Kehidupan Perekonomian Indonesia Sehabis Pengakuan Kedaulatan 1949 & 1950

Kehidupan Ekonomi Pasca Pengakuan Kedaulatan 

Sesudah pengakuan kedaulatan pada tanggal 27 Desember 1949, kehidupan perekonomian Indonesia tidak membaik. Perkebunan-perkebunan dan instalasi industri rusak berat. Sementara itu, laju pertambahan penduduk sangat tinggi. Pada tahun 1950, jumlah penduduk sebesar 77,2 juta jiwa. Jumlah itu meningkat menjadi 85,4 juta jiwa pada tahun 1955. Selain itu, angka urbanisasi cukup meningkat. Pada tahun 1930, penduduk perkotaan cuma sekitar 3,8 persen. Namun, pada tahun 1969, jumlah itu meningkat menjadi masyarakatIndonesia perkotaan 14,8 persen. Selain itu, defisit pemerintah pada waktu itu sebesar 5,1 milyar rupiah. Defisit budget pemerintah berhasil dikurangi dengan bantuan pemerintah pada tanggal 20 Maret 1950.

Namun, pengeluaran pemerintah bukan kian membaik, akan namun sebaliknya, semakin memburuk akibat tidak stabilnya suasana politik. Defisit pemerintah yang cukup besar menyebabkan kecenderungan untuk mencetak uang baru. Akibatnya, inflasi membumbung tinggi dan mengancam kehidupan ekonomi Indonesia. Untuk menangani defisit yang terus menerus, pemerintah berusaha melakukan industrialisasi. Usaha ini diketahui dengan Rencana Sumitro. Sasarannya yaitu pembangunan industri dasar, seperti pabrik-pabrik semen, perminyakan dan percetakan. Menurut Sumitro, pada bangsa Indonesia mesti secepatnya dibangun kelas pebisnis, sehingga struktur ekonomi kolonial di bidang jual beli dapat segera diubah. Gagasan Sumitro dituangkan dalam Program Banteng yang dimulai pada bulan April 1950.

Kehidupan Perekonomian Indonesia Sesudah Pengakuan Kedaulatan 1949 & 1950

Selama tiga tahun, lebih kurang 700 perusahaan bangsa Indonesia menerima kredit perlindungan dari program ini. Namun perjuangan ini tidak meraih sasarannya, karena banyak pengusaha Indonesia yang justru menyalahgunakannya. Usaha ini terjadi dikala kabinet Natsir memerintah. Pada masa kabinet Ali Sastroamidjojo, pemerintah membentuk Biro Perancang Negara yang bertugas merancang pembangunan jangka panjang. Namun, distributor ini pun tidak dapat bekerja dengan baik sebab gonjangan politik dalam negeri. 

  Perselisihan/Konflik Dalam Organisasi Disebabkan Perbedaan Tujuan