Kesederhanaan warga Kampung Dukuh, Kecamatan Cikelet, Kabupaten Garut, ternyata cukup populer hingga ke luar Kabupaten Garut. Kampung yang berjarak sekitar 100 km dari ibukota Garut berada di lembah Gunung Dukuh, dengan luas 10 hektare, dan dihuni dua pemukiman, Dukuh Dalam dan Dukuh Luar.
Datang ke Kampung Dukuh sangat menenteng kesejukan dan ketenangan. Alamnya yang masih asri dan pola hidup masyarakatnya yang sederhana memberikan ketenangan bagi semua orang yang singgah ke salah satu kampung akhlak yang ada di Jaba ini.
Warga Kampung Dukuh tinggal di rumah panggung, suatu bangunan berwujud empat persegi panjang, terbuat dari kayu atau bambu tanpa paku, dan beratap daun ilalang yang dilapis ijuk. Semua bangunan di sini menghadap arah Barat dan Timur.
“Rumah penduduk kampung kami tidak memakai dinding tembok dan tidak menggunakan paku. Selain itu, juga tidak memakai listrik dan barang elektronik,” ujar Ipin, seorang warga.
Warga kampung Dukuh menganggap, benda-benda elektro lebih banyak mudharat daripada manfaat. Tak hanya itu, alat makan yang digunakan warga setempat pun juga unik. Berasal dari pepohonan hutan lokal, mirip dari bambu dan batok kelapa.
Kampung Dukuh, Al’quran Braille merupakan salah satu kampung budbahasa yang masih menganut iman nenek moyang. Begitu juga dalam melaksanakan peribadatan, warganya memiliki cara tersendiri.
Saat waktu salat tiba, tak terdengar adzan menggunakan pengeras elektronika, yang terdengar hanya tabuhan bedug besar, tanda panggilan kepada warga kampung untuk beribadah.
Cara tradisional melalui pukulan bedug, dibagi menjadi beberapa arahan. Pukulan pertama ditabuh satu kali, pertanda warga siap-siap datang ke masjid.
Pukulan kedua, bedug ditabuh dua kali, mengambarkan jamaah telah berada di masjid, dan siap melaksanakan salat sunah. Pukulan ketiga, bedug ditabuh tiga kali, mengambarkan mereka siap salat berjamaah. Sumber: galamedianews