Ketika mengerti tentang kenajisan terhadap aspek busana yang mencuci pada kehidupan beragama Nasrani dan Nasrani dapat dimengerti dengan faktor lainnya. Bahwa mengenai kenajisan mesti diketahui dengan budaya agama untuk mampu mencucinya sendiri.
Berbagai pemahaman yang ada terkait dengan hal tersebut akan dimengerti pada kehidupan sehari-hari penduduk suku Batak Sihombing Silaban, dan Marpaung Jawa. Dengan berlindung pada agama Katolik dan Nasrani tidak heran dengan kegiatan kesehariannya yang tidak tampak pada kehidupan beragama tersebut.
Maka, mampu dimengerti mereka pada agama Islam yang taat kepada agama yang diketahui dengan faktor kehidupan beragama di masyarakat, akan menjadi teladan konkret terhadap agama mereka percayai hal ini dapat dipahami dengan faktor budaya yang mereka terapkan pada dinamika sosial mereka, Begitu juga dengan siregar, tampak saat itu.
Berbagai hal terkait dengan fenomena antarumatberagama akan tampak dengan dilema mereka kepada akidah dogma mereka, untuk tidak berpengaruh pada ilmuwan Barat, karena hal ini akan sangat berlainan dengan faktor kehidupan di Indonesia.
Meskipun demikian, aneka macam hal yang lain akan tampak pada keseharian mereka dengan kehidupan ganda yang diterapkan berdasarkan aspek kepentingan ekonomi, budaya sebagai pendukung kepentingan politik dan agama selaku jalan kepada akidah mereka.
Berbagai hal terkait dengan aspek masalah yang tampak dengan dinamika sosial budaya mereka akan dipahami dengan aspek kepentingan sosial politik. Memungkinkan dengan posisi politik yang mereka terapkan pada faktor kehidupan masyarakatnya.
Agama, senantiasa menjadi bab dari kehidupan di penduduk tetapi dalam hal ini akan memiliki dilema kepada pedoman dan agama yang mereka yakini selaku bagian dari kepercayaan mereka. Begitu juga Islam di Indonesia, hanya ada pada orang tertentu yang meyakini agama selaku jalan dari kehidupan mereka.
Potensi pertentangan yang terjadi akan berada pada keadaan terhadap dinamika budaya yang terlihat pada faktor politik, dan pertentangan ideology dengan aneka macam aksi kekerasan yang di kerjakan, dimulai dari lingkungan budaya, agama, sosial, dan tempatnya, utamanya di Pontianak, Kalimantan Barat.
Hal ini tercipta dari orang-orang yang tidak berkenan terhadap aspek lainnya, baik itu Negara, suku, Bangsa, dan Bahasa. Berbagai hal terkait itu mereka mengaitkan dengan persoalan duit terhadap aneka macam hal terkait dengan aspek potensi konflik yang dijadwalkan.
Secara ilmiah, hal ini bisa dibahas sebagai dasar dari dinamika budaya mereka, terhadap model pembangunan insan dikala ini.