Memahami budaya Indonesia, yang penuh dengan ambisi yang menyesatkan, menyimpang pada pemikiran agama dan budaya yang biadab, jelas dapat diketahui saat berkerja dengan orang tersebut, tiada terkecuali orang Dayak demikian.
Catatan sejarah sudah pertanda bahwa mereka hidup dengan hasil rampasan, konflik sosial, seksualitas, dan metode ekonomi politik, untuk melemahkan musuh mereka kepada persaingan setempat, Nasional dan Global.
Bagaimana perlakuan mereka terhadap orang yang bukan Indonesia, terperinci, bagaimana mereka menertibkan banyak sekali sistem ekonomi sehabis mereka hidup dengan ekonomi yang mereka dapatkan. Jelas bagaimana konflik mereka buat, untuk bersaing dengan baik namun, merugikan orang disekitarnya.
Jika berjumpa dan melakukan pekerjaan dengan orang Jawa, jelas yang diucapkan ialah budaya Jawa, (kaya atau miskin) ungkapnya. Kelas sosial untuk orang Indonesia, begitu penting pada sistem non pemerintah (Pontianak instituste) dan pemerintah pembangunan dan ekonomi Sri Mulyani.
Hal ini terang menjadi kesadaran sosial akan keberadaan mereka selama mereka hidup bersosialisasi, dengan aneka macam ragam kebudayaan yang mereka banggakan dan miliki. Dengan demikian, budaya malu timbul dengan adanya aspek tindakan pendidikan dan kesehatan, serta tatanan sosial yang dirusak secara alamiah.
Dengan demikian, suatu kesadaran akan latar belakang sosial, serta kehidupan ekonomi budaya mereka, mampu diketahui dari status sosial mereka peroleh. Berbagai penjelasan perihal hal itu juga, pertentangan sosial yang diciptakan mereka sendiri dengan cara menyerang, melalui ekonomi, aset contohnya terlihat bagaimana mereka hidup dan berkompetisi guna mendapatkan perhatian di mata dunia.
Sistem sosial budaya, yang dipelajari dengan baik menjadi gambaran terhadap manusia biadab itu di Kalimantan Barat secara khusus Pontianak. Berbagai suku, kepala suku, Batak, Jawa, dan Dayak terang bagaimana mereka bekerja pada sistem ekonomi Tionghoa.
Setelah diperiksa dengan baik, maka jelas bagaimana mereka membuat tata cara ekonomi mereka terhadap wawasan untuk membuat nilai upah bekerjsama, pada Negara maju lainnya. Hal ini, jelas bagaimana mereka bekerja di Negara orang, serta sebaliknya menempatkan upah yang sesuai atau tidak dengan kebijakan.
Bagaimana mereka menjangkau status sosial, dan kelas sosial mereka dengan ungkapan siapa diri mereka ? patut menjadi teguran terhadap banyak sekali sikap, moral, dan eksistensi mereka yang mesti dimengerti pada budaya dikala ini di manfaatkan dimana mereka berada sebagai penduduk budpekerti.