Bukan sama rata & sama rasa. Adil yaitu kata sifat yg dapat dimaknai dgn bertindak sebagaimana mestinya, tak berat sebelah & tanpa keberpihakan. Adil itu menawarkan hak pada pemiliknya, baik hak itu bersifat ganjaran bagi yg berjasa maupun eksekusi bagi yg bersalah.
Kata adil dlm kamus keseharian kita seolah tinggal kenangan & mesti dimuseumkan. Adil terkesan mewah dlm realita kehidupan. Teroris yg jenggotan gampang ditangkap atau ditembak di daerah. Yang jenggotan menjadi korban kejahatan penjahatnya malah sulit ditangkap. Popularitas kata adil pada dikala ini masih jauh berada di bawah kata koruptor, pejabat berlidah api, & lain sebagainya. Begitu pula adanya berbagai lembaga yg berkutat dlm hal putusan & keadilan sama sekali tak dapat memosisikan kata adil pada tempatnya, bahkan terkesan membelokkan makna adil itu sendiri.
Padahal adil ialah barang murah meski bukan murahan, adil tak perlu dibayar mahal seperti halnya short course atau studi S1, S2 atau S3. Karena peluangadil senantiasa terkandung dlm diri tiap insan sebagai pengejawantahan sifat Allah swt ‘al-‘adilu. Adil yakni kekayaan alami yg terkandung dlm diri setiap individu yg hanya memerlukan modal kemauan saja untuk menghadirkannya. Adil bagaikan barang tambang dlm bumi Indonesia yg telah lama tersedia, bahkan semenjak bumi pertiwi ini belum dinamai Indonesia. Kemauan yakni kunci membuka istana keadilan.
Oleh alasannya itu, dlm usaha merealisasikan potensi adil yg terkandung dlm diri individu inilah perlu latihan & penyesuaian. Adil harus diterapkan dlm lingkup kehidupan paling kecil, dr individu, keluarga, & dr pemerintahan tingkat RT hingga tingkat pusat. Sehingga para bapak bangsa ini menyebabkan konsep “keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia” selaku salah satu dr Pancasila selaku Dasar Negara.
Dengan demikian keadilan menjadi salah satu basis struktur yg mesti ada di Indonesia. Dengan bahasa lain Keadilan merupakan masalah ushuliyah yang keberadaannya sudah merupakan barang niscaya yg tak mampu diganti dgn yg lain, apabila bangsa ini ingin lestari. Bukankah demikian peringatan Allah pada Nabi Daud yg tergambar dlm surat as-shad ayat 26:
يَا دَاوُودُ إِنَّا جَعَلْنَاكَ خَلِيفَةً فِي الْأَرْضِ فَاحْكُمْ بَيْنَ النَّاسِ بِالْحَقِّ وَلَا تَتَّبِعِ الْهَوَىٰ فَيُضِلَّكَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ ۚ إِنَّ الَّذِينَ يَضِلُّونَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ لَهُمْ عَذَابٌ شَدِيدٌ بِمَا نَسُوا يَوْمَ الْحِسَابِ.
Hai Daud, sebetulnya Kami mengakibatkan ananda khalifah (penguasa) di wajah bumi, maka berilah keputusan (perkara) di antara insan dgn adil & janganlah ananda mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkan ananda dr jalan Allah. Sesungguhnya orang-orang yg sesat darin jalan Allah akan mendapat azab yg berat, sebab mereka melalaikan hari perhitungan.
Terang benderang kiranya janji Allah dlm ayat tersebut. Bahwa keadilan adalah syarat mutlak seorang pemimpin, sebab keadilanlah yg akan memilih arah keberlanjutan suatu bahngsa. Demikian pentingnya keadilan hingga ada sebuah kisah wacana seorang darwis yg dimintai pertimbangan ihwal pemimpin yg dhazilim.
Sa’di bercerita; Alkisah, seorang raja yg zalim berkenan mengundang seorang darwis ke istananya untuk memberi pesan yang tersirat. Tatkala sufi itu datang, Raja Zalim berkata, “Berikan gue pesan yang tersirat. Amal apa yg paling utama untuk gue lakukan sebagai bekalku ke alam baka nanti?”
Sang darwis menjawab, “Amal terbaik untuk baginda adalah tidur.” Raja itu keheranan, “Mengapa?” “Karena tatkala tidur,” jawab sufi itu, “baginda berhenti menzalimi rakyat. Tatkala baginda tidur, rakyat dapat beristirahat dr kezaliman.”
Namun insan adalah insan yg sering lalai & gampang terpengaruhi dgn berbgai bujuk rayu setan yg menyesatkan. Karenanya hampir dlm setiap langkah kehidupan ini kezaliman hadir mengambil alih posisi keadilan. Begitulah hingga Rasulullah saw pernah bersabda:
سيأتى زمان علي امتي سلاطينهم كالاسد ووزراءهم كالذئب وقضئهم كالكلب وسائر الناس كالاغنام فكيف يعيش الغنام من الاسد والذئب والكلب ؟
Akan tiba satu waktu pada umatku penguasanya mirip singa, para menterinya seperti serigala, & hakim-hakimnya seperti anjing. Sementara itu umat pada umumnya bagaikan kambing. Bagaimana bisa kambing hidup diantara singa, serigala & anjing?
Apakah maksud penguasa seperti singa dlm konteks hadits ini? tidak, singa ditamsilkan dlm hadits ini bukan dlm hal keberanian, tapi dlm hal kerakusannya. Singa senantiasa saja mengejar-ngejar makanan & demi kepentingan eksklusif & golongannya. Sementara serigala terkenal dgn sifat culas, sigap, & licik. Ia bisa menggunakan berbagai cara demi menghasilkan buruan meskipun dgn jalan tak ksatria. Adapun anjing yg suka menjilat cerdik sekali menyembunyikan kebuasannya dibalik kejinakan yg dimilikinya. Begitulah Rasulullah saw menerang eksistensi umatnya. Apakah massa yg dimaksud dgn hadits tersebut sudah tiba? Wallahu a’lam bis shawab.
Sebagai seorang pemimpin, kalau Anda tak mampu memimpin dgn adil lebih baik tidur saja. Sesaat atau selama-selamanya. [Paramuda/Wargamasyarakat]