“Kalian akan mendakwahi insan pada hari Jumat,” kata Hasan Al Banna ketika menunjukkan pembekalan pada kandidat khatib, “maka berpuasalah pada hari Kamis & dirikanlah sholat tahajud di malam harinya.”
Hasan Al Banna menyadari betul bahwa mendakwahi manusia –tergolong khutbah Jumat- yakni proyek ilahiyah mengganti hati insan. Dan sungguh tak ada yg kuasa mengubah hati kecuali Allah sendiri. Karenanya dlm tausiyahnya ia menekankan para dai untuk mendekat pada Allah sedekat-dekatnya, hingga ia berkenan menolong para daiNya. Membersamai dakwah & khutbah mereka dgn hidayahNya.
Dan inilah rahasia kekuatan dakwah para dai Ikhwanul Muslimin waktu itu; kekuatan ruhiyah. Maka dlm waktu singkat orang-orang berbondong-bondong menyambut dakwah islamiyah yg digelorakan Ikhwanul Muslimin. Dalam waktu singkat terjadi pertumbuhan cepat. Masyarakat berubah. Tercelup dgn celupan dakwah.
Pabrik milik Inggris di Ismailiyah menjelma mirip pesantren. Sebuah lokalisasi tutup dgn sendirinya sehabis nyaris semua pekerjanya bertaubat & mendirikan ma’had untuk muslimah. Cabang dakwah Ikhwan menyebar dgn cepat ke puluhan kota di Mesir. Khutbah Jumat & ceramah-ceramah dai Ikhwan ditunggu-tunggu. Umat seperti bertemu dgn oase yg telah lama mereka rindu.
Taujih Hasan Al Banna pada para khatib untuk mengutamakan kekuatan ruhiyah itu sebenarnya berangkat dr pemahamannya yg syamil ihwal dakwah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Taujih kekuatan ruhiyah itu bahwasanya berangkat dr komitmennya untuk ittiba’ pada dakwah Nabinya.
Ketika Nabi Muhammad diutus menjadi Rasulullah & diperintah untuk mendakwahi umat manusia, Allah menuntunnya untuk membangun kekuatan ruhiyah dgn taqarrub kepadaNya. Maka Ia turunkan firman-firman di fase awal dakwah Makkiyah:
يَا أَيُّهَا الْمُزَّمِّلُ . قُمِ اللَّيْلَ إِلَّا قَلِيلًا . نِصْفَهُ أَوِ انْقُصْ مِنْهُ قَلِيلًا . أَوْ زِدْ عَلَيْهِ وَرَتِّلِ الْقُرْآَنَ تَرْتِيلًا . إِنَّا سَنُلْقِي عَلَيْكَ قَوْلًا ثَقِيلًا
“Hai orang yg berselimut (Muhammad), bangunlah (untuk sholat) di malam hari, kecuali sedikit (daripadanya), (yaitu) seperduanya atau kurangilah dr seperdua itu sedikit. atau lebih dr seperdua itu. Dan bacalah Al Alquran itu dgn perlahan-lahan. Sesungguhnya Kami akan menurunkan kapadamu perkataan yg berat…” (QS. Al Muzammil: 1–6)
Dua di antara amal membangun kekuatan ruhiyah itu yakni shalat malam & tilawah. Dua hal ini pula yg diingatkan oleh Buya Hamka selaku bekal dai ketika dia menafsirkan surat Al Ankabut ayat 45.
Maka ikhwah fillah… jikalau hari ini dakwah kita kurang disambut, periksalah kedekatan kita dgn Allah Subhanahu wa Ta’ala. Jika permintaan dakwah kita kurang didengar, periksalah kekerabatan kita dgn Allah Azza wa Jalla.
Sudahkah kita bangun di tengah malam atau di sepertiga malam untuk sholat & bermunajat kepadaNya? Atau kita asyik mendengkur di atas kasur? Lalu bagaimana Allah akan memberikan kekuatanNya untuk mengganti umat manusia kalau kita sendiri gegabah, tak mendekat kepadaNya? Bisa saja kita beralasan kelelahan, tidur kemalamam alasannya adalah aktifitas dakwah yg padat & telat pulang. Namun, apakah Allah menerima alasan-argumentasi itu begitu saja?
Sudahkah kita mendawamkan tilawah? Atau hari-hari kita lewat begitu saja tanpa membaca firmanNya dgn tartil & mentadabburinya? Lalu bagaimana Allah akan memberikan kekuatanNya pada kata-kata kita jikalau verbal kita tak dekat dgn firmanNya? Bisa saja kita beralasan banyak kegiatan, tak ada lagi waktu karena aktifitas pekerjaan & acara yg tak pernah berhenti. Namun, apakah Allah menerima alasan-argumentasi itu begitu saja? [Muchlisin BK/Wargamasyarakat]