Dalam fikih muamalah, Riba dibagi menjadi empat jenis yakni: Riba Fadli, Riba Qardi, Riba Yad, dan Riba Nasi’ah. Yuk kita pelajari bareng terkait macam atau jenis-jenisnya dalam pembahasan materi Pendidikan Agama Islam (PAI) untuk siswa kelas 9 MTs di pelajarancg.blogspot.com:
Riba secara bahasa (etimologi) artinya pelengkap atau keunggulan (ziyadah). Sedangkan pemahaman riba menurut ungkapan (terminologi) ialah keunggulan atau pemanis pembayaran dalam utang piutang atau jual beli yang disyaratkan sebelumnya bagi salah satu dari dua orang/pihak lain yang membuat perjanjian.
Riba dalam syariat Islam secara tegas dinyatakan haram. Bahkan semua agama samawi melarang praktik riba karena dapat menyebabkan dampak negatif bagi pemberi dan peserta hutang. Di samping berpotensi menghilangkan perilaku tolong menolong, riba juga mampu mengakibatkan permusuhan antara kedua belah pihak yang melaksanakan transaksi. Hukum haram dari riba menurut al-Qur’an, hadis dan ijmak ulama selaku berikut:
1) Al-Qur’an Surat Al-Baqarah “Allah sudah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.” (QS. Al-Baqarah [2]: 275).
2) Hadis Riwayat Muttafaq Alaih. “Dari Jabir Ra. ia berkata: “Rasulullah Saw sudah melaknat orang-orang yang mengkonsumsi riba, orang yang menjadi wakilnya (orang yang memberi makan hasil riba), orang yang menuliskan, orang yang menyaksikannya, (dan selanjutnya), Nabi bersabda, mereka itu semua sama saja.” (HR. Muttafaq Alaih).
3) Ijmak ulama. Para ulama sepakat bahwa seluruh umat Islam mengutuk dan mengharamkan riba. Riba ialah salah satu perjuangan mencari rezeki dengan cara yang tidak benar dan dibenci oleh Allah Swt. Praktik riba lebih mengutamakan keuntungan langsung dan mengorbankan orang lain. Riba akan menimbulkan kesusahan hidup bagi manusia, terutama mereka yang membutuhkan santunan. Riba juga mampu mengakibatkan kesenjangan sosial yang semakin besar antara “yang kaya dan yang miskin”, serta dapat menghilangkan rasa kemanusiaan untuk saling membantu. Oleh karena itu, agama Islam mengharamkan riba.
Daftar Isi
PELAJARI JENIS-JENIS DARI RIBA DAN CONTOHNYA
Dalam fikih muamalah, Riba dibagi menjadi empat jenis yakni:
1. Riba Fadli
Riba fadli yakni tukar menukar dua buah barang yang sama jenisnya, tetapi tidak sama ukurannya yang disyaratkan oleh orang yang menukarnya. Perkara yang tidak boleh ialah keunggulan (perbedaan) dalam ukuran/dosis. Contohnya tukar menukar perak dengan perak, emas dengan emas ataupun beras dengan beras di mana ada keunggulan yang disyaratkan oleh yang menukarkan. Rasulullah Saw bersabda: “Dari Ubaidah bin As-Samit ra, Nabi saw telah bersabda: emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, syair dengan syair, kurma dengan kurma, garam dengan garam, hendaknya sama banyaknya, tunai dan timbang terima, maka kalau berlawanan jenisnya, maka boleh kau menjual sekehendakmu, asalkan dengan tunai.” (HR. Muslim).
Beberapa syarat supaya tukar menukar ini tidak tergolong riba maka mesti ada tiga macam syarat adalah:
- Tukar menukar barang tersebut mesti sama.
- Timbangan atau takarannya mesti sama.
- Serah terima pada saat itu juga.
2. Riba Qardi
Riba qardi yaitu meminjamkan sesuatu dengan syarat ada laba atau aksesori dari orang yang dihutangi. Misalnya penulis kurikulum pelajarancg berhutang terhadap Fadli sebesar Rp. 99.000,00 dan Fadli mengharuskan Nasi’ah untuk membayar sebesar Rp. 95.000,00.
Adapun larangan riba qardhi berdasarkan hadits riwayat Al-Baihaqi, Rasulullah Saw bersabda: “Semua piutang yang menarik laba termasuk riba”. (HR. Al-Baihaqi).
3. Riba Yad
Riba yad yakni riba yang terjadi pada perdagangan atau pertukaran yang diikuti penundaan serah terima kedua barang yang ditukarkan atau penundaan terhadap penerimaan salah satu barang. Riba Yad timbul akhir adanya perdagangan atau pertukaran barang ribawi (emas. perak, dan bahan pangan) maupun yang bukan ribawi, di mana terdapat perbedaan nilai transaksi kalau penyerahan salah satu atau kedua-duanya diserahkan di lalu hari. Dengan kata lain, pada riba yad terdapat dua kriteria dalam transaksi tersebut ialah satu jenis barang dapat diperdagangkan dengan dua denah ialah kontan atau kredit.
4. Riba Nasi’ah
Riba nasi’ah adalah tukar menukar dua barang yang sejenis maupun tidak sejenis atau jual beli yang pembayarannya disyaratkan lebih oleh pedagang dengan dilambatkan. Riba ini terjadi akhir perdagangan tempo. Rasulullah Saw bersabda: “Dari Samurah bin Jundub Ra, bantu-membantu Nabi Saw telah melarang jual beli hewan yang pembayarannya diakhirkan” (HR. Lima Ahli Hadis).
Terkait dengan hukum bunga bank maka, hal itu dianggap sebagai masalah ijtihadiyah sebab tidak ada nash baik al-Qur’an maupun hadis yang menjelaskannya. Hukum bunga bank dibagi menjadi tiga, yakni:
- Haram, karena telah memutuskan kelebihan atas pinjaman.
- Halal, alasannya bunga bank cukup rasional selaku biaya pengelolaan bank.
- Syubhat yakni belum terang halal atau haramnya bunga bank tersebut.
Seseorang yang menyimpan uang di bank akan memperoleh imbalan yang disebut dengan bunga bank, sebaliknya orang yang meminjam duit di bank juga akan dikenakan bunga. Bank yang berdasarkan syariat Islam ialah bank Syariah, menentukan laba dengan cara bagi hasil. Untuk menghindari polemik aturan tersebut, Majelis Ulama Indonesia (MUI) beserta tokoh-tokoh ulama dan tokoh-tokoh cendikiawan muslim Indonesia, sudah mendirikan bank yang memberi jasa pelayanan keuangan sesuai dengan aturan syariat Islam.
Aturan syariat Islam dalam Bank Syariah
Prinsip Perbankan Syariah merupakan bagian dari pemikiran Islam yang berhubungan dengan ekonomi yang memakai antara lain prinsip bagi hasil (mudharabah) dan dilarang adanya komponen riba. Mengenai perbankan syariah sendiri di Indonesia secara biasa dikelola dalam UU 10/1998 dan UU 21/2008.
Mengutip Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dalam operasionalnya, perbankan syariah harus selalu dalam koridor-koridor dan prinsip-prinsip sebagai berikut:
- Keadilan, ialah menyebarkan laba atas dasar pemasaran riil sesuai donasi dan resiko masing-masing pihak.
- Kemitraan, yang bermakna posisi nasabah penanam modal (penyimpan dana), dan pengguna dana, serta lembaga keuangan itu sendiri, sejajar selaku mitra perjuangan yang saling bersinergi untuk memperoleh keuntungan.
- Transparansi, lembaga keuangan Syariah akan menunjukkan pembukuan keuangan secara terbuka dan berkesinambungan supaya nasabah investor dapat mengetahui kondisi dananya.
- Universal, yang artinya tidak membedakan suku, agama, ras, dan kalangan dalam penduduk sesuai dengan prinsip Islam selaku rahmatan lil alamin.
OJK adalah lembaga Negara yang dibuat menurut Undang-undang Nomor 21 Tahun 2011 yang berfungsi menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan acara di dalam sektor jasa keuangan baik di sektor perbankan, pasar modal, dan sektor jasa keuangan non-bank mirip Asuransi, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan lainnya.
Secara lebih lengkap, Otoritas Jasa Keuangan adalah forum independen dan bebas dari campur tangan pihak lain yang memiliki fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan, investigasi dan penyidikan sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 21 tersebut.
Tugas pengawasan industri keuangan non-bank dan pasar modal secara resmi beralih dari Kementerian Keuangan dan Bapepam-LK ke OJK pada 31 Desember 2012. Sedangkan pengawasan di sektor perbankan beralih ke OJK pada 31 Desember 2013 dan Lembaga Keuangan Mikro pada 2015.
Pelajari:
Demikian pembahasan lengkap dari kurikulum pelajarancg perihal jenis-jenis riba berikut misalnya! Seluruh macam-macam riba di atas sungguh penting dipelajari khususnya bagi siswa MTs kelas 9 di Indonesia, terutama bahan PAI, dengan begitu kita mampu menghindari segala jenisnya dari bentuk praktek jual beli maupun kehidupan sosial. Artinya, ini akan membuat lebih mudah kita melakukan cara Menghindari Riba, jangan lupa pelajari nasihat dan dalilnya ya sahabt pelajarancg.blogspot.com!!!