Kejadian Perang Salib Dan Invasi Mongol Pada Periode Abbasiyah

                                                       

 Oleh: Syafieh, M. Fil. I

A.    PENDAHULUAN

            Sejak kekuasaan Bani Abbasiyah didominasi oleh orang-orang Turki, Buwaihi dan Saljuk, Otoritas kekuasaanya tidak mempunyai pengaruh politik sama sekali dan dapat dikatan cuma selaku boneka saja. Hal ini ditandai dengan melemahnya kepatuhan dinasti-dinasti kecil yang berada dibawah taring kekuasannya. Perpecahan dikalangan umat islam membuka jalan bagi rezim-rezim non-muslim seperti Mongol dan pasukan dari Negara-negara Eropa untuk menguasai Negara Islam dan peradabannya.

            Perang salib menjadikan banyak kerugian dikalangan umat Islam khususnya dalam faktor politik. Imeprium Islam dihancurkan secara sistematik.  Belum lagi kedatangan orang-orang Mongol yang menenteng bencana dan bencana kepada umat Islam melalui pembantaian, sistem perbudakan dan bebean pajak yang tinggi. Bahkan Baghdad selaku sentra kebudayaan dan peradaban islam yang sungguh kaya dengan khazanah ilmu wawasan takut pula dibumi hanguskan oleh Hulagu Khan dan pasukannya.

            Untuk mengenali sejauh mana proses dan dampak yang ditimbulkan dari serangan-serangan (invasi) bangsa Mongol dan perang salib tersebut, maka ini aspek latar belakang kami selaku pemakalah dalam menyusun makalah ini. Dan kami akan mengurainya secara terang.

B. SEJARAH PERANG SALIB

1.      Timbulnya Perang Salib

Perang salib (The Crusader War) ialah serangkaian perang agama selama hampir dua periode selaku reaksi kristen eropa kepada Islam asia. Perang ini terjadi alasannya adalah sejumlah kota dan kawasan suci Nasrani diduduki Islam sejak 632, mirip di Suriah, Asia Kecil, Spanyol, dan Sicilia. Militer Kristen memakai salib selaku simbol yang menunjukkan bahwa perang ini suci dan bermaksud membebaskan kota suci baitul maqdis (Yerusalem) dari orang Islam.

Perang salib awalnya disebabkan adanya kompetisi efek antara Islam dan Kristen. Penguasa Islam AIP Arselan yang memimpin gerakan perluasan yang lalu dikenal dengan “Peristiwa Manzikart”. [1]

Pada tahun 464 H (1071 M), serdadu ALP Arselan yang cuma berkekuatan 15.000 serdadu, dalam peristiwa ini sukses mengalahkan prajurit romawi yang berjumlah 200.000 orang, berisikan tentara Romawi, Ghuz, Al-Akraj, Al-Hajr, Prancis, dan Armenia. Peristiwa besar ini menanamkan benih permusuhan dan kebencian orang-orang Nasrani kepada umat islam, yang lalu mencetuskan Perang Salip. Kebencian itu bertambah sesudah dinasti Seljuk mampu merebut Bait Al-Maqdis pada tahun 471 H dari kekuasaan Dinasti Fathimiyah yang berkedudukan di Mesir. [2]

Menurut Phillip K. Hittin, Perang Salib ialah reaksi dunia Nasrani di Eropa kepada dunia Islam di Asia. Dilihat dari sudut lain, maka aspek-aspek yang turut menjadikan perang salib adalah harapan mengembara kemiliteran bangsa Tentonia. Akan tetapi, yang merupakan penyebab eksklusif terjadinya perang salip ialah seruan kaisar Alexius Comnenus tahun 1095, terhadap Paus Urbanus II. Kaisar dari Bizantium ini meminta pinjaman dari Romawi, alasannya adalah daerah-daerahnya yang tersebar sampai ke pesisir bahari Marmura ditindas-binasakan oleh Bani Saljuk. Bahkan, kota Konstantinopel sentra kekuasaan Romawi diancam direbut oleh kaum muslimin. [3]

2.      Sebab-alasannya adalah Perang Salib

Ada beberapa aspek yang menyebabkan terjadinya perang salip. Adapun yang menjadi faktor utama yang mengakibatkan terjadinya perang salib, ada tiga hal, yakni agama, politik, dan sosial ekonomi.

a)      Faktor agama

Sejak dinasti Saljuk merebut Baitul Maqdis dari tangan Dinasti Fathimiyah pada tahun 1070 M, pihak Nasrani merasa tidak bebas lagi menunaikan ibadah ke sana sebab penguasa Saljuk menetapkan sejumlah peraturan yang dianggap mempersulit mereka yang akan melaksanakan ibadah ke Baitul Maqdis. Umat Katolik merasa perlakuaan apara penguasa Dinasti Saljuk sangat berlainan dari para penguasa islam yang lain yang pernah berkuasa di daerah itu sebelumnya.

b)      Faktor politik

Ketika itu dinasti Saljuk di Asia Kecil sedang mengalami perpecahan, dan Dinasti Fathimiyah di Mesir dalam keadaan lumpuh, sementara kekuasaan islam di Spanyol kian goyang. Situasi yang demikian, mendorong para penguasa Katolik di Eropa untuk merebut satu persatu tempat kekuasaan islam, mirip dinasti kecil di Edessa dan Baitul Maqdis.

c)      Faktor sosial ekonomi

Stratifikasi sosial penduduk eropa dikala itu berisikan tiga kalangan, yakni kaum gereja, kaum aristokrat, serta kesatria, dan rakyat jelata. Meskipun ialah dominan dalam masyarakat, kelompok yang terakhir ini menempati kelas yang terendah. Kehidupan mereka sangat tertindas dan terhina. Oleh karena itu, mereka di mobilisasi oleh pihak-pihak gereja untuk turut mengambil bagian dalam perang salib dengan janji akan diberikan keleluasaan dan kesejahteraan yang lebih baik jika perang mampu di menangkan. Mereka menyambut permintaan itu secara impulsif dengan melibatkan diri dalam perang tersebut.[4

3.      Periodisasi Perang Salib

Para sejarawan berlainan pendapat dalam menetapkan periodisasi perang salib. Prof. Ahmad Syalabi dalam At-Tarikh Al Islami wa Al-Hadharat Al-Islamiyyah misalnya, membagi periodisasi perang salib itu terbagi atas tujuh kala.

Sedangkan menurut Dr. Badri Yatim, M.A, bahwa perang salib mampu dibagi dalam 3 era. Menurut Phillip K. Hitti dalam The Arabs A Short History, pembagian perang salib yang lebih sempurna ialah sebagai berikut:

1.      Periode penaklukkan (1096-1144 M)

  Perkembangan Islam Pada Masa Abbasiyah

2.      Periode reaksi umat islam (1144-1192 M)

3.      Periode perang Saudara skala kecil atau kurun kehamcuran dalam pasukan salib (1192-1291 M). disebut Perang Saudara kecil-kecilan atau kala ini gampang diketahui disemangati ambisi politik untuk menemukan kekuasaan dan sesuatu yang bersifat materi ketimbang motivasi agama. [5]

1.      Periode pertama (1095-1147 M)

Pada isu terkini semi tahun 1095 M, 150.000 orang Eropa sebagian besar bangsa Perancis dan Norman, berangkat menuju konstantinopel, kemudian ke palestina. Tentara salib yang dipimpin oleh Gudfrey, Bohemond, dan Raymond, ini menemukan kemenangan besar. Pada tanggal 18 Juni 1097 mereka berhasil menaklukkan Nicea dan tahun 1098 M menguasai Raha (Edessa). Disini mereka mendirikan kerajaan Latin I dengan Baldawin sebagai Raja. Pada tahun yang serupa mereka mampu menguasai Antiochea dan mendirikan kerajaan II di Timur. Bohemond dilantik sebagai rajanya. Mereka juga berhasil menduduki Baitul Maqdis (15 Juli 1099 M) dan mendirikan kerajaan Latin II dengan rajanya, Godfrey. Setelah penaklukkan Baitul maqdis itu, serdadu salib melanjutkan ekspansinya. Mereka menguasai kota Akka (1104 M), Tripoli (1109 M) dan kota Tyre (1124 M). Di Tripoli mereka mendirikan kerajaan Latin IV, rajanya ialah Raymond. [6]

2.        Periode kedua (1147-1179 M)

Pada tahun 1147-1179 M dipimpin oleh raja Louis VII dari Perancis, Kaisar Krurad dari jerman, dan putra Roger dari Sisilia. Menyambut kedatangan angkatan kedua Salibiyah, muncullah pendekar Nuruddin Zanki, Putra Imanuddin Zanki dan prajurit Salib II tidak dapat berbuat banyak, bahkan dimana-mana mampu dikalahkan.

Di Mesir peperangan salib ini melahirkan hero yang termansyur namanya ialah Sultan Shalahuddin Al-Ayyubi. Dengan pimpinan Shalahuddin ini bahkan prajurit Islam mampu merebut kembali Baitul Maqdis, kota yang menjadi tujuan tentara salib.[7]

3.      Periode ketiga

Tentara Salib pada periode ketiga ini dipimpin oleh raja jerman, Frederick II. Kali ini mereka berusaha merebut Mesir apalagi dahulu sebelum ke Palestina, dengan harapan menerima bantuan dari orang-orang Kristen Qibti.

Pada tahun 1219 M, mereka berhasil menduduki Dimyat Raja mesir dari Dinasti Ayyubiyah. Waktu itu, Al-Malik Al-Kamil, membuat kesepakatandengan Frederick. Isinya antara lain, Frederick bersedia melepaskan dimyat, sementara Al-Malik Al-Kamil melepaskan Palestina. Frederick menjamin keamanan kaum muslimin di sana dan Frederick tidak mengirim perlindungan terhadap Katolik Syria. Dalam perkembangan selanjutnya, Palestina mampu direbut kembali oleh kaum muslimin tahun 1247 M, di kurun Pemerintahan Al-Malik Al-Shalih, penguasa Mesir selanjutnya. Ketika mesir dikuasai oleh dinasti Mamalik yang mengambil alih posisi dinasti Ayyubiyah pimpinan perang dipegang oleh Baybars dan Qalwun. Pada masa merekalah Akka mampu direbut kembali oleh kaum muslimin, tahun 1291 M.[8]

Demikianlah perang salib yang terjadi di timur. Perang ini tidak hanya berhenti di barat, di Spanyol, hingga hasilnya umat Islam terusir dari Spanyol Eropa. Akan namun, walaupun demikian mereka tidak dapat menurunkan bendera Islam dari Palestina. [9]

C. INVASI MONGOL

1.      Silsilah Bangsa Mongol

Fakta sejarah mengungkapkan bahwa penggagas bangsa Mongol yakni Yesugay, ayah dari Chinggis Khan. Setelah akhir hayat Yesugay, Chinggis Khan memimpin bangsa Mongol. Nama terperinci Chinggis adalah Temujin yang lahir pada tahun 1154 M. Dan memproklamasikan sebagai Khan (raja) pada tahun 1219, bangsa Mongol menaklukkan Cina seluruh bangsa Tartar. Sejak itu, umat Islam dikelola oleh beberapa dinasti gres.

Dalam goresan pena Ali Mufrodi dijelaskan bahwa asal mula bangsa Mongol yaitu dari masyarakat hutan yang mendiami Siberia dan Mongol luar disekitar danau Baikal. Temujin adalah seorang terpelajar besi yang mencuat namanya alasannya adalah mengungguli pertengkaran dengan orang Khan atau Togril, seorang kepala suku Kereyt. Chinggis sebenarnya yaitu gelar bagi temujin yang diberikan kepadanya oleh sidang kepala-kepala suku Mongol yang mengangkatnya sebagai pemimpin tertinggi bangsa itu pada tahun 1206.

Chinggis Khan menyempurnakan moral masyarakatnya dengan undang-undang yang dibuatnya, adalah Yasa atau Yasaq. Isi undang-undang tersebut antara lain yaitu aturan mati bagi siapa yang berbuat perzinaan, sengaja berbohong, melaksanakan magic, intel, membantu salah satu dari 2 orang yang bertikai, memberi makan atau busana terhadap tawanan perang tanpa izin dan bagi yang gagal melaporkan budak belian yang melarikan diri juga dikenakan eksekusi mati.

Bangsa yang dipimpinnya meluas ke wilayah Tibet (Cina Barat Laut), dan Cina pada tahun 1213, serta dapat menaklukkan Beijing pada tahun 1215. Ia menundukkan Turkistan pada tahun 1218 yang berbatasan dengan wilayah Islam, yakni Khwarazm Syah. Invasi Mongol ke kawasan Islam terjadi sebab adanya peristiwa Utrar pada tahun 1218, ialah saat Gubernur Khawarazm membunuh para utusan Chinggis yang diikuti pula oleh para saudagar muslim.kejadian tersebut menyebabkan Mongol menyerbu kawasan Islam dan dapat menaklukkan Transoxania yang merupakan daerah Khwarazm tahun 1219-1220, padahal sebelumnya mereka justru hidup berdampingan secara hening satu sama lain. Kota Bukhara di Samarkand yang didalamnya terdapat makam Imam Bukhari, salah seorang perawi hadis yang termansyur, dihancurkan. Jalaluddin, penguasa Khwarazm yang berusaha meminta sumbangan terhadap Khalifah Abbasiyah di Baghdad, menghindari diri dari serbuan Mongol. Ia dikejar oleh lawannya hingga ke india pada tahun 1221, dan alhasil ia lari ke barat. Toluy, salah seorang anak Chinggis, diutus ke Khurasan, sementara anaknya yang lain, yaitu Jochi dan Chaghatay bergerak untuk merebut wilayah sungai Sir Darya Bawah dan Khwarazm.

Wilayah kekuasaan Jengis Khan yang luas tersebut dibagi untuk empat orang putranya sebelum ia meninggal dunia pada tahun 624/1227. Pertama adalah Jochi, anaknya yang sulung mendapat wilayah Siberia bagian barat dan stepa Qipchaq yang membentang hingga ke Rusia Selatan, di dalamnya terdapat Khwarazm. Kedua yaitu Chaghatay, menerima wilayah yang membentang ke timur, sejak Transoxania hingga Turkistan Timur atau Turkistan Cina. Ketiga  bernama Ogedey, adalah putra Jengis Khan yang terpilih oleh Dewan Pemimpin Mongol untuk menggantikan ayahnya selaku Khan Agung yang mempunyai wilayah di Pamirs dan T’ien Syan. Keempat yaitu Toluy, si bungsu menerima bagian kawasan Mongolia sendiri. Anak-anaknya, yakni Mongke dan Qubilay mengambil alih Ogedey selaku Khan Agung.

2.      Invasi Mongol Sampai Baghdad Jatuh

Invasi Mongol terjadi pada kala pemerintahan Iltutmish pada tahun 1221 M. Orang-orang Mongol muncul untuk pertama kalinya ditepi Sungai Indus di bawah pemimpin mereka yang terkenal, Jengis Khan. Jengis Khan menyebabkan orang-orang Mongol sebagai kekuatan politik dan militer yang paling besar di Asia. Dia menundukkan negeri-negeri Asia Tengah dan Asia Barat dengan segera, dan saat ia menyerang Jalaluddin, Syah Khawarizm yang terakhir, Syah tersebut melarikan diri ke Punjab dan mencari pertolongan di daerah jajahan Iltutmish.

Kisah jaruhnya ibukota Abbasiyah pada tahun 1258, yang diresmikan oleh khalifah kedua, Al-Mansur terjadi setelah diblokade kota “Seribu Satu Malam”, dinding-dinding Baghdad yang kuat diserang oleh pasukan Holako Khan pada bulan Januari 1258. Orang-orang mongol tidak mau mendapatkan syarat-syarat yang diajukan oleh pihak Abbasiyah untuk mendapatkan penyerahan kota. Bahkan, mereka tidak mampu mendapatkan ancaman-ancaman yang direkayasa dan dipercayai oleh masyarakatBaghdad, mirip akan hancur bagi siapa pun yang memusuhi khalifah Abbasiyah dan jika khalifah dibunuh, kesatuan alam akan terusik, matahari akan bersembunyi, hujan akan terhenti turun, dan berkembang-flora tidak akan hidup lagi. Hulako tidak mau menerima ancaman yang berbau gaib itu alasannya adalah ia telah dinasihati oleh para astropolognya.

Akhirnya, pasukan Mongol menyerang kota pada tanggal 10 Februari 1258. Khalifah beserta 300 pejabat tinggi Negara mengalah tanpa syarat. Hulako mengenakan gelar II khan dan menguasai kawasan yang lebih luas lagi sehingga ke Siria Utara, mirip kota Aleppo, Hama, Harim.

Dalam tulidan Philip K. Hitti, dijelaskan bahwa pada tahun 1253, Hulagu, cucu Jengis Khan, bergerak dari Mongol memimpin pasukan berkekuatan besar untuk membasmi golongan pembunuh (hasyasyin) dan menyerang kekhalifahan Abbasiyah. Inilah gelombang serangan kedua yang dijalankan bangsa Mongol.

Pada 1256, sejumlah besar benteng Hasyasyin, termasuk “puri induk” di Alamut, telah direbut tanpa sedikitpun kesulitan, dan kekuasaan kelompok yang cemas hancur-lebur. Bahkan lebih tragis lagi, bayi-bayi disembelih dengan kejam. Pada Januari1258, anak buah Hulagu bergerak untuk meruntuhkan tembok ibukota. Selanjutnya, ia ingin merebut Mesir, namun malang, pasukan Mamluk rupanya lebih besar lengan berkuasa dan lebih akil sehingga pasukan Mongol mampu dipukul di ‘Ain Jalut, Palestina, pada tahun 1260. Ia pun mengurungkan niatnya melangkahi Mesir. Atas rekomendasi Nasiruddin At-Tusi, seorang filosof muslim besar, beliau membangun observatorium di Maragha pada tahun 1259.

Pada tahun 1260, pasukan Hulagu mengancam Suriah Utara. Selain merebut Aleppo dan menebaskan pedangnya untuk membantai sekitar 50.000 orangnya, dia juga merebut Hamah dan Harim. Setelah mendelegasikan seorang jenderal untuk mengepung Damaskus, hasilnya ia -alasannya adalah merasa terbebani oleh kematian saudaranya, Khan Yang Agung -pulang ke Persia. Balatentara yang ditinggalkannya, stelah menaklukkan Suriah di hancurkan pada tahun 1260 di ‘ain Jalut (mata ait Goliath).

Sebagai pendiri Kerajaan Mongol di Persia-yang terbentang dari Amu Darya hingga perbatasan Suriah, dan dari pegunungan Kaukasus sampai Samudera Hindia. Hulagu ialah raja pertama yang memangku gelar II khan. Gelar ini disandang oleh para penerusnya sampai penerus ke tujuh, Ghazan Mahmud, yang dibawah kekuasaannya, islam dengan kecenderungan Syiah menjadi agama Negara. Dibawah rezim Ilkhan atau Hulagu, Baghdad diturunkan posisinya menjadi ibukota provinsi dengan nama Iraq Al-‘Arabi. Hulagu yang memerintah hingga tahun 1265 digantikan oleh anaknya, Abaqa.orang-orangMongol II Khaniyah ini bersekutu dengan orang –orang salib, penguasa Nasrani Eropa, Armeria, Cilicia untul melawan Mamluk.

3.      Batas Kekuasaan Mongol

Wilayah kultur arab menjadi jajahan Mongol setelah Baghdad ditaklukkan oleh Hulagu Khan pada tahun 1258. Ia membentuk kerajaan II Khaniyah yang berpusat di Tabris dan Maragha. Ia dipercaya oleh saudaranya, Mongke Khan untuk mengembalikan wilayah-kawasan Mongol di Asia Barat yang telah lepas dari kekuasaan Mongol setelah sepeninggalnya Chinggis. Ia berangkat disertai pasukan yang besar untuk menunaikan tugas pada tahun 1253 dari Mongolia. Atas iktikad saudaranya tersebut, Hulagu dapat menguasai wilayah yang luas, seperti Persia, Irak, Caucasus, dan Asia kecil. Sebelum menundukkan Baghdad, ia telah menguasai pusat gerakan Syiah Islamiyah di Persia Utara, tahun 1256 yang sudah bersekutu dengan Mamluk, penguasa Muslim yang berpusat di Mesir. Hubungan dinasti II Khaniyah usang-kelamaan renggang dengan saudara-saudaranya, khususnya sehabis meninggalnya Qubilay Khan pada tahun 1294 perselisihan dalam badan II Khaniyah sendiri mengakibatkan terpecahnya kerajaan menjadi dinasti kecil yang bersifat local.

Dari sini, dapat dilihat bahwa kultur islam yang ada di daerah budaya arab, seperti Irak dan Siria, serta sebagian Persia sebelah barat, meskipun secara pilitis mampu ditaklukkan oleh Mongol, alhasil Mongol sendiri terserap kedalam budaya Islam. Dapat disimplkan bahwa akar budaya islam dikawasan budaya arab ditugaskan bikan hanya dinasti yang berbangsa arab saja, tetapi siapa yang berpengaruh akan memerintah wilayah tersebut.

  Bani Umayyah Ii : Kemajuan Islam Di Spanyol Andalusia

4.      Akibat Serangan Mongol kepada Islam

Ada 2 efek akhir terjadinya Baghdad jatuh ke Mongol, yaitu imbas aktual dan pengaruh negatif. Dampak negatifnya yaitu kehancuran terperinci dimana-mana balasan serangan Mongol sejak wilayah timur hingga ke barat. Kehancuran kota-kota dengan bangunan-bangunan yang memperburuk situasi umat islam. Pembunuhan terhadap umat islam terjadi, bukan cuma pada era Hulagu yang membunuh Khalifah Abbasiyah dan keluarganya, tetapi pembunuhan dijalankan juga kepada umat islam yang tidak berdosa. Argun membunuh umat islam dan mencopotnya dari jabatan-jabatan penting Negara.

Bangsa Mongol yang sal mulanya memeluk agama nenek moyang mereka, lalu beralih memeluk agama Budha rupanya bersimpati terhadap orang-orang Kristen yang berdiri kembali pada masa itu dan menghalang-halangi dakwah islam di kalangan Mongol. Yang lebih fatalnya lagi ialah hancurnya Baghdad selaku pusat dinasti Abbasiyah yang didalamnya terdapat kawasan belajar dengan fasilitas perpustakaan, hilang lenyap dibakat oleh Hulagu.

Ada pula dampak positifnya antara lain disebabkan mereka berasimilasi dan bergaul dengan masyarakat muslim dalam rentang waktu yang panjang, seperti yang dijalankan oleh Gazan Khan (1295-1304) yang menjadikan islam selaku agama resmi kerajaannya, meskipun dia pada mulanya beragama Budaha. Rupanya, beliau sudah mempelajari agama-agama sebelum memutuskan keislamannya, dan yang lebih mendorongnya masuk Islam ialah pengaruh seorang menterinya Rasyiduddin yang akil dan andal sejarah yang terkemuka yang selalu dialog dengannya, dan Nawruz, seorang gubernurnya untuk beberapa provinsi Siria. Ia memerintahkan kaum Katolik dan Yahudi untuk membayar jizyah dan menyuruh mencetak duit yang bercirikan islam, melarang riba, menyuruh para pemimpinnya memakai sorban. Ia meninggal dikala masih berumur 32 tahun, alasannya tekanan batin yang berat sehingga ia sakit dan menyebabkan kematiannya dikala pasukannya kalah di Siria dan munculnya sebuah komplotan yang berusaha untuk mengusirnya dari kekuasaannya.

Sepeninggal Gazan digantikan oleh Uljaitu Khuda Banda (1305-1316) yang memperlakukan alirah Syiah sebagai aturan resmi kerajaannya. Ia mendirikan ibukota gres yang bernama Sultaniyah dekat Qazwain yang dibangun dengan arsitektur khas II Khaniyah. Banyak koloni jualan Italia terdapat di Tabriz dan II Khaniyah menjadi sentra jual beli yang menghubungkan antara dunia barat dan india serta Timur Jauh. Namun, pertikaian dalam keluarga Dinasti II Khaniyah menimbulkan runtuhnya kekuasaan mereka. [10]

D. KESIMPULAN

Perang salib ialah insiden perang tentara Islam dan Katolik yang sungguh penting dan perjalanan sejarah penduduk Muslim dan Katolik Eropa. Perang Salib tergolong perang terlama yang menyantap waktu kurang lebih dua periode (1096-1291 M). Hal ini terjadi bermula kebencian umat Kristiani kepada era pemerintahan Dinasti Seljuk yang dapat menguasai kota suci mereka. Terlebih dinasti menguasai Baitul Maqdis. Dalam peperangan ini tentara Salib menggunakan tanda salib di pakaiannya selaku tanda pemersatu umat Kristiani dan memperlihatkan pertempuran suci.

Faktor utama yang menimbulkan terjadinya perang salib, ada tiga hal, yaitu agama, politik, dan sosial ekonomi. Menurut Philip K. Hitti, sebagaimana yang dikutip oleh banyak sejarawan, bahwa Perang Salib dibagi ke dalam tiga kurun, ialah abad pertama disebut selaku kurun penaklukkan. Kemudian masa kedua disebut dengan masa reaksi umat Islam dan yang terakhir yakni masa ketiga disebut dengan kurun kehancuran. Kekuatan utama di balik terjadinya Perang Salib diantaranya dari Kekaisaran Byzantium, Kerajaan Spanyol, Gerakan Salibiyah, Blokade Negara Salibis, dan Penjajahan (Kolonialisme).

Sesungguhnya invansi pasukan Mongol terhadap Negara-negara Islam ialah bencana besar yang tidak ada tandingannya sebelum ini dan sesudahnya. Kendati sebelumnya di dahului oleh perang Salib, apalagi menyaksikan kejadian hancurnya ibu kota Dinasti Abbasiyah yaitu Baghdad.

Dari pembahasan di atas, dapat disimpulkan beberapa faktor hancurnya wilayah-daerah Islam yang termasuk didalamnya adalah Baghdad, diantaranya yakni:

o   Terjadinya perpecahan dan konflik internal kaum muslimin.

o   Setiap amir atau khalifah hanya perhatian terhadap daerahnya saja, tanpa beban saat ada suatu wilayah Islam lainya jatuh di tangan lawan.

o   Kurang professional dalam mengangkat pejabat Negara, khususnya dalam bidang politik dan militer.

o   Kurangnya jiwa revolosioner di kelompok ummat Islam, mereka banyak menggeluti di dunia sufi, fiqh, dan teologi.

DAFTAR PUSTAKA

Amin, Samsul Munir. 2010. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Amzah

Sunanto, Musyrifah. 2004. Sejarah Islam Klasik. Jakarta: Prenada Media

Supriyadi, Dedi. 2008. Sejarah Peradaban Islam. Bandung: Pustaka Setia

Yatim, Badri. 2008. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Raja Grafindo Persada

[1] Drs. Samsul Munir Amin, M.A, Sejarah Peradaban Islam (Jakarta: Amzah, 2010) hal. 231

[2] Dr. Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2008) hal. 77

[3] Prof. Dr. H. Musyrifah Sunanto, Sejarah Islam Klasik (Jakarta: Prenada Media, 2004) hal. 182

[4] Drs. Samsul Munir Amin, M.A, Sejarah Peradaban Islam, hal. 234-236

[5] Ibid, hal. 137

[6] Dr. Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, hal. 77

[7] Prof. Dr. H. Musyrifah Sunanto, Sejarah Islam Klasik, hal. 184

[8] Ibid, hal. 79

[9] Ibid, 241

[10] Dedi Supriyadi, M.A, Sejarah Peradaban Islam (Bandung: Pustaka Setia, 2008) Hal. 177-186