Ada beberapa nash yg berlawanan dlm hal penulisan hadits, sebagian menunjukkan adanya larangan penulisan & sebagian lain membolehkan adanya penulisan hadits.
IbnuAsh-Shalah berkata, “Para ulama berselisih pendapat dlm penulisan hadits, sebagian di antara mereka melarang penulisan hadits & ilmu & menyuruh untuk menghafalnya, & sebagian yg lain membolehkannya.”
Mereka yg melarang penulisan hadits ialah: Umar, Ibnu Mas’ud, Zaid bin Tsabit, Abu Musa, Abu Said Al-Khudri & sekelompok yang lain dr teman & tabi’in Radhiyallahu ‘Anhum.
Sedangkan yg mengijinkan penulisan hadits atau yg melakukannya yakni Ali, Hasan bin Ali, Abdullah bin Amru bin Al-Ash, & sekelompok lainnya dr teman & tabi’in radhiyallahu anhum (diriwayatkan Ad-Darimin dlm Sunannya, Al-Khathib dlm Taqyidul Ilmi & Ibnu Abdil Barr dlm Jami’ Bayanil Ilmi wa Fadlihi).
Para ulama kemudian sudah menggabungkan dua pertimbangan yg bertikai, mencari jalan tengah, antara mereka yg melarang & mengijinkan penulisan hadits sebagai berikut:
- Larangan penulisan terjadi pada awal masa pertumbuhan Islam dikhawatirkan terjadi percampuran & penggabungan antara Hadits Nabi & Al-Qur’an. Tatkala kondisi sudah aman & kondusif & banyak penghafal Al-Qur’an, Rasulullah mengizinkan untuk menulis hadits & larangan sebelumnya menjadi mansukh (terhapus).
- Larangan hanya khusus pada penulisan hadits berbarengan dgn Al-Qur’an dlm satu lembar atau shahifah sebab cemas terjadi kemiripan atau persamaan.
- Larangan cuma bagi orang yg diyakini bisa menghafalnya alasannya adalah dikhawatirkan akan bergantung pada tulisan, sedangkan diperbolehkan penulisan hanya bagi orang yg diyakini tak bisa dlm menghafalnya seperti Abu Syah.
Maka dgn demikian, hilanglah kesan kontradiksi antara nash-nash yg ada.
Dan tak disangsikan lagi adanya perbedaan ini hanyalah terjadi pada masa awal saja, kemudian ijma’ kaum muslimin sepakat mengizinkan penulisan tersebut. Ibnu Ash-Shalah berkata, “Lalu hilanglah perbedaan & kaum muslimin sepakat untuk membolehkannya. Kalaulah tak dibukukan dlm bentuk goresan pena tentu hadits itu akan lenyap pada masa berikut-selanjutnya.”
Pada sebagian atsar dapat diambil selaku pelajaran bahwa Rasulullah SAW mengijinkan penulisan hadits dengan-cara umum pada masa selesai hayatnya. [Paramuda/ Wargamasyarakat]