan mulut wajah yang cocok dengan keadaan pekerjaan yang dicicipi pada dikala itu. 
Dalam penelitian ini, pengukuran kepuasan kerja karyawan akan menggunakan metode Kuisioner, sehingga hasil pengukuran diharapkan mampu obyektif, terbuka dan memenuhi target. Pengukuran kinerja organisasi tidak mampu terlepaskan dari kondisi
kepuasan kerja para karyawan, sebab karyawan merupakan salah satu aset organisasi, ialah bab yang tak terpisahkan, dan bahkan menjadi yang utama dari stakeholders yang ada. Kepuasan kerja ialah bagian yang integral dalam iklim organisasi dan ialah bagian yang penting dalam manajemen sumber daya manusia. Robbin(2008:141) 
Dari klarifikasi wacana kepuasan ini, terdapat dua hal penting yang berasal dari anutan tradisional perihal kepuasan selaku berikut : 
1. Kepuasan cuma ditentukan oleh imbalan nyata yang diterima oleh seseorang, dan perasaan seseorang terhadap imbalan yang semestinya diberikan oleh organisasi sehubungan dengan pelaksanaan kerja yang telah dia tunjukkan.
2. Kepuasan lebih banyak tergantung pada pelaksanaan kerja dari pada sebaliknya, yaitu pelaksanaan kerja tergantung pada kepuasan.

  Persebaran Tumbuhan Di Indonesia