Siapa yang tidak mau jadi orang kaya? Semua orang pasti menginginkannya dan berjuang mati-matian menggapai kekayaan supaya hidup yummy di dunia.
Tapi apa sih arti kekayaan tersebut dan apakah pantas kita membanggakan kekayaan bahan?.
Cerita berikut ini yakni pengalaman faktual aku dikala aktivitas sekolah live-in di Batu Malang. Saat itu saya diperintahkan untuk mendampingi siswa di sana.
Sekolah kami beberapa minggu lalu melakukan acara outdoor ialah live in di salah satu desa di Batu Malang Jawa Timur.
Perjalanan memakai kereta api dari Bekasi yang sangat melelahkan tentunya. Saya tidak akan menceritakan wacana bagaimana perjalanan 17 jam di kereta namun pribadi saja langsung ke pokok bahan tadi.
Pagi hari kami datang di stasiun dan eksklusif menuju lokasi desa tempat live in di kaki Gunung Arjuna.
Jadi satu kelompok siswa akan tinggal di salah satu rumah keluarga di sana yang mayoritas sih petani sayuran.
Apa sih yang kita fikirkan tentang desa? Tentu suasananya yang hening, asri dan masyarakatnya ramah. Memang hal tersebut nampak pada desa tempat kami tinggal.
Di satu kesempatan malam hari kami diundang untuk mendatangi salah satu rumah petani yang juga kawasan beberapa siswa tinggal, katanya sih pemilik rumahnya ialah seorang petani.
Lalu dikala kami sampai depan rumah maka kami terkejut alasannya memperoleh rumah seperti ini dibawah.
Rumah petani di desa |
Apakah ini rumah seorang petani?. Iya petani berinisial Bapak “B”. Kami kemudian masuk dan ngobrol-ngobrol. Di dalam rumah, sang pemilik menggunakan sarung dan baju koko ditemani isterinya yang menyajikan aneka makanan.
Makanan-kuliner di desa diambil pribadi dari lahan pertanian, masih segar, bersih dan sehat. Saya kemudian mengajak ngobrol bapak pemilik rumah tersebut.
Nada suaranya lembut, tidak terlihat angkuh dan umumsaja. Beliau ternyata punya rumah banyak dan perjuangan pertanian yang luas.
Esoknya aku diajak untuk melihat panen di lahan miliknya yang berada di kaki Arjuna. Perjalanan dari rumah menggunakan kendaraan beroda empat. Mobilnya biasa saja, tidak terlalu mewah dan tidak terlampau jelek juga, yang penting mampu naik turun gunung.
Setibanya di lahan pertanian, aku menyaksikan hamparan pemandangan desa yang sangat indah, hening di kaki pegunungan. Saya percaya masyarakatsini tidak tertekan dengan kemacetan, nyari kerja, polusi dll.
Saya lalu mengajukan pertanyaan terhadap bapak petani tersebut perihal penghasilannya. Ia jawab bahwa saban hari panen selalu dilaksanakan dan sekali panen mampu 6 ton wortel minimal, jadi hasil bersihnya 30 jutaan PER HARI. Ingat per hari ya!.
Kayaknya cocok nih jadi petani |
Ternyata bapak petani ini orang kaya dan mempunyai banyak lahan dan pegawai pastinya. Ia sama sekali tidak memberikan diri selaku orang kaya, umumsaja seperti orang desa pada umumnya.
Makara dari kegiatan live ini di desa ini aku dan siswa-siswa mendapatkan pelajaran berguna bahwa kekayaan sejati itu adalah kesederhanaan. Tidak perlu kekayaan materi yang sebenarnya hanya titipan ini kita banggakan.
Tidak pelru mencitrakan diri sebagai orang kaya alasannya adalah ada yang lebih kaya dan Maha Kaya dari kita.