Kematian Imam yang Menolak Jabatan Rezim

Jabatan strategis itu sungguh menggiurkan. Apalagi kalau itu suatu undangan atau seruan. Namun tak semua mengiyakan.

Nama aslinya An-Nu’man bin Zauthi At-Taimi & lahir pada tahun 80 hijriyah, di Kufah, Irak. Anak dr kepala suku ini kadung dipanggil  dgn Abu Hanifah.  Alasannya alasannya adalah ia selalu bersama tinta, yg dlm bahasa Irak disebut Hanifah.

Ia gemar bersedekah & mirip memiliki rumus dlm sedekah. Sejumlah duit dinar yg ia belanjakan untuk keperluan keluarga, sejumlah itu pula ia sedekahkan. Selain itu, ia pula pandai dlm memahami ilmu syar’i, tegas dlm memilih & mengambil hadits tumpuan. Ia hanya mau mengambil hadits shahih yg diriwayatkan  dr para sahabat & tidak ingin kalau diriwayatkan dr para tabiin.

Hal lain yg sungguh mencolokdr Imam Abu Hanifah ialah kekuatannya dlm ibadah shalat. Hampir setiap orang yg pernah akrab dengannya senantiasa mempunyai kesaksian yg sama. Imam Abu Hanifah biasa memiliki wudhu pada shalat Isya & bertahan hingga waktu shubuh.

Sepanjang waktu antara Isya & waktu sahur, ia isi dgn shalat & munajat. Ia hanya tidur sebentar di antara waktu Zuhur & Ashar. Keluarga akrab melihat hal tersebut dijalankan Imam Abu Hanifah selama kurang lebih empat puluh tahun.

Kehati-hatiannya dgn harta begitu sangat tinggi. Suatu kali ia menghadiahi seorang temannya sehelai baju. Imam Abu Hanifah mewanti-wanti sang sahabat kalau di salah satu belahan baju itu ada sedikit cacat. Kalau sewaktu-waktu baju itu akan dijual sang sobat. Sang imam meminta pada temannya itu untuk menyampaikan cacat di baju itu pada si pembeli. Karena sesuatu hal, sang sahabat Imam Abu Hannah jadinya memang betul-betul memasarkan baju tersebut. Sayangnya, ia lupa untuk memberikan pesan yg pernah disampaikan sang Imam soal cacat baju itu. ‘Apakah kau-sekalian kenal siapa yg membeli baju itu?’ ucap sang Imam pada temannya. ‘Aku tak kenal, & gue lupa ciri-ciri yg membeli baju itu,” jawab sang sobat.

  Perwira Lumpuh yang Selalu Bertawakal Kepada Allah (Bagian 2)

Untuk menebus kehati-hatian itu, Imam Abu Hanifah pribadi berinfak sejumlah harga baju yg ia hadiahkan pada temannya itu. Imam Abu Hanifah kerap menolak dgn tegas proposal jabatan yg diberikan oleh petinggi khalifah waktu itu.

Pada masa khalifah Al-Manshur, ia menolak proposal jabatan hakim agung dgn alasan ketidakmampuan dirinya dgn jabatan tinggi itu. Penolakan itu menimbulkan sang khalifah murka. Imam pun dipenjara. Juga disiksa. Sepertinya ada pihak-pihak yg menyebarkan hoaks kepada diri Imam. Menurut suatu riwayat ia diracun di penjara.

Imam karenanya meninggal di penjara, pada tahun 150 hijriah. Berkata Yahya bin Nadhr bin Hajib, Abu Hanifah wafat di Baghdad di medio Sya’ban. Ya’qub bin Syaibah mengatakan, “Aku diberitakan bahwa Abu Hanifah wafat dlm keadaan sujud.” [Akhbaar Abu Hanifah wa Ashaabuh, Ashaimary, hal 94]

Tawaran jabatan strategis tak membuat Imam gampang mendapatkan begitu saja. [@paramuda/Wargamasyarakat]