Kemajuan Audit Lingkungan Di Indonesia

Mungkin masih segar diingatan kita semua saat terjadi geger kebocoran pipa PT. Inti Indorayon Utama (PTIIU), Menteri Negara Lingkungan Hidup saat itu, Sarwono Kusumaatmadja segera menyerukan untuk dikerjakan Audit Lingkungan atas aktivitas perusahaan tersebut (Kompas, 10 November 1993). Atau insiden yang lagi menghangat dikala ini ialah semburan lumpur panas PT. Lapindo Brantas yang sudah memasuki bulan ketiga semenjak semburan pertama pada tanggal 29 Mei, telah menengelamkan 5 Desa, belasan pabrik dan memuntahkan sekitar 50,000 m3 lumpur panas perharinya (SCTV, Sigi 30 menit, 13 Agustus 2006) bahkan saat ini telah meraih 150,000 m3.
Pertanyaan mendasarnya ialah Sebenarnya apakah audit lingkungan itu? Seberapa pentingkah peran yang dilakukan dalam pengelolaan lingkungan?
Secara ringkas Audit Lingkungan adalah sistim penilaian yang dilaksanakan secara sistematis dan obyektif terhadap pengelolaan pengaruh yang ada maupun berpotensi efek dari kegiatan sebuah organisasi atas lingkungan yang juga besar lengan berkuasa kepada kinerja sebuah organisasi. Apa yang dievaluasi umumnya tergolong pengelolaan lingkungan dari organisasi itu, pentaatan kepada peraturan dalam pengelolaan lingkungan seperti emisi ke udara, pembuangan ke air, pengelolaan limbahnya, sistim dokumentasi, pelaporan, indikator kinerja, sistim tanggap darurat termasuk pula tanggung jawab administrasi, komunikasi dan kursus-kursus yang diberikan terhadap staffnya. 
Audit Lingkungan mampu dipraktekkan secara luas bukan saja bagi departemen-departemen di pemerintahan, juga untuk perusahaan bisnis, bahkan termasuk kalangan-golongan lingkungan. Salah satu teladan perusahaan yang menerapkan audit lingkungan lewat sistim manajemen lingkungan yakni PT Newmont Nusa Tenggara (PTNNT). Secara reguler pihak perusahaan melaksanakan audit lingkungan baik yang dilakukan oleh internal auditor PTNNT maupun auditor coorporate (yang lebih dikenal dengan Audit Five Star), hal yang diaudit meliputi faktor-faktor sistem manajemen dan tolok ukur kinerja. Salah satu bentuk Audit yang lain yang secara reguler diikuti oleh PTNNT adalah acara PROPER yang diselenggarakan oleh Kementerian Negara Lingkungan Hidup, dimana hasil kinerja perusahaan ini termasuk baik dalam pengelolaan lingkungannya.

Manfaat Audit Lingkungan
AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan), selaku suatu dokumen yang terdiri dari potensi-potensi dampak, skala besaran imbas, tata cara pengelolaan dan pemantauan dampak, yang ada sekarang sepantasnya dilengkapi dengan Audit Lingkungan. Karena salah satu kegunaan Audit Lingkungan yakni untuk menguji, mengevaluasi kinerja acara lingkungan dari suatu organisasi secara terencana sehingga akan memperkuat penerapan rekomendasi dalam dua dokumen penting di AMDAL, yakni RKL (Rencana Pengelolaan Lingkungan) dan RPL (Rencana Pemantauan Lingkungan) suatu acara. Apalagi Audit Lingkungan haruslah menjamin adanya database lingkungan yang menyeluruh untuk pengelolaan kewaspadaan serta pengambilan keputusan untuk pemantauan fasilitas yang sudah dan akan dibangun. 
Audit Lingkungan juga menolong pihak yang berwenang di bidang lingkungan, dengan memberi mereka berita kegiatan organisasi mengurus lingkungan dari data base di atas. Data base lingkungan yang tesedia, sebaliknya, akan mendongkrak gambaran perusahaan sebagai perusahaan yang bonafid dan dapat mengemban amanah dengan tumbuhnya kesadaran lingkungan dari penduduk .
Yang menjadi perdebatan, apakah audit Lingkungan itu bersifat keharusan (mandatory) sehingga mampu dipaksakan berlakunya oleh pemerintah, atau semata-mata kerelaan sang pengusaha untuk menjalankannya sebagai bab dari administrasi internal mereka? Karena itu ada usulan kalau memang Audit Lingkungan ialah urusan intern perusahaan, setidak-tidaknya persoalan trasnparansi menjadi penting disini, sehingga pihak luar mampu melaksanakan fungsinya selaku eksternal kontrol. Apalagi mengingat kesalahan dalam mengorganisir lingkungan tidak cuma ditanggung oleh pengusaha, namun juga penduduk yang lain.
Proses yang dilaksanakan untuk melaksanakan Audit Lingkungan haruslah dijalankan secara menyeluruh termasuk melakukan audit organisasi dan pesonalnya, penyelidikan lapangan (on-site investigation) dengan mewawancarai staff dengan variasi jabatannya, menganalisis dokumen-dokumen terkait, melakukan manajemen review yang pada alhasil dikerjakan pelaporan Audit dan anjuran tindak-lanjut acara untuk perbaikan berkelanjutan (continual improvement). Rekomendasi tindak lanjut merupakan komponen penting yang akan menenteng suatu organisasi kepada pergantian-perubahan dan pada muaranya terjadi perbaikan dalam pengelolaan lingkungan. 
Agar audit lingkungan dapat berjalan dengan efektif, setidaknya ada lima elemen penting yang mesti diamati. Pertama diharapkan janji dari perusahaan itu agar mau terbuka dan jujur dalam memberikan data. Hal di atas agak riskan mengenang pebisnis lazimnya enggan untuk membuka ‘jati dirinya’ karena kompetisi bisnis contohnya. Kedua, adanya Auditor yang mampu berdiri diatas kaki sendiri yang tidak mempunyai kepentingan apapun akan akomodasi yang sedang diaudit. Ini penting untuk mempertahankan keobyektifan penilaian, kemandirian auditor mesti pula dijaga supaya tidak terpengaruh oleh suasana atau tekanan lainnya dikala mereka melaksanakan kunjungan lapangan. Verifikasi mekanisme dan pengukuran kinerja, ialah dua hal berikutnya dari komponen Audit Lingkungan. Hal ini penting dilakukan biar ada kepastian bahwa info yang didapat memang sungguh-sungguh akurat. Terakhir, harus ada mekanisme tindak lanjut dari usulan yang didapat selama Audit Lingkungan. Jika tidak, maka usaha Audit Lingkungan yang sudah dijalankan menjadi tidak berguna.
Perkembangan Audit Lingkungan di Indonesia
Pada permulaan perkembangannya wacana tentang audit lingkungan mengalami perdebatan yang cukup panjang antara pihak yang berpikiran bahwa audit lingkungan hanya sebagai management tool yang lemah segi penegakannya maupun pihak yang beropini bahwa audit lingkungan bisa digunakan sebagai enforcement tool agar saran yang ada dalam RKL dan RPL mampu dilakukan.
Sehingga mampu dimengerti bahwa para praktisi, dan pembuat studi AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan) banyak yang pesimis akan kegunaan Audit Lingkungan alasannya adalah masalah khususnya yakni bagaimana rekomendasi-anjuran AMDAL mampu diterapkan, sehingga yang diperlukan adalah pengawasan (surveilance) dan penegakan (enforcement) supaya hasil studi AMDAL mampu dilakukan oleh pemrakarsa. Jika, persoalan penegakan tidak dapat dituntaskan, maka audit lingkungan dipandang cuma selaku tambahan pekerjaan dan biaya tanpa kejelasan makna tunjangan lingkungan lagi.
Nampaknya pemerintah lebih suka untuk melepaskan perdebatan perihal Audit Lingkungan. Keluarnya Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup NO.42 Tahun 94 perihal Pedoman Umum Pelaksanaan Audit Lingkungan sudah menegaskan sikap pemerintah dan menyelesaikan perdebatan apakah audit lingkungan bersifat sukarela atau keharusan. Surat Keputusan tersebut terang menyebutkan bahwa audit lingkungan yakni sukarela dan dengan ruang lingkup yang fleksibel. Jelas, hal ini sangat membutuhkan ‘niat baik’ dari sang pemrakarsa audit lingkungan untuk mau terbuka atas kegiatan mereka. Tetapi untuk ketidakpatuhan penanggung jawab perjuangan dan atau acara terhadap peraturan perundang-undangan maka Menteri memiliki hak untuk mengharuskan audit lingkungan terhadap perjuangan/kegiatan tersebut (KepMENLH 30/2001). 
Menyimak masalah PT. IIU maupun PT. Lapindo Brantas apakah kita semua tahu wacana langkah tindak lanjut maupun penyebab dari insiden tersebut yang bahu-membahu atau parahnya lagi apakah mereka sudah melaksanakan audit lingkungan? Kita hanya mendengarkan info dari media padahal efek yang ditimbulkan sangatlah besar bukan semata cuma dari sisi lingkungan namun sudah mengarah ke sosial. Jika telah begini, maka apa yang disinyalir para praktisi AMDAL akan mendekati kenyataan; bahwa audit lingkungan menjadi tidak bermakna.
Agar audit lingkungan dapat berjalan dengan efektif, setidaknya ada lima komponen penting yang mesti diperhatikan. Pertama diharapkan janji dari perusahaan itu semoga mau terbuka dan jujur dalam menawarkan data. Kedua, adanya Auditor yang berdikari yang tidak mempunyai kepentingan apapun akan akomodasi yang sedang diaudit. Terakhir, mesti ada prosedur tindak lanjut dari saran yang didapat selama Audit Lingkungan. Jika tidak, maka perjuangan Audit Lingkungan yang telah dilaksanakan menjadi tidak berguna.

Audit Lingkungan itu bersifat kewajiban (mandatory) sehingga mampu dipaksakan berlakunya oleh pemerintah, atau semata-mata kerelaan sang usahawan untuk menjalankannya sebagai bagian dari administrasi internal mereka? Karena itu ada pertimbangan jikalau memang Audit Lingkungan ialah masalah intern perusahaan, setidak-tidaknya problem trasnparansi menjadi penting disini, sehingga pihak luar mampu menjalankan fungsinya selaku eksternal kontrol.