Inferiority Complex: Pengertian, Ciri, dan Cara Mengatasi

inferiority complex

Inferiority complex – Jika merasa kurang yakin diri atau tak sebaik orang lain, itu wajar. Namun, perlu berhati-hati bila perasaan tersebut membuat Anda merendahkan diri & ragu untuk melakukan banyak hal, alasannya adalah bisa jadi itu tanda Anda mengalami kompleks inferioritas.

Kompleks ini membuat seseorang merasa lebih rendah dr orang lain, & sulit untuk dihilangkan. Kondisi ini bisa menghipnotis cara bergaul, hidup, & mengambil keputusan. Jika kompleks inferioritas menjangkiti banyak orang atau bahkan sebuah bangsa, maka bisa merugikan banyak orang alasannya negara tak lagi dapat memilih kebijakan dengan-cara obyektif.

Sayangnya, kondisi ini sudah terjadi di Indonesia, dimana banyak orang menganggap budaya abnormal lebih superior dibandingkan dengan budaya setempat. Hal ini mampu memunculkan problem yg lebih besar bila tak dikerjakan dgn cepat.

Baca juga: Manipulatif Adalah: Mengenal Prilaku Seseorang

Table of Contents

Pengertian Inferiority Complex

Menurut American Psychological Association, kompleks inferioritas yaitu kondisi psikologis yg timbul dr rasa tak cukup atau insecure, baik itu alasannya adalah kekurangan fisik atau psikologis faktual maupun yg hanya dibayangkan.

Perasaan ini dapat menyebabkan sikap takut & malu, serta kompensasi berlebihan dlm kompetisi & aksi. Kompleks ini timbul tatkala seseorang merasa kualitasnya lebih rendah atau kalah dr orang lain, & seringkali meningkat di masa kanak-kanak alasannya pengalaman yg tak valid atau kurangnya perlindungan dr keluarga.

Karena kompleks inferioritas terbentuk di alam bawah sadar, gejalanya bisa berlainan-beda bagi setiap individu, tetapi ada beberapa tanda biasa seperti rasa rendah diri & stres berkesinambungan. Perlu diwaspadai untuk menangani kompleks ini.

Ciri-Ciri Mengalami Inferiority Complex

Setiap orang dgn persoalan inferioritas menunjukkan tanda-tanda yg berbeda, namun ada beberapa tanda khusus yg lazim terlihat mirip:

  • Menghindari kontak mata dikala mengatakan
  • Memiliki gaya komunikasi yg pasif
  • Kurang motivasi & energi
  • Menarik diri dr orang lain
  • Sering mengalami pergeseran situasi hati yg tak terduga
  • Terus mencari validasi & kebanggaan dr orang lain
  • Cenderung menganalisis pujian & kritik dengan-cara berlebihan
  • Menghindari acara yg kompetitif
  • Kesulitan memberi pujian untuk diri sendiri
  • Serta meremehkan prestasi & kualitas positif diri sendiri.

Orang dgn kompleks inferioritas terkadang pula menciptakan ketidaknyamanan atau ketidakamanan pada orang lain selaku proyeksi atas perasaan rendah diri mereka.

Baca juga: Tujuan Negara Indonesia Menurut UUD 1945

Inferiority Complex di Tempat Kerja

Inferiority complex adalah kondisi psikologis yg seringkali mengganggu kesehatan mental para pekerja. Kondisi ini sering terjadi pada awal masa bergabung dgn perusahaan gres & lazim di kawasan kerja.

Namun, kenapa kompleks inferioritas bisa muncul di kawasan kerja? Menurut Cleverism, hal ini terjadi alasannya adalah pekerja sering membandingkan kualitas dirinya dgn rekan kerja & atasan. Sebenarnya, membandingkan diri dgn kesuksesan orang lain yaitu hal yg manusiawi, khususnya ketika pekerja mengecek nilai dirinya di mata perusahaan & rekan kerja.

Persaingan yg sehat memang dibutuhkan karena mampu mendorong karyawan untuk bekerja lebih keras & menolong mereka mencapai ekspektasi perusahaan dgn baik. Namun, masalah bisa timbul tatkala pekerja tak mampu menetralisir rasa rendah diri, bahkan sehabis beberapa bulan bergabung dgn perusahaan.

Jika kondisi ini terus berlanjut, inferiority complex yg dinikmati bukan lagi fase sementara, melainkan sudah menjadi gangguan mental yg menempel pada kepribadian pekerja tersebut.

Cara Mengatasi Inferiority Complex

Setelah mengetahui definisi & ciri-ciri gejalanya, penting untuk mengenali cara terbaik untuk menangani inferiority complex, terutama sebab kondisi ini bisa muncul tanpa disadari di kawasan kerja. Berikut ialah beberapa kiat yg efektif untuk menangani kompleks inferioritas:

Baca juga: Lambang Koperasi Indonesia: Sejarah, & Arti

Jaga diri sendiri

Pertama-tama, terapkan kebiasaan self-care di kantor atau di rumah. Apresiasi pekerjaan yg sudah ananda kerjakan, hentikan perbandingan dgn kesanggupan rekan kerja, & pelajari keterampilan baru untuk memperbaiki diri.

Hindari rekan kerja yg beracun

Hindari rekan kerja yg tak suportif & selalu menimbulkan persaingan yg tak sehat. Dekatkan diri dgn sobat-sahabat kantor yg suportif biar tak terdampak dengan-cara psikologis.

Jangan terlalu memperdulikan pertimbangan orang lain

Jangan terlalu memperdulikan pendapat orang lain wacana dirimu. Yang penting ialah bagaimana ananda memandang dirimu sendiri. Setelah merasa tenteram dgn dirimu sendiri, orang lain pula akan merasa nyaman denganmu.

Ingatlah bahwa merasa insecure & kurang puas ialah hal yg manusiawi. Namun, jangan biarkan perasaan tersebut merenggut kesehatan mentalmu. Jaga kesehatan mental dgn menyingkir dari hal-hal yg bikin stres & tak tenteram.

Baca juga: Blended Learning: Pengertian & Contoh

Dampak Inferiority Complex

Ada efek terhadap diri sendiri & kepada kehidupan berbangsa & bernegara, berikut penjelasannya:

Dampak Inferiority Complex Terhadap Kehidupan Sehari-hari

Inferiority complex yaitu kondisi yg mampu mengusik kehidupan jika tak dituntaskan. Selain merusak korelasi dgn orang terdekat, perasaan rendah diri dapat menyebabkan perilaku tak sehat mirip kecanduan. Sebuah penelitian menunjukkan bahwa perasaan inferioritas yg berkepanjangan dapat mengembangkan risiko kecanduan yg berbahaya. Seseorang yg merasa inferior dapat beralih ke konsumsi alkohol atau obat-obatan terlarang sebagai prosedur koping untuk menghindari kesulitan.

Selain itu, terlalu khawatir tak tampakkompeten pula mampu mengganggu fokus pada pekerjaan. Alih-alih berupaya melakukan yg terbaik, seseorang yg mempunyai inferiority complex akan terus terpaku menimbang-nimbang persepsi rekan kerja atau atasan ihwal dirinya. Akibatnya, perasaan rendah diri tersebut dapat memunculkan rasa cemas atau gangguan kecemasan, sulit tidur, bahkan berubah menjadi depresi di kemudian hari.

Baca juga: Niat Puasa Arafah Beserta Keutamaannya

Dampak Inferiority Complex Terhadap Kehidupan Berbangsa & Bernegara

Inferiority complex mampu mempunyai efek pada kehidupan berbangsa & bernegara. Contoh pertama yg mampu ditemukan adalah tanggapanistimewa warga negara Indonesia kepada warga negara ajaib, terutama yg berasal dr Barat, yg tak terlepas dr efek imperialisme & kolonialisme Barat yg lama tertanam di benak penduduk .

Penggolongan penduduk menjadi kalangan Eropa, kalangan Bumiputera, & golongan Timur Asing di masa kolonialisme Belanda menyebabkan inferiority complex tumbuh. Bangsa Indonesia yg orisinil tak boleh menikmati akomodasi pendidikan yg didedikasikan bagi golongan Eropa & Timur Asing.

Perasaan kagum kepada dua kalangan tersebut menjadi akibatnya. Dalam kehidupan berbangsa & bernegara, inferiority complex mampu menghambat pertumbuhan sumber daya manusia. Untuk menangani perasaan inferiority complex, perlu memformulasikan citra mental diri sendiri yg sukses & menyingkir dari berpikiran negatif.

Hindari pula merasa kecil dibandingkan penanam modal gila, & jangan pernah berpikir perihal kegagalan. Tidak memikirkan kegagalan bermakna berani untuk mengambil langkah yg dianggap benar untuk terus maju.

Kesimpulan

Inferiority complex adalah perasaan merasa rendah diri & tak berharga yg dialami oleh seseorang sebab merasa kalah atau tak sebanding dgn orang lain dlm sebuah hal. Inferiority complex dapat berdampak negatif pada kehidupan seseorang, terutama dlm hal berkompetisi dgn orang lain atau dlm kekerabatan sosial.

Selain itu, inferiority complex pula mampu terjadi pada tingkat nasional & memengaruhi cara suatu bangsa memandang dirinya sendiri & bangsa lain. Untuk menanggulangi inferiority complex, diharapkan pemahaman positif ihwal diri sendiri, menghindari berpikiran negatif, serta berani mengambil langkah untuk terus maju.

Referensi

  1. Bower, S. A. (2017). The psychology of inferiority complex: A perspective. Journal of Psychology and Behavioral Science, 5(2), 27-34.
  2. Adler, A. (2018). The neurotic constitution: Outlines of a comparative individualistic psychology and psychotherapy. Routledge.
  3. Twenge, J. M., & Campbell, W. K. (2019). The narcissism epidemic: Living in the age of entitlement. Simon and Schuster.
  4. Jorgensen, R. S., Johnson, B. T., Kolodziej, M. E., & Schreer, G. E. (2002). Elevated blood pressure and personality: A meta-analytic review. Psychological bulletin, 128(2), 290-318.
  5. Kaplan, H. I., & Sadock, B. J. (2017). Kaplan and Sadock’s synopsis of psychiatry: Behavioral sciences/clinical psychiatry. Lippincott Williams & Wilkins.
  6. Sowislo, J. F., & Orth, U. (2013). Does low self-esteem predict depression and anxiety? A meta-analysis of longitudinal studies. Psychological bulletin, 139(1), 213-240.
  7. Maslow, A. H. (2013). Toward a psychology of being. Simon and Schuster.

  Gerakan Pramuka: Sejarah, Tujuan, Prinsip, dan Metode