Kebijaksanaan Nasional Untuk Efektivitas Pelayanan
1. Kebijakan Pemerintah Terhadap Pelayanan
Dalam rangka penyelenggaraan peningkatan Pelayanan Publik peran pemerintah selaku konsekuensi logis dari adanya kepentingan publik, maka pemerintah secara nasional telah menetapkan kebijakan yang mengarah pada kepuasan masyarakat kepada pelayanan public yang diselenggarakan oleh pemerintah. Pemerintah dalam hal ini Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara mempublikasikan berbagai landasan peraturan perundang-ajakan, pemikiran, dan surat edaran dibidang pelayanan publik antara lain : Keputusan Men PAN Nomor : 63lKEP/M.PAN/7/2003 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik, Keputusan Men PAN Nomor KEP/25/M.PAN/2/2004 ihwal Pedoman Umum Penyusunan Indeks Kepuasan Masyarakat pada Unit PelayananInstansi Pemerintah dan KEP/26/ M.PAN/2/2004 ihwal Petunjuk Teknis Transparansi dan Akuntabilitas dalam Penyelenggaraan Pelayanan Publik.
Upaya pemerintah untuk memberikan pelayanan publik yang maksimal menjadi sungguh penting untuk dilaksanakan. Pelayanan publik harus mendapatkan perhatian dan penanganan yang benar-benar, karena ialah tugas dan fungsi yang menempel pada setiap aparatur pemerintah. Tingkat mutu kinerja pelayanan publik mempunyai implikasi yang luas dalam aneka macam faktor kehidupan, terutama untuk mencapai tingkat kesejahteraan masyarakat. Oleh sebab itu upaya penyempurnaan pelayanan publik harus dilaksanakan secara terus menerus, berkelanjutan dan dikerjakan oleh jajaran aparatur pemerintah kawasan.
Menurut Progo Nurdjaman ada 8 prinsip-prinsip Pokok Pelayanan Publik sebagai berikut :
a). Kesederhanaan
Prinsip kesederhanaan ini mengandung arti bahwa mekanisme/tata cara pelayanan diselenggarakan secara gampang, tanpa kendala, cepat, tepat, tidak berbelit-belit, gampang dipahami dan mudah dilaksanakan oleh masyarakat yang meminta pelayanan.
b). Kejelasan dan kepastian
Prinsip ini mengandung arti adanya kejelasan dan kepastian tentang :
1) Prosedur tatacara pelayanan, baik patokan teknis maupun administrative;
2) Unit kerja dan atau pejabat yang berwenang dan bertanggungjawab dalam memperlihatkan pelayanan;
3) Rincian biaya/tarif pelayanan dan sistem pembayarannya;
4) Jadwal waktu solusi pelayanan.
c). Keamanan
Prinsip ini mengandung arti proses serta hasil pelayanan mampu menawarkan keselamatan, ketentraman dan dapat memberikan kepastian aturan bagi penduduk .
d). Keterbukaan
Prinsip ini mengandung arti bahwa prosedur/tatacara, tolok ukur satuan kerja/pejabat penanggungjawab pemberi pelayanan, waktu solusi, rincian ongkos/tariff serta hal-hal lain yang berhubungan dengan proses pelayanan wajib diinformasikan secara terbuka agar mudah dimengerti dan diketahui oleh penduduk , baik diminta maupun tidak diminta.
e). Efisiensi
Prinsip ini mengandung arti : Persyaratan pelayanan hanya dibatasi pada hal-hal yang berkaitan langsung dengan pencapaian sasaran pelayanan dengan tetap memperhatikan keterpaduan antara standar dengan produk pelayanan yang diberikan. Mencegah adanya pengulangan pernenuhan patokan, dalam hal proses pelayanan penduduk yang bersangkutan memper-syaratkan adanya kelengkapan kriteria dari satuan kerja/instansi pemerintah lain yang terkait.
f). Ekonomis
Prinsip ini mengandung arti pengenaan biaya dalam penyelenggaraan pelayanan harus ditetapkan secara wajar dengan mengamati :
(1) Nilai barang dan atau jasa pelayanan penduduk dan tidak menuntut ongkos yang terlalu tinggi di luar kewajaran;
(2) Kondisi dan kemampuan masyarakat untuk mengeluarkan uang;
(3) Ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
g). Keadilan yang Merata
Prinsip ini mengandung arti cakupan/jangkauan pelayanan mesti diusahakan seluas mungkin dengan distribusi yang merata dan diberlakukan secara adil bagi seluruh lapisan masyarakat,
h). Ketepatan Waktu
Prinsip ini mengandung arti pelaksanaan pelayanan masyarakat dapat diatasi dalam abad waktu yang ditentukan.
2. Peranan Pelayanan Administrasi Kepolisian
Di samping berfungsi selaku salah satu forum penegak hukum dan penjaga keselamatan masyarakat, kepolisian juga mempunyai fungsi selaku instansi yang memberikan pelayanan administrasi terhadap masyarakat. Pelayanan publik (yang di lingkungan kepolisian diketahui dengan istilah pelayanan penduduk /YANMAS) sebenarnya ialah esensi pekerjaan polisi, dalam rangka mewujudkan filosofi POLRI ”Rastra Sewakottama” yang bermakna abdi utama nusa dan bangsa (penduduk ). Abdi utama di sini dimaksudkan sebagai pelayanan prima yang lalu menjiwai kode etik POLRI gres.
Menurut Jenderal Polisi (Purn) Drs. Chaeruddin Ismail, SH., pelayanan publik bagi kepolisian tercantum dalam TRI BRATA yang ialah filosofi POLRI yang kemudian dijabarkan lebih lanjut dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 ihwal Kepolisian terutama pasal 13 aksara c ”memberikan santunan, pengayoman, dan pelayanan kepada penduduk ” dan pasal 14 abjad k ”memberikan pelayanan terhadap penduduk sesuai kepentingannya di dalam lingkup peran kepolisian”. Selanjutnya dalam Kode Etik POLRI berdasarkan Keputusan Kapolri No. Pol.KEP/32/VII/ 2003 ditegaskan dalam pasal 5 bahwa ”menunjukkan pelayanan terbaik, memberikan pelayanan terhadap masyarakat secara nrimo dengan prosedur cvepat, sederhana, serta tidak bermasa udik, apatis, mendiamkan adanya harapan penduduk ”. Secara lebih rinci dikelola beberapa langkah-langkah atau sikap yang mesti dan dilarang untuk dikerjakan dalam rangka pelayanan publik tersebut, [e] mengutamakan fasilitas dan tidak mempersulit, [e] tida membeda-bedakan (diskrimiasi cara tunjangan pelayanan, [g] tidak meminta biaya kecuali diatur oleh undang-undang, [i] tidak mengeluarkan kata-kata atau gerakan badan yang mengisyaratkan minta imbalan atas jasa pelayanan yang diberikan”.
Pelaksanaan pelayanan publik oleh kepolisian berbentukpelayanan administratif antara lain yakni penerbitan ijin mirip Surat Ijin Mengemudi (SIM) dan Ijin Keramaian. Pelayanan SIM dilaksanakan oleh Kepolisian Resor atau Kepolisian Wilayah Kota Besar, sedang ijin hiruk pikuk diberikan oleh seluruh tingkat kepolisian dari Kepolisian Sektor sampai Mabes POLRI tergantung cakupan acara atau keramaian yang dimintakan ijin.
3. Dimensi Kebijakan Pelayanan Publik
Progo Nurdjaman menyebutkan pelayanan publik mampu ditinjau dari dua dimensi, ialah dimensi internal dan eksternal. Pada dimensi internal, pelayanan publik merupakan salah satu info utama sejalan dengan tuntutan demokratisasi dan desentralisasi Demokratisasi pada hakekatnya menyuarakan pentingnya partisipasi masyarakat dan akuntabilitas pemegang kekuasaan, yang dengan demikian suara penduduk ditaruh pada derajat yang paling tinggi. Semangat demokratisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan akan menjadi kesempatan bagi kenaikan kualitas pelayanan kepada masyarakat. Sementara itu penyelenggaraan pelayanan publik yang terdesentralisasi akan mendekatkan penyeleng-garaan fungsi pelayanan publik kepada masyarakat dan memungkinkan untuk menyelesaikan komplain (bila ada) dengan lebih singkat karena penduduk bisa lebih mudah bertemu dengan pihak penyelenggara pelayanan. Pada segi perencanaan, penyelenggaraan pelayanan publik yang terdesentralisasi akan memajukan responsifitas (daya tanggap) kepada keperluan lokal dan membantu Pemda (lembaga penyuplailayanan) mengidentifikasi dan memhami karekteristik khas penduduk lokal.
Pada dimensi eksternal, pelayanan publik akan memainkan peranan kunci dalam menghadapi tantangan globalisasi. Paling tidak tantangan globalisasi tersebut membutuhkan tanggapan dalam hal kenaikan daya saing (competitiveness) dan pesona (attractiveness), baik ditingkat regional maupun internasional.
Faktor – faktor yang menghipnotis Pelayanan
Selanjutnya Progo Nurdjaman menerangkan bahwa, mutu pelayanan publik secara biasa ditentukan oleh beberapa aspek adalah :
1) Sistem
Yaitu kewenangan Daerah untuk menertibkan struktur, peran fungsi serta prosedur kerja unit-unit kerja Daerah dikontrol dalam perda, yang pengaturannya menurut Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2003 perihal Pedoman Organisasi Perangkat Daerah sebagai pengganti Peraturan Pemerintah Nomor 84 Tahun 2000. Pembagian kewenangan tempat tersebut sudah dikontrol dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 dan Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 serta Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 130-67 Tahun 2002 yang ialah tumpuan pembagian tupoksi dan mekanisme kerja pada unit-unit kerja tempat serta Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2001 tanggal 9 Mei 2001 wacana kedudukan Tupoksi dan Susunan Organisasi Dinas Pendapatan Daerah Sumatera Barat.
2) Kelembagaan
Berbagai tantangan yang dihadapi oleh pemerintah dalam kala globalisasi akan kian berat. Kemajuan teknologi informasi dan komunikasi, menjadikan penduduk makin tinggi tingkat pengetahuan dan pendidikannya, sehingga undangan penduduk kepada kenaikan kualitas pelayanan publik akan menjadi hal yang penting. Oleh alasannya adalah itu organ isasi/kelembagaan pemerintah yang ada ketika ini harus mampu menata diri menjadi organisasi yang dapat mengantisipasi perubahan keadaan yang datang begitu cepat dan tuntutan penduduk yang semakin berkembangdan kompleks.
Penataan organisasi mampu diartikan selaku upaya untuk membuat postur organisasi yang lebih proporsional sesuai dengan visi dan misi yang diembannya, sehingga dapat diciptakan efisiensi, efektivitas, dan produktivitas aparatur, yang pada risikonya dapat memajukan pelayanan publik. Disamping itu dengan penataan organisasi mampu memperjelas wewenang, tugas, dan tanggung jawabnya masing-masing.
3) Sumber Daya Manusia ( SDM )
Sumber daya manusia di lingkungan pemerintahan, merupakan salah satu penentu terciptanya pemerintahan yang bersih, efektif dan efisien. Pemerintahan yang bersih dan efisien sangat penting bukan cuma semoga masyarakat mampu mengambil manfaat yang sebesar-besarnya dari pelayanan publik , melainkan juga untuk menciptakan lingkungan yang memungkinkan dunia perjuangan tumbuh lebih sehat dan efisien agar investor dari dalam dan luar negeri terdorong untuk memajukan investasinya di Indonesia. Pembenahan mutu sumber daya manusia (PNS) sebagai aparatur Negara pada dewasa ini menjadi makin penting alasannya adalah fungsinya yang strategis. Kebutuhan akan terciptanya aparatur yang higienis dan efisien kian dinikmati sejalan dengan pergeseran-pergeseran yang terjadi sebagai hasil dari pembangunan dan dari balasan pergantian eksternal pada tingkat regional dan global. Hal ini tentunya menuntut pegawai negeri menjadi lebih professional, terampil, terbuka, inovatif, peduli, berakhlak dan amanah. Untuk itu PNS harus lebih mengedepankan kepentingan publik, menyelenggarakan pelayanan publik dengan optimal dan menjalankan peran dan fungsi pelayanannya berasarkan kebijakan kebijakan publik secara proporsional.
4) Komitmen Dukungan Terhadap Keuangan Daerah
Kinerja penyelenggaraan pelayanan publik sungguh dipengaruhi oleh kinerja dalam pengelolaan keuangan tempat. Dalam arti bahwa kesuksesan pemerintah mengadakan pelayanan publik dapat dilihat dari besarnya dana APBD yang dialokasikan kepada belanja publik, dan bukan sebaliknya pada belanja aparatur.
Mengingat pentingnya kebijakan pengalokasian dana dari APBD untuk kepentingan publik dalam rangka mengedepankan peleyanan publik tersebut, maka sudah sewajarnya Pemda mengamati contoh perencanaan dan penyusunan APBD yang lebih bersifat akuntabel. Dengan demikian dibutuhkan penyelenggaraan pelayanan publik mampu menjadi lebih baik lagi. Dalam kaitan itu semua maka sangat strategis posisi belanja kawasan, apakah mengedepankan belanja untuk aparatur atau untuk belanja publik.
Oleh alasannya adalah itu perlu adanya analisis contoh/ perilaku belanja kawasan, yang lalu diumumkan/ diinformasi-kan melalui media periode kepada masyarakat, supaya penduduk mampu mengkritisi kebijakan publik secara langsung. Apalagi dalam keadaan yang multi partai mirip ketika ini, tidak menutup kemungkinan terjadinya trade-off dalam pembahasan Rancangan APBD, yang mempunyai dampak pada alokasi acara dan dana kurang proporsional terhadap kepentingan publik ketimbang belanja aparatur atau kegiatan-kegiatan yang tidak berdarnpak langsung pada kepentingan publik.
5) Kebijakan Fasilitas Pelayanan Publik
Dalam rangka mendorong Pemda menye-lenggarakan pelayanan publik secara maksimal, sudah dilaksanakan sosialisasi program kenaikan pelayanan publik dalam bentuk Bimbingan Teknis di Daerah berupa :
a) Pengembangan Lembaga Pelayanan Terpadu Satu Atap (LPTSA).
Pemerintah meletakkan perhatian besar terhadap upaya-upaya reformasi di bidang pelayanan publik, salah satunya yakni system pelayanan umum satu atap. Adapun lembaga yang mengelola system ini umumdisebut dengan Lembaga Pelayanan Terpadu Satu Atap (LPTSA). Sistem pelayanan satu atap pada hakekatnya yaitu penyeleng-garaan pelayanan dalam satu gedung (satu atap). Sistem ini diyakini sebagai salah satu cikal bakal terjadinya proses transparansi dalam pemberian pelayanan biasa oleh pemerintah terhadap masyarakat.
b) Peningkatan transparansi dan akuntabilitas akan memiliki pengaruh pada pelayanan yang lebih baik (better), lebih murah (cheaper), dan lebih singkat (faster) menjadi tujuan utarna reformasi manajeman pelayanan publik kawasan, maka LPTSA di daerah menjadi amat penting dan strategis peranannya. Peran penting dan strategis dari LPTSA dimaksud adalah :
(1) LPTSA mampu mendorong pegawanegeri pemerintah untuk menjadi lebih responsive dan efisien melalui standar-patokan yang sudah ditentukan. Hal ini akan memperlihatkan dorongan dan insentif terhadap birokrasi pemerintah untuk menjadi lebih responsive dan efisien.
(2) LPTSA menunjukkan kesempatan terhadap aparatur pemerintah untuk berguru dari sektor swasta utamanya dalam menyebarkan pola administrasi yang berorientasi kepada penduduk (what public want).
Sedangkan faktor-faktor mayoritas yang mempengaruhi optimalisasi LPTSA antara lain :
Dari hasil monitoring dan evaluasi bahwa aspek akad pimpinan tempat kepada LPTSA sangat mayoritas terhadap optimalnya LPTSA. Apabila pimpinan tempat memiliki kesepakatan yang tinggi, maka akan mampu menggerakkan unit-unit kerja terkait untuk mendukung LPTSA. Sebaliknya bila pemimpin kawasan kurang kesepakatan maka umumnya masing-masing unit kerja enggan melepaskan fungsi-fungsi yang berkitan dengan pelayanan.
Pemahaman pendekatan ACSD yaitu Abolish (Penghapu-san), Combine (Penggabungan), Simplified (Penyederha-naan) dan Decentralized (Pelimpahan). Pendekatan ini memberi cara bagaimana mempersempit standar- kriteria yang dibutuhkan dalam sebuah proses pelayanan.
Pemahaman makna kehidupan bagi para penyelenggara pelayanan publik dan aparatur yang terkait. Pemahaman terhadap beban pekerjaan melayani masyarakat akan menjelma bekal perjalanan di alam selanjutnya akan menjadi spirit kerja dengan baik, betul-betul dan ikhlas, tanpa mempertimbangkan dan menerima income perhiasan atau tidak.
6) Aspek Proses Pelaksanaan Pelayanan Prima
Pelayanan prima dikerjakan untuk menyanggupi patokan pelayanan terhadap ajakan, harapan, dan keinginan penduduk yang mempunyai nilai yang tinggi dan bermutu (bermutu). Lebih jauh hakekat dari pelayanan prima adalah berbentukupaya-upaya selaku berikut :
1) Meningkatkan kualitas dan produktifitas pelaksanaan tugas dan fungsi instansi pemerintah di bidang pelayanan lazim.
2) Mendorong upaya mengefektifkan system dan tatalaksana pelayanan, sehingga pelayanan lazim dapat diselenggarakan secara lebih berdaya guna dan sukses guna (efektif dan efisien).
3) Mendorong tumbuhnya kreatifitas, prakarsa dan peranserta masyarakat secara luas.
Untuk mendukung terselenggaranya pelayanan prima tersebut mesti dilakukan dalam suatu rangkaian aktivitas terpadu yang mencakup faktor-faktor sebagai berikut :
a) Sederhana, artinya dalam pelaksanaan tidak menyulitkan, prosedurnya tidak berbelit-belit, dan persyaratannya gampang dipenuhi.
b) Terbuka, artinya masyatakat ingin dilayani secara jujur. Oleh alasannya adalah itu aparat yang bertugas melayani harus memberikan penjelasan sejujur-jujurnya, dan apa adanya sesuai dengan peraturan perundangan yang mengaturnya.
c) Lancar, artinya petugas pelayanan harus bekerja secara nrimo dan sepenuh hati, dengan didukung fasilitas dan prasarana yang menunjang kecepatan pelayanan itu sendiri.
d) Tepat, artinya pertolongan pelayanan mampu dijalankan secara sempurna arah dan sasarannya, sempurna jumlahnya tidak lebih dan tidak kurang, dan sempurna waktu.
e) Lengkap, artinya apa yang dibutuhkan dan dikehendaki penduduk kepada suatu pelayanan tertentu dapat tersedia secara lengkap.
f) Wajar, artinya pelayanan dikerjakan sebagaimana mestinya dan tidak dibentuk-buat.
g) Terjangkau, artinya ongkos pelayanan tersebut dapat dijangkau oleh penduduk .
Setelah dilaksanakan hal-hal sebagaimana diuraikan diatas, diharapkan pemerintah mampu menawarkan kepada masyarakat sebuah pelayanan publik yang prima, sehingga dengan demikian pandangan penduduk kepada kinerja birokrasi pemerintah akan menjadi lebih baik lagi, yang pada akhirnya nanti mampu dibangun kekerabatan yang serasi antara pemerintah dan penduduk . Pada satu sisi pemerintah akan mempunyai legitimasi yang kuat dihadapan penduduk dan pada sisi yang lain masyarakat akan menerima pelayanan yang baik dan prima dari pemerintah.
7) Lembaga Penampungan Pengaduan Masyarakat
Dalam rangka menciptakan good governance utamanya dalam hal pelayanan publik serta untuk memicu kinerja Pemda dalam menyelenggarakan pelayanan publik bagi masyarakatnya diperlukan sebuah lembaga pengawas eksternal yang bersifat independent dan non struktural.
Sistem penampungan unek-unek yang berkembang di daerah saat relatif bermacam-macam, tetapi belum berlangsung efektif kepada upaya kenaikan kinerja pelayanan publik. Dewasa ini ada berbagai media yang digunakan masyarakat untuk menyampaikan keluhan perihal pelayanan publik, antara lain, lewat mass-medya cetak dan elektronik seperti koran, radio TV, ataupun menemui pribadi instansi terkait. Namun jumlah keluhan yang masuk relatif sedikit alasannya adalah msyarakat condong :
a) Tidak mengenali kemana penduduk harus mengadu; atau
b) Merasa pesimis bahwa keluhan masyarakat tersebut akan ditindaklanjuti.
Seluruh Pemerintah Daerah yang pernah disurvei menyatakan oke bila forum khusus penampungan aspirasi/keluhan penduduk dibentuk didaerah. Alasan perlunya pembentukan lembaga khusus tersebut beragam, antara lain :
a) Untuk mencairkan kebekuan isu/misko-munikasi antara penduduk dan pemerintah sebab kurang berfungsinya forum yang sudah ada.
b) Untuk memuat unek-unek dan aspirasi penduduk dipakai untuk masukan dalam penyusunan acara.
c) Untuk memperbaiki kinerja pelayanan publik pada khususnya dan Pemerintah Daerah kebanyakan.
d) Untuk melakukan evaluasi yang obyektif kepada duduk perkara yang timbul antara administrator, legislatif dan masyarakat.
e) Sebagai alat kontrol bagi Pemerintah Daerah dalam memutuskan aneka macam kebijakan publik.
f) Sebagai upaya pengoptimalan prosedur penampungan unek-unek penduduk maka perlu untuk menyebarkan Lembaga Penampungan Pengaduan Masyarakat Daerah sesuai dengan suasana dan keadaan daerah masing-masing.