BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pupuk yakni sebuah materi yang digunakan untuk mengubah sifat fisik, kimia atau biologi tanah sehingga menjadi lebih baik bagi pertumbuhan tanaman. Dalampengertian yang khusus, pupuk yaitu suatu materi yang mengandung satu atau lebihhara tumbuhan.
Video alat-alat kimia dapat di lihat di link berikut : https://www.youtube.com/watch?v=vhOpIrUjdw0
Video alat-alat kimia dapat di lihat di link berikut : https://www.youtube.com/watch?v=vhOpIrUjdw0
Berbicara ihwal flora tidak akan lepas dari dilema pupuk. Dalampertanian modern, penggunaan materi yang berbentukpupuk yakni mutlak untukmemacu tingkat produksi flora yang diperlukan.
Seperti sudah dimengerti bareng bahwa pupuk yang diproduksi dan beredardipasaran sangatlah beragam, baik dalam hal jenis, bentuk, ukuran, maupunkemasannya. Pupuk–pupuk tersebut nyaris 90% telah bisa menyanggupi kebutuhanunsur hara bagi tumbuhan, dari komponen makro hingga bagian yang berbentuk mikro. Kalautindakan pemupukan untuk menambah bahan-bahan yang kurang tidak segeradilakukan tanaman akan berkembang kurang tepat, misalnya menguning, tergantungpada jenis zat yang kurang.
Menurut hasil penelitian setiap flora membutuhkan paling sedikit 16 komponen(ada yang menyebutnya zat) supaya pertumbuhannya wajar . Dari ke 16 komponen tersebut,tiga bagian (Carbon, Hidrogen, Oksigen) diperoleh dari udara, sedangkan 13 unsur lagitersedia oleh tanah adalah Nitrogen (N), Pospor (P), Kalium (K), Calsium (Ca),Magnesium (Mg), Sulfur atau Belerang (S), Klor (Cl), Ferum atau Besi (Fe), Mangan(Mn), Cuprum atau Tembaga (Cu), Zink atau Seng (Zn), Boron (B), dan Molibdenum (Mo). Tanah dikatakan subur dan tepat bila mengandung lengkap komponen-unsurtersebut diatas.
Ke-13 unsur tersebut sangat terbatas jumlahnya di dalam tanah. Terkadangtanah pun tidak mengandung bagian-komponen tersebut secara lengkap. Hal ini dapatdiakibatkan alasannya telah habis tersedot oleh tanaman saat kita tidak henti-hentinyabercocok tanam tanpa diimbangi dengan pemupukan. (Marsono.2001)
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan pemaparan latar belakang sebelumnya, adapun perumusan dilema makalah ini ialah:
1. Apa saja materi baku yang dipakai dalam proses pembuatan pupuk ?
2. Apa saja peralatan dan fungsi alat yang dibutuhkan pada pembuatan pupuk ?
3. Apa alat utama yang dipakai dalam pengerjaan pupuk ?
4. Bagaimana proses pengerjaan pupuk itu terjadi ?
1.3 Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini yakni untuk memenuhi mata kuliah Proses Indusri Kimia dan selaku member gosip perihal industri pengerjaan pupuk.
1.4 Manfaat Penulisan
Manfaat dari penulisan makalah ini selaku member info tentang proses pembuatan pupuk dari gas alam sampai produk jadi yang digunakan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Unit Ammonia II
Proses pengerjaan ammonia di PT Pupuk Iskandar Muda memakai teknologi Kellog Brown and Root (KBR) dengan kapasitas terpasang 1200 ton metrik per hari. Proses secara M. W. Kellog bermaksud untuk memproduksi ammonia dari hidrokarbon menggunakan proses reformasi kukus bertekanan tinggi. Bahan baku yang digunakan untuk memproduksi ammonia adalah gas alam, steam dan udara.
Proses pengerjaan ammonia berisikan beberapa unit, yaitu :
a. Unit antisipasi gas umpan baku.
b. Unit pengerjaan gas sintesa.
c. Unit pemurnian gas sintesa.
d. Unit sintesa ammonia.
e. Unit pendinginan ammonia.
f. Unit daur ulang ammonia.
g. Unit daur ulang hidrogen.
h. Unit pembangkit steam.
2.1.1 Unit Persiapan Gas Umpan Baku (Feed treatment)
Gas alam dari Exon Mobil dialirkan ke dalam fuel and feed gas knock out drum (61-200-F) untuk memisahkan senyawa hidrokarbon berat. Dari KO drum sebagai gas alam digunakan selaku materi bakar dan sebagian lagi sebagai materi baku proses.
Sistem persiapan gas umpan baku dari beberapa tahapan proses adalah penghilangan welirang, penghilangan mercury, dan penghilangan CO2. Sulfur (dalam bentuk organik dan anorganik) merupakan racun bagi katalis di primary reformer, secondary reformer, low temperature shift converter (LTSC), methanator, dan NH3 converter. Merkuri ialah racun bagi katalis HTSC dan LTSC. CO2yang tinggi dapat mengakibatkan rendahnya konversi gas metana menjadi gas sintesis pada reforming unit.
2.1.1.1 Desulfurizer
Gas alam selaku materi baku proses dialirkan kedalam Desulfurizer (61-201-DA/DB/DC) yang terdiri dari impragnated carbon adalah serpihan-belahan kayu yang sudah di impregnasi dengan Fe2O3. Impragnated carbon berfungsi menyerap sulfur yang ada dalam gas alam. Masing-masing mempunyai desulfurizer volume 68,8 m3. Umur operasinya diperkirakan 90 hari untuk kandungan H2S di dalam gas alam maksimum 80 ppm dan keluar dari desulfurizer dengan kandungn H2S dalam gas menjadi 5 ppm. Reaksi yang terjadi yaitu :
Fe2O3 + 3 H2S → Fe2S3 + 3 H2O
Operasi dilakukan dalam keadaan jenuh dan basa (pH antara 8,0 sampai 8,5). Keadaan bosan dimaksud supaya H2S dapat diadsopsi oleh air dan lalu bereaksi dengan Fe2O3, sedangkan kondisi basa diperlukan sebab impragnated carbon bersifat basa. Untuk meraih kondisi tersebut maka di injeksikan dengan Na2CO3 sebanyak 5 hingga 10% wt secara terjadwal.
2.1.1.2 Mercury Guard Vessel
Gas dari desulfurizer mengalir ke mercury guard vessel (61-202-D) yang berisi 6,7 m3 katalis welirang impregnated activated carbon berfungsi untuk menyerap Hg yang terdapat dalam gas alam. Mercury diubah menjadi senyawa mercury sulfide dan lalu diserap pada permukaan karbon aktif dibutuhkan kandungan Hg dalam gas sehabis perembesan lebih kecil dari 160 ppm. Reaksi yang terjadi adalah :
Hg + Hg2S → HgS + H2
2.1.1.3 CO2 Pretreatment Unit (CPU)
CPU berfungsi untuk menurunkan kandungan CO2 pada pemikiran gas umpan dari 23% menjadi 4%. Gas CO2 dihilangkan dengan cara absorpsi menggunakan larutan activated MDEA (Methyl – Diethanol Amine) dengan fokus 50% wt pada temperatur 70 sampai 79℃ dalam menara absorber (61-201-E). Reaksi terjadi ialah :
CO2 + H2O → H2CO3
H2CO3 + aMDEA → (aMDEA) + ( HCO3)
Gas masuk ke absorber dari bab bawah dan larutan aMDEA dari bab atas sehingga terjadi kontak eksklusif antara keduanya. Larutan yang sudah mengikat CO2 diregenerasi di stripper (61-202-E) selanjutnya divent ke udara. Selain mengikat CO2 larutan aMDEA juga bisa mengikat hidrogen sulfide sehingga produk CO2 hasil regenerasi di CPU tidak dapat dipakai selaku produk samping dikarenakan pada proses berikutnya di pabrik urea memerlukan CO2 murni yang tidak mengandung hidrogen sulfide dan impuritis yang lain. Proses absorpsi CO2 dilaksanakan pada tekanan tinggi dan pada temperatur rendah, sedangkan pelepasan pada tekanan rendah dan tekanan tinggi alasannya adalah pada keadaan inilah kedua reaksi diatas berjalan optimum.
2.1.1.4 Final Desulfurizer
Final desulfurizer (61-108-D) merupakan vessel yang berisi dua unggun katalis, bab atas berisi katalis nickel molibdate yang berfungsi untuk mengganti welirang organik yang terdapat di dalam gas umpan di dalam belerang anorganik (H2S) dengan mereaksikannya dengan hidrogen, unggun bab bawah berisi katalis ZnO yang berfungsi untuk menyerap H2S yang terbentuk dari unggun utama. Reaksinya yakni :
RSH + H2 → RH + H2S
H2S + ZnO → ZnS + H2O
Sebelum masuk ke tamat desulfurizer, tekanan gas dinaikan 39 hingga 44 kg/cm2G dengan feed gas compressor (61-102-J). Temperatur gas yang masuk dalam akhir desulfurizer 371℃. Bila temperatur di bawah 371℃ ialah pada temperatur 320℃ akan terjadi reaksi metanasi yang meyebabkan peningkatan temperatur di tamat desulfurizer sendiri, sedangkan temperatur diatas 371℃ ialah pada temperatur 400℃ akan terbentuk karbamat karena ada kandungan NH3 dalam gas H2 recycle dan CO2 dalam gas umpan. Kandungan H2S didalam gas outlet selesai desulfurizer diharapkan lebih kecil dari 0,1 ppm.
2.1.2 Sistem Pembuatan Gas Sintesa (Reforming)
Sistem ini bertujuan untuk mengganti gas yang berasal dari metode persiapan gas umpan baku menjadi CO, CO2, dan H2 melalui tahapan proses sebagai berikut :
2.1.2.1 Primary Reformer
Gas proses masuk ke primary reformer bareng dengan superheated steam dengan perbandingan steam dengan karbon 3,2 : 1 untuk mengganti hidrokarbon menjadi CO, CO2, dan H2. Bila rasio steam dengan karbon lebih kecil dari 3,2 menimbulkan terjadi reaksi karbonasi (carbon formation atau carbon cracking) yang menjadikan ketidakaktifan katalis alasannya pemanasan setempat.
Ada dua jenis katalis yang di pakai untuk kelangsungan reaksi reforming pada primary reformer, ialah katalis nikel (ICI-25-4) dibidang atas dan nikel (ICI-57-4) pada bagian bawah. Reaksi yang terjadi di primary reformer ialah selaku berikut :
CH4 + H2O → CO + 3H2
CO + H2O → CO2 + H2
Reaksi pada primary reformer berjalan secara endotermis (menyerap panas). Sumber panas dihasilkan dari 80 burner dengan tipe pengapian kebawah untuk memanaskan 128 tube katalis. Temperatur gas inlet reformer 490℃. Temperatur reaksi dijaga 823℃ pada tekanan 41 kg/cm2G. Jika temperatur lebih rendah maka reaksi akan bergeser kearah kiri (reaktan).
Primary reformer berisikan dua seksi, yaitu seksi radiasi dan seksi konveksi. Pada seksi radian merupakan ruang pembakaran dimana terdapat tube katalis dan burner. Tekanan di primary reformer dijaga -7 mmH2O supaya perpindahan panas lebih efektif dan api tidak keluar dan untuk mempertahankan kevakuman digunakan induct draft fant (61-101-BJ1T). Sedangkan udara untuk burner disuplay oleh force draft fant (61-101-BJ2T).
Seksi konveksi merupakan ruang pemanfaatan dari gas buang dari hasil pembakaran di radian oleh beberapa coil, yaitu :
a) Mix feed coil (61-101-BCX), digunakan selaku tempat preheater bagi gabungan gas alam dan steam yang bereaksi di dalam tube-tube di radiant section.
b) Procces air preheater Coil (61-101-BCA), ialah pemanas udara proses yang akan masuk ke secondary reformer.
c) HP Steam Super Heat Coil (61-101-BCS1)
d) LP Steam Super Heat Coil (61-101-BCS2)
e) Feed Gas Preheat Coil (61-101-BCF), merupakan tempat terjadinya pemanasan gas proses yang mau masuk ke hidrotreater.
f) BFW Preheat Coil (61-101-BCB), ialah coil pemanas bagi air umpan ketel yang mau masuk ke steam drum.
g) Burner Fluel Heater Coil (61-101-BCP), berfungsi untuk melakukan pemanasan awal terhadap flue gas yang akan dibakar di radiant section.
h) Combution Air Preheat Coil (61-101-BLI)
2.1.2.2 Secondary Reformer
Untuk menyempurnakan reaksi reforming yang terjadi di primary reformer (61-101-B), gas dialirkan ke secondary reformer (61-103-D) yang juga berfungsi untuk gas H2, CO, dan CO2. Aliran gas ini dicampurkan dengan ajaran udara dari air compressor (61-101-J) yang mengandung O2 dan N2. Reaksinya yakni sebagai berikut :
2H2 + O2 → 2H2O
CH4 + H2O → CO + 3H2
CO + H2O → CO2 + H2
Reaksi utama di secondary reformer juga ialah reaksi eksotemis, dengan memanfaatkan sumber panas yang dihasilkan dari pembakaran H2 oleh O2. secondary reformer beroperasi pada temperatur 1287˚C dan tekanan 31 kg/cm2G. Panas yan dihasilkan pembakaran H2 oleh O2 juga dimanfaatkan oleh secondary reformer waste heat boiler (61-101-C) dan high pressure steam superheated (61-102-C) sebagai pembangkit steam (boiler feed water). Gas yang keluar dari secondary reformer sesudah di didihkan oleh dua buah waste heat exchanger tersebut temperaturnya menjadi 371˚C. Katalis yang dipakai yakni nikel yang harus diaktifkan apalagi dulu dengan gas hidrogen.
NiO + H2 → Ni + H2O
2.1.3 Tahap pemurnian gas sintesa (Syn gas purification)
Gas sintesis yang keluar dari reformer terdiri atas H2, N2, CO2, CO2, Ar dan CH4. Oksigen dalam bentuk CO dan CO2 mampu meracuni katalis di ammonia converter sehingga gas CO dan CO2 residual dari reformer harus dipisahkan dari gas sintesis. Tahapan pemurnian gas sintesis yaitu sebagai berikut :
2.1.3.1 High Temperature Shift Converter (HTSC)
Unit ini mengganti CO menjadi CO2 dengan derma katalis promoted iron oxide dengan kecepatan reaksi yang tinggi pada temperatur tinggi (350-420˚C) dan tekanan 30 kg/cm2G, tetapi tingkat konversinya cukup rendah. Reaksi yang terjadi yaitu selaku berikut :
CO + H2O → CO2 + H2
Gas CO outlet HTSC akan turun dari 13,6% menjadi 3,35%.
2.1.3.2 Low Temperature Shift Converter (LTSC)
Gas proses yang keluar dari high temperature shift converter (HTSC), sebelum masuk ke LTS yang berisi katalis Cu diturunkan temperaturnya di dalam alat penukar panas. Proses yang terjadi pada LTS sama dengan proses yang ada di high temperature shift converter (HTSC). Kondisi operasi pada LTS yakni pada tekanan 30 kg/cm2G dan temperatur 246℃ dengan kecepatan reaksi berjalan lambat sedangkan laju perubahannya tinggi. Katalis Cu yang dipakai yang diaktifkan dengan mereduksikan dengan gas H2. Pada HTSC dan LTSC terjadi reaksi samping pembentukan metanol :
3H2 + CO2 → CH3OH + H2O
Gas yang keluar dari LTSC dikelola kandungan CO-nya optimal 0,5%.
2.1.4 Unit Pemurnian Gas Sintesa
Pada unit ini CO dan CO2 dipisahkan dari gas sintesa, alasannya adalah CO dan CO2 dapat meracuni katalis ammonia converter. Proses pemurnian gas sintesa ini berisikan dua tahap proses, yaitu :
2.1.4.1 Main CO2 Removal Unit
Tujuan dari CO2 removal adalah menyerap CO2 yang terdapat dalam gas sintesa. CO2 ialah produk samping (side product) dari pabrik ammonia dan digunakan sebagai bahan baku pabrik urea. Kemurnian CO2 pada seksi ini yakni 99,9% vol. Unit ini merupakan unit absorpsi CO2 setelah proses aMDEA pada PT Pupuk Iskandar Muda.
Peralatan utama main CO2Removal terdiri dari :
a. CO2 absorber
b. CO2 stripper
Gas umpan dialirkan ke absorber dan dikontakkan langsung dengan larutan activated MDEA (Methyl-Diethanol Amine) dengan fokus 40% wt. CO2 dalam gas steam di serap secara proses fisis dan kimia. Kemudian larutan aMDEA diregenerasi pada tekanan rendah dan temperatur tinggi di stripper.
Gas dengan temperatur 70℃ masuk ke absorber melalui inlet sparger dan mengalir keatas lewat packed bed. Larutan lean dari atas tower mengalir ke bawah lewat packed bed sehingga terjadi kontak langsung antara gas sintesa dengan lean solution, sehingga CO2 mampu terserap ke larutan. Gas sintesa yang sudah bebas dari CO2 keluar dari top tower menuju ke unit synthesa loop dengan temperatur 48℃ dengan komposisi CO2 leak 0,1% vol.
CO2 yang sudah terlucuti mengalir ke atas lewat bab direct contact cooler yang dilengkapi tray untuk didinginkan memakai air yang disirkulasikan dengan pompa, sehingga temperatur CO2 di top stripper menjadi 40℃. Fungsi tray di direct contact cooler yaitu untuk memperluas area kontak antara dua fluida sehingga ditemukan hasil yang optimum. Selanjutnya CO2 tersebut dialirkan ke unit urea untuk dibuat lebih lanjut.
Proses penyerapan CO2 di Main CO2 Removal juga dikerjakan pada tekanan tinggi dan temperatur rendah sedangkan pelepasan dikerjakan pada tekanan rendah dan temperatur tinggi.
2.1.4.2 Methanator
Fungsi dari methanator ialah untuk mengubah gas CO dan CO2 yang masih lolos dari main CO2 removal menjadi CH4. Methanator ialah sebuah ember yang berisi katalis nikel yang terkalsinasi (penukaran logam kepada oksidanya dengan cara pembakaran). Reaksi yang terjadi ialah selaku berikut :
CO + 3H2 → CH4 + H2O
CO2 + 4H2 → CH4 + 2H2O
Reaksi ini bersifat eksotermis sehingga CO dan CO2 yang masuk ke methanator harus dikontrol tidak lebih dari rancangan (CO = 0,5% dan CO2 = 0,1%), alasannya adalah setiap mol gas CO2 yang bereaksi dengan gas H2 menjadikan peningkatan temperatur sekitar 74˚C, sedangkan untuk setiap mol CO yang bereaksi dengan gas H2 mengoptimalkan temperatur sekitar 60˚C. Pada keadaan desain CO dan CO2 outlet methanator adalah 0,6 dan 0,7 mol. Gas sintesis yang keluar dari methanator (61-106-D) merupakan campuran dari gas H2 dan N2 sebagai komponen utama disamping juga ada gas inert (CH4 dan Ar).
Methanator beroperasi pada tekanan 26,7 kg/cm2G dan temperatur 330℃. Karena panas yang dihasilkan dari reaksi ini, maka temperatur gas sintesa naik menjadi 366℃. Oleh alasannya itu, kandungan CO dan CO2 dalam gas yang keluar dari CO2 absorber dibatasi optimal 0,1% vol supaya tidak terjadi overheating. Gas sintesa keluar methanator mempunyai batas-batas kandungan CO dan CO2 maksimum 10 ppm.
2.1.5 Unit Sintesa Ammonia (Ammonia synthesis loop)
Gas sintesa murni dengan perbandingan volume H2 dan N2 sebesar 3:1 dan fokus NH3 sekitar 1,67%, sebelum dialirkan ke ammonia converter (61-105-D) terlebih dahulu tekanannya dinaikkan dengan syn gas compressor (61-103-J) sampai tekanan 172 kg/cm2G dan dipanaskan hingga 232˚C yang diumpankan ke ammonia converter. Disini di kondisikan pada temperatur 350-500˚C dan tekanan 130 kg/cm2G. Reaksi pembentukan ammonia yakni eksotermis sehingga menciptakan panas yang mampu dimanfaatkan sebagai pembangkit steam. Kompressor ini bekerja dengan dua tingkatan kompresi dengan pelopor turbin uap (steam turbine), tingkatan pertama disebut low pressure case (LPC).
Gas sintesa masuk ke LPC dengan temperatur 38℃ dan tekanan 24,1 kg/cm2G, kemudian dikompresi menjadi 63,4 kg/cm2G dan temperatur 67,4℃. Sedangkan pada bagian HPC, gas sintesa bercampur dengan gas recycle dari ammonia converter. Gas sintesa umpan memasuki ammonia converter dengan temperatur 141℃ dan tekanan 147 kg/cm2G melalui bagian samping reaktor.
Reaktor ini dibagi menjadi dua bab menurut fungsinya, yaitu ruang katalis atau ruang konversi dan ruang penukar panas (heat exchanger). Reaksi yang terjadi pada ammonia converter yakni sebagai berikut :
N2 + 3H2 → 2NH3
Ammonia converter memakai katalis Fe (promoted iron oxide) dan di operasikan pada temperatur 480˚C dan tekanan 150 kg/cm2G.
2.1.6 Unit Pendinginan dan Pemurnian Produk
2.1.6.1 Refrigerant System Unit
Untuk memberikan pendinginan pada ammonia diharapkan suatu tata cara pendinginan untuk mengkondensasikan ammonia yang ada dalam gas sintesa. Sistem pendinginan dijalankan tiga tahap adalah :
1. Memberi pendinginan untuk mengkondensasikan ammonia yang ada dalam synthesa loop.
2. Memberi pendinginan untuk mengkondensasikan ammonia yang ada dalam gas buang.
3. Mendinginkan gas pada interstage compressor gas sintesa.
Uap ammonia didinginkan dan dikondensasikan terlebih dulu pada ammonia unitized chiller (61-120-C). Sebelum masuk ke refrigerant reservoir (61-109-F). Uap yang tidak terkondensasi dikembalikan ke metode dan zat yang tidak bereaksi dari chiller diantarke unit daur ulang ammonia . Uap ammonia yang terbentuk pada chiller, flash drum, dan storage tank dimasukkan dalam centrifugal refrigerant compressor (61-105-J). Kompressor ini bekerja menurut metode pemampatan bertingkat untuk memanfaatkan ammonia sebagai media pendingin. Kompressor ini dioperasikan untuk memenuhi kebutuhan tekanan pada stage flash drum (61-120-CF). Disamping itu juga dapat menaikkan tekanan dari pedoman ammonia yang mengalami flushing, sehingga memungkinkan ammonia terkondensasi sehabis terlebih dahulu di dinginkan dalam refrigerant condenser (61-127-C).
Produk ammonia yang dihasilkan terdiri dari dua jenis produk dingin dan produk panas. Produk masbodoh yang mempunyai temperatur -33˚C dikirim ke tangki penyimpanan ammonia, sedangkan produk panas dengan temperatur 30˚C diantarke pabrik urea.
2.1.6.2 Unit Recovery
Unit recovery berfungsi untuk menyerap NH3 yang terkandung di dalam gas buang sehingga diperoleh efisiensi produk ammonia yang lebih tinggi. Penyerapan kandungan ammonia yang ada dalam adonan gas buang dilakukan dalam dua packed absorber dengan sirkulasi yang berlawanan arah antara gas-gas dengan air.
HP ammonia scrubber (61-104-E) menyerap ammonia yang terikut dalam purge gas tekanan tinggi dari synthesa loop dengan temperatur 28,8˚C. Gas-gas yang keluar dari menara absorber diantarke unit daur ulang hidrogen (HRU). LP ammonia scrubber (61-103-E) menyerap ammonia yang terikut di dalam purge gas dari ammonia letdown drum (61-107-F) dan refrigerant receiver (61-109-F) yang bertemperatur -17˚C. Gas-gas yang keluar dari menara absorber diantarke primary reformer selaku materi bakar.
Larutan aqua ammonia dari HP ammonia scrubber dan LP ammonia scrubber serta kondensat dari HRU dipanaskan sampai 165˚C di ammonia stripper feed/effluent exchanger (61-141-C) kemudian dialirkan ke ammonia stripper (61-105-E). Pada column ini terjadi pelepasan ammonia dari aqua ammonia, ammonia yang telah dipisahkan dikirim kembali ke refrigerant system. Temperatur ammonia keluar dari top column dijaga dengan cara spray ammonia cair dari produk panas melalui inlet sparger di top column. Panas yang diberikan ke kolom digunakan ammonia stripper reboiler (61-140-C) dengan menggunakan steam.
2.1.7 Unit Daur Ulang Ammonia
Unit ini berfungsi untuk menyerap NH3 yang terkandung di dalam gas buang sehingga diperoleh efisiensi produk ammonia yang lebih tinggi. Penyerapan kandungan ammonia yang ada dalam gabungan buang dikerjakan dalam dua packed absorber dengan sirkulasi yang bertentangan arah antara gas-gas dengan air.
HP ammonia scrubber (61-103-E) menyerap ammonia yang terikut di dalam furger gas dari synthesa loop dengan temperatur 28,8˚C. Gas-gas yang keluar dari menara absorber diantarke unit daur ulang hidrogen (HRU). LP ammonia scrubber (61-103-E) menyerap ammonia yang terikut di dalam purge gas dari ammonia letdown drum (61-107-F) dan refrigerant receiver (61-109-F) yang bertemperatur -17˚C . Gas- gas yang keluar dari menara absorber diantarke primary reformer sebagai materi bakar.
Larutan aquas ammonia dari HP ammonia srubber dan LP ammonia scrubber serta kondesat dari HRU dipanaskan sampai 165˚C di ammonia stripper feed/effluent (61-141-C) kemudian di alirkan ke ammonia stripper (61-105-E). Pada column ini terjadi pelepasan ammonia dari aquas ammonia, ammonia yang sudah dipisahkan dikirim kembali ke refrigerant system. Untuk menjaga temperatur ammonia keluar dari top column di spray ammonia cair dari produk panas lewat inlet sparger di top column. Untuk memberi panas ke column digunakan ammonia stripper reboiler (61-140-C) dengan menggunakan steam.
2.1.8 Unit Daur Ulang Hidrogen
Unit daur ulang hidrogen (Hydrogen Recovery Unit) unit memakai teknologi membran separation yang dibuat oleh air product USA . Tujuan daur ulang hidrogen yaitu untuk memisahkan gas hidrogen yang terdapat dalam purge gas dari HP ammonia scrubber (61-104-E) sebelum dikirim ke fuel system. Sedangkan hidrogen yang diperoleh dikembalikan ke synthesa loop untuk diproses kembali menjadi ammonia.
Prinsip separator merupakan inti dari peralatan pada HRU. Prism separator memakai prinsip pemilihan permeation (perembasan) gas melalui membran semi permeabel. Molekul gas akan berpindah melalui batas membran bila tekanan parsial dari gas lebih rendah dari tekanan disebelahnya. Membran ini berisikan hollow fiber yang berisikan sebuah bundle hollow fiber yang mempunyai seal pada setiap ujungnya melalui tube sheet. Bundle ini dipasang dalam bentuk pressure vessel. Setiap separator memiliki 3 buah nozzles, satu di inlet dan dua buah di outlet.
Dalam operasi gas memasuki inlet nozzle dan melewati bab luar hollow fiber. Hydrogen permeate lewat membran lebih cepat dari pada gas lain. Gas yang hendak didaur ulang memasuki HP prism separator 103-LL1A dan 103-LL1B secara paralel lewat bottom nozzle dan di distribusikan ke bundle hollow fiber, melalui internal tube sheet, keluar melalui nozzle. Hidrogen yang keluar dari kedua prism tersebut ialah produk high pressure permeate dan di alirkan ke syn gas compressor-1 stage cooler (61-130-C) dengan tekanan 57 kg/cm2G.
Aliran tail gas yang meninggalkan shell side dari HP prism separator di letdown, kemudian mengalir ke LP prism separator ini merupakan produk low pressure permeate dan diantarke uap stream methanator effiuent cooler (61-115-C) dengan tekanan 31 kg/cm2. Tail gas kemudian meninggalkan sheel side LP prism separator dengan kondisi minimum hidrogen gas non-permeate. Gas non-permeate terdiri dari inert gas methan dan argon yang dibuang dari ammonia synthesis loop, dan dipakai sebagai materi bakar primary reformer.
2.1.9 Unit Pembangkit Steam
Pabrik ammonia juga disebut pabrik uap karena dapat menghasilkan uap sendiri, uap merupakan salah satu utilitas penting. Energi panas yang dihasilkan oleh panas reaksi proses, dimanfaatkan pada beberapa penukar panas untuk memanaskan air umpan boiler yang akan dijadikan steam. Penukar panas yang dilalui air umpan bioler yaitu :
a) Refomer Waste Heat Boiler (61-101-C)
b) High Pressure Steam Superheater (61-102-C).
c) HTS Effluent Steam Generator (61-123-C1/C2).
d) Ammonia Converter Steam Generator (61-123-C1/C2).
e) BFW Preheat Coil (61-101BCB).
Air umpan boiler dari utilitas masuk ke deaerator (61-101-U) untuk menetralisir oksigen terlarut dengan cara mekanis (steam bubbling dan stripping) dan secara kimia (injeksi Hydrazine) ke dalam deaerator, lalu dikirim dengan BFW pump (61-104-J) ke steam drum (61-101-F) melalui alat-alat penukar panas.
Steam yang keluar dari steam drum dipanaskan di high pressure steam superheater (61-102-C) sampai temperatur 327˚C dan tekanan 105 kg/cm2G, lalu dipanaskan lagi di HP steam superheat coil (101-BCS1/BCS2) untuk menciptakan superheated steam (steam SX) dengan temperatur 510˚C dan tekanan 123 kg/cm2G.
Produk steam SX yang dihasilkan sebesar 211 ton/jam digunakan untuk pencetus turbin air compressor (61-103-JT), selebihnya diturunkan tekananya menjadi steam SH. Exchaust dari steam tersebut adalah steam SH bertekanan 42,2 kg/cm2G dan temperatur 510˚C, dipakai untuk menggerakkan turbin-turbin lain yakni :
a. Turbin Refrigerant Compressor (61-105-JT) sebesar 21 ton/jam.
b. Turbin Feed Gas Compressor (61-102-JT) sebesar 8,84 ton/jam.
c. Turbun BFW Pump (61-104-JT) sebesar 17,4 ton/jam.
d. Turbin ID fant (61-101-BJIT) sebesar 8,17 ton/jam.
e. Turbin RC Lube Oil Pump (61-105-JLOT) sebesar 0,55 ton/jam.
f. Turbin Air Compressor (61-101-JT) sebesar 2,3 ton/jam.
Pemakaian terbesar steam SH yakni untuk steam proses di primary reformer adalah terbesar 81 ton/jam dan sekitar 30 ton/jam di impor ke unit urea. Steam SH dari letdown turbin-turbin diatas menciptakan steam SL bertekanan 3,5kg/cm2G dan temperatur 219˚C, digunakan selaku media pemanas di reboiler, sebagai steam bubbling/striping deaerator sebagai air umpan boiler. Sedangkan condensing steam SX dari turbin dikirim ke surface condenser (61-101-JC) untuk di kondensasi dengan air pendingin, kemudian diantarke off site sebesar 54 ton/jam dan sebagian kecil dipakai sebagai tata rias jacket water, tata rias aMDEA sistem sebagai pelarut bahan-bahan kimia.
2.2 Unit Urea 1
Unit urea PT Pupuk Iskandar Muda memakai proses Mitsui Toatsu Total Recycle C Improved (TRCI), memproduksi pupuk urea prill dengan kapasitas terpasang 1.725 ton/hari. Proses ini diseleksi alasannya mempunyai beberapa kelebihan, antara lain kualitas produk yang tinggi, tidak ada dilema eksplosif, low steam consumption process, dan limbah yang kurang (tingkat polusi yang rendah).
Bahan baku pabrik urea yang sedang berlangsung adalah urea-1 (Mitsui Toatsu Total C Improved) diambil dari pabrik ammonia-2. Bahan tersebut antara lain :
a. Larutan NH3 (ammonia)
Spesifikasi :
Karakteristik : Cair
Kandungan : 99,5%w, maksimum
Kadar H2O : 0,5%w, maksimum
Kadar minyak : 5 ppm, maksimum
Tekanan : 17 kg/cm2G
Temperatur : 30˚C
b. Gas CO2
Spesifikasi :
Karakteristik : Gas
Komposisi (dry basis) : CO2 98%v, maksimum
Total sulfur 1,0 ppm, maksimum
Tekanan : 0,6% kg/cm2G
Temperatur : 380˚C
Urea (NH2CONH2) ialah senyawa amida dari asam karbamat (NH3COOH) atau diamida dari asam karbonat (CO(OH)2). Proses pengerjaan urea didapatkan pertama kali pada tahun 1828 oleh Woehler adalah dengan mereaksikan kalium sianad dengan asam sulfat. Namun, produksi urea secara komersial gres dikerjakan pertama kali pada tahun 1922 sesudah berkembangnya proses pembuatan ammonia (Haber dan Bosch) dimana urea diproduksi dengan memakai bahan baku NH3 dan CO2 yang keduanya diperoleh dari proses pembuatan ammonia. Produksi urea dari ammonia dan karbondioksida dijalankan lewat dua tahap reaksi, yakni:
2NH3 + CO2 ↔ NH2COONH4
NH2COONH4 ↔ CO(NH2)2 + H2O
Urea banyak digunakan sebagai pupuk tanaman, selain itu urea juga dimanfaatkan untuk protein food supplement, bahan baku atau bahan embel-embel pada industri pengerjaan resin, polimer, resin penukar ion, pelapisan (coating), adhesives, tekstil, distributor anti shring selaku bahan baku dalam pengerjaan resin urea formaldehid, pembuatan bahan kimia, pemadam api, dan pembuatan urea-nitrat.
2.2.1 Sifat Urea
Urea pada suhu kamar fasanya padat, tak bewarna, tak berbau, dan tak berasa, serta gampang larut dalam air dan akan terhidrolisis secara lambat membentuk ammonium carbamate, pada balasannya terdekomposisi menjadi NH3 dan CO2. Pada tekanan atmosferik dan pada titik lelehnya, urea mampu terdekomposisi menjadi ammonia, biuret (NH2COONH4), asam sianurat (C3N3 (OH)3), amalida (NH2C3(OH)2, dan biuret (NH2CONH2COHN2). Selain sifat kimia tersebut urea juga memiliki sifat fisikaseperti terlihat dalam tabel 2.1 berikut :
Table 2.1 Sifat Fisika Urea
Properti
|
Nilai
|
Titik leleh,
|
132,7
|
Index refraksi. nD20
|
1.484,1602
|
Specific gravity, d420
|
1,335
|
Bentuk Kristal
|
Tetragonal, jarum, prisma
|
Energi bebas pembentukan, Cal/gmol
|
-47120
|
Heat of fusion, Cal/g
|
60, endotermik
|
Panas larutan dalam air, Cal/g
|
58, endotermik
|
Panas kristalisasi, 70% larutan urea
|
110, eksotermik
|
Bulk density,g/cm3
|
0,74
|
Panas spesifik (240-400K)
|
38,43 + 4,98.10-2T + 7,05.10-4T2
|
-8,61. 10-7T3
|
|
Tekanan uap padatan urea (56-130
|
ln PV 32,472 – 11755/T
|
Sumber: Perry,R.,“Perry’s Chemical Engineers’handbook”. 5thed. Singapore.1999
2.2.2 Bahan Baku Pembuatan Urea
Bahan baku utama ialah ammmonia, karbondioksida, udara serta uap panas. Bahan tersebut diperoleh dari pabrik ammonia, sehingga pabrik urea selalu diusahakan berdekatan dengan pabrik ammonia untuk menambah efesiensi proses. Unit urea dapat dibagi dalam enam seksi, yaitu :
a) Seksi sintesa.
b) Seksi purifikasi.
c) Seksi recovery.
d) Seksi kristalisasi dan pembutiran.
e) Bagging unit dan gudang urea bulk.
f) Pemasaran hasil produksi.
Prinsip pengerjaan urea yang paling umum dipraktekkan dalam skala komersial yakni proses kehilangan cairan tubuh ammonium carbamate. Proses-proses komersial di industri yang mengadopsi prinsip tersebut dapat dilihat pada tabel 2.2 berikut.
Tabel 2.2 Perbandingan beberapa proses pengerjaan urea skala komersial (Melia, 2006)
Proses
|
P (atm)
|
T (℃)
|
NH3/CO2
|
Sistem Daur Ulang
|
Mitsui Toatsu
|
240
|
195
|
4,3
|
Total solution
|
Snam Progetti
|
130
|
180-190
|
3,5-5
|
Internal Carbamat
|
Stamicarbon
|
140
|
170-190
|
2
|
Internal Carbamat
|
ACES
|
175
|
190
|
4
|
Total solution-Stripping
|
Imp. ACES
|
155
|
182
|
3,7
|
Internal Carbamat
|
2.2.3 Unit Synthesa
Urea disintesis dengan mereaksikan NH3 cair dengan gas CO2 dari unit ammonia dan larutan recycle carbamate dari unit recovery pabrik urea. Larutan dan sintesa urea diantarke unit purifikasi untuk memisahkan ammonium carbamate dan ammonia berlebih, sesudah di stripping dengan gas CO2 ammonia cair dipompakan kedalam reaktor (52-DC-101) lewat ammonia preheater (52-EA-103) dengan pompa centrifugal ammonia feed pump (52-GA-101A,B).
Gas CO2 dikompresikan ke tekanan sintesa bersama dengan udara anti korosi 5000 ppm sebagai O2 dengan CO2 kompressor jenis sentrifugal dengan pelopor steam turbin (52-GB-101) bab terbanyak dari gas CO2 dimasukkan ke stripper (52-DA-101) yang memiliki kegunaan untuk CO2 striping dan lainnya diantarke LP decomposer (62-DA-202) juga sebagai stripping.
Reaktor di operasikan pada tekanan 175kg/cm2 dan temperatur 190˚C, dan dengan molar rasio NH3/CO2 4,0 dan molar rasio H2O/CO2 ialah 0,64. Reaktor yakni suatu bejana berupa vessel tegak lurus dengan sembilan baffle plate dibagian dalam untuk menghindari back mixing, dan dinding bagian dalamnya dilapisi dengan 316L stainless steel urea grade. Tekanan operasi dari stripper carbamat condenser (52-EA-101 dan 52-EA-102) serta scrubber adalah sama seperti kondisi operasi reaktor. Larutan urea sintesa meraih konversi sekali lewat (once-through) 67% di dalam reaktor, mengalir turun melalui pipa di dalam reaktor dan masuk menuju stripper secara gravitasi.
Di dalam stripper sebelah atas, larutan urea sintesa dari reaktor turun dan kontak dengan gas yang telah dipisahkan di bab bawah melalui sieve tray, dimana komposisi larutan dikelola secara adiabatis dan sesuai untuk efektifnya CO2 stripping. Di bab bawah stripper, ammonium carbamate dan ammonia berlebih yang terkandung dalam larutan urea sintesa diurai dan dipisahkan dengan CO2 stripping dan pemanasan dengan metode pemanas falling film heater. Kondisi operasi di stripper tekanannya ialah 175 kg/cm2G dan temperatur 178˚C.
Gas dari top reactor, mengandung sejumlah kecil ammonia dan CO2, dikirim ke scrubber untuk didaur ulang ammonia dan CO2 menggunakan larutan carbamate recycle, yang lalu diantarke reaktor (52-DC-101). Gas yang berasal dari top scrubber dikirim ke HP absorber (52-EA-401) untuk selanjutnya ammonia dan CO2 daur ulang kembali. Sebagian gas tersebut, yang masih mengandung oksigen dipakai kembali sebagai udara anti korosi untuk carbamat condenser segi shell.
Reaksi sintesa urea yang terjadi adalah :
2NH3 + CO2 → NH2COONH4
NH2COONH4 → NH2CONH2 + H2O
Selain reaksi tersebut, selama sintesa terjadi juga reaksi samping yakni terbentuknya biuret dari urea :
2 NH2COONH4 → NH2CONHCONH2 + N2
Reaksi antar CO2 dan NH3 menjadi urea berlangsung secara bolak-balik dan sungguh dipengaruhi oleh tekanan, temperatur, komposisi, dan waktu reaksi. Perubahan ammonium carbamate menjadi urea dalam fase cair, sehingga dibutuhkan temperatur dan tekanan yang tinngi. Temperatur dan tekanan tinggi memperbesar konversi pembentukan urea, jikalau temperatur rendah menjadikan konversi ammonia carbamate menjadi urea berkurang. Kondisi reaksi yang optimum pada temperatur 200˚C dan tekanan 250 kg/cm2G, alasannya sifat-sifat korosif dari zat-zat pereaksi dan produk di dalam reaktor maka pada permukaan yang mengalami kontak dengan gabungan reaksi. Reaktor di lapisi dengan titanium, penambahan sedikit oksigen bertujuan untuk melindungi reaktor sehingga diperoleh daya tahan yang lebih usang karena reaksi total pembuatan urea bersifat eksotermis, maka temperatur reaktor mesti di kendali benar.
Pengontrolan temperatur dapat diatur dengan :
a. Mengatur kelebihan ammonia yang akan masuk reaktor.
b. Mengatur jumlah larutan recycle yang mau masuk reaktor.
c. Memanaskan ammonia yang hendak masuk reaktor.
2.2.4 Unit Purifikasi (Dekomposisi)
Seksi ini berfungsi untuk memisahkan urea dari produk reaksi sintesis (urea, biuret, ammonium carbamate, dan ammonia berlebih) dengan tiga langkah dekomposisi 17 kg/cm2G; 2,5 kg/cm2G, dan tekanan atmosfer.
a. Reaksi Dekomposisi ammonium carbamate
NH4COONH2 ↔ CO2 + 2 NH3
Reaksi berjalan pada temperatur 151˚C-165˚C. Pengurangan tekanan akan menaikkan temperatur sehingga akan memperbesar konversi. Selama dekomposisi reaksi, alasannya hidrolisa menjadikan berkurangnya urea yang di harapkan selaku produk.
b. Reaksi Hidrolisa Urea
NH2CONH2 + H2O ↔ CO2 + 2NH3
Hidrolisa gampang terjadi pada suhu tinggi, tekanan rendah dan residence time yang lama. Pembentukan biuret yakni aspek lain yang mesti di amati baik dalam proses dekomposisi, maupun dalam proses selanjutnya (kristalisasi dan pembutiran).
c. Reaksi Pembentukan Biuret
2NH2CONH2 ↔ NH2CONHCONH2 + NH3
Reaksi ini bersifat reversible dan berlangsung pada temperatur di atas 90˚C, dan tekanan parsial ammonia yang rendah. Pembentukan biuret dapat ditekan dengan adanya keunggulan ammonia. Jumlah biuret yang terbentuk juga dipengaruhi oleh recidence time yang lama. Dekomposisi berlangsung pada dikala larutan keluar dari top reactor urea (52-DC-101) dengan temperatur 126˚C melalui kerangan ekspansi (suction expantion) yang disebut letdown valve, pada saat tersebut sebagian besar carbamate akan terurai menjadi ammonia dan CO2 yang disebabkan turunnya tekanan sebesar 17 kg/cm2G.
Ammonia dan ammonium carbamate yang tersisa berikutnya dipisahkan dari larutan dalam decomposer tahap II yaitu low pressure decomposer (52-DA-202). Untuk LPD beroperasi dengan tekanan 2,5 kg/cm2G dan temperatur 235˚C, sedangkan untuk gas separator berisikan 2 bab adalah : bagian atas di operasikan pada temperatur 107˚C, dengan tekanan 0,3 kg/cm2G dan bab bawah di operasikan pada 92˚C dan tekanan atmosfir.
2.2.5 Unit Recovery
Gas-gas ammonia CO2 yang sudah dipisahkan pada seksi purifikasi diserap dan didaur ulang di dalam dua tingkat absorber, yaitu HP absorber (52-EA-401 A,B) dan Lp absorber (52-EA-402), memakai proses kondensat selaku penyerap (absorber), sebelum di kembalikan ke seksi sintesa.
Gas dari bab atas LP decomposer (52-DA-202) pada seksi purifikasi diantarke LP absorber, yang di operasikan pada tekanan 2.3 kg/cm2G dan temperatur 45˚C, untuk peresapan ammonia dan CO2 dengan tepat. Sedangkan gas dari sebagian atas Hp decomposer (52-DA-201) dikirim ke HP absorber, yang di operasikan pada tekanan 16.8 kg/cm2G dan temperatur 104˚C, gas di kondensasikan dan diserap dengan sempurna oleh larutan dari LP absorber.
Gas yang keluar dari LPD di kondensasikan diserap secara tepat dalam LPA dengan cara bubbling lewat pipa sparger di dasar permukaan cairan. Absorber yang dipakai ialah :
1. Larutan induk dikembalikan (recycle mother liquor) untuk menetralisir biuret.
2. Larutan karbamat encer dari metode offsite gas recovery ditambah air murni (steam condensate).
Panas yang dihasilkan dalam proses peresapan pada HP absorber diserap oleh larutan di dalam vakum konsentrator dengan mensirkulasikan larutan urea dan digunakan selaku sumber panas untuk memekatkan larutan urea. Larutan karbamat yang terbentuk didalam HP absorber didaur ulang ke carbamate condenser dan scrubber.
2.2.6 Unit Kristalisasi dan Pembutiran
Larutan urea dari gas separator (52-FA-201) dengan fokus 70-75% dikirim ke crystalizer (52-FA-201) dengan pompa urea (52-GA-205), disini urea divakumkan untuk meminimalisir kandungan air yang ada dalam larutan urea. Kristal-kristal yang terbentuk dalam vakum crystalizer diantarke centrifuge (52-GF-201) untuk dipisahkan mother liquor, lalu dikeringkan lewat dryer (52-FE-301) hingga kadar airnya 0,3% dengan menggunakan udara panas. Kristal-kristal urea kering diantarke atas prilling tower (52-IA-301) dengan pneumatic conveyer melalui fluidizing dryer (52-FF-301) disitu kristal dilelehkan di dalam melter (52-EA-301), dan lelehan tersebut turun ke head tank (52-FA-301), melalui agen (52-PF-301) dan spraying nozzle granulator di dalam prilling tower dan dibawahnya dihembus dengan udara sebagai media pendingin sehingga dihasilkan butiran urea.
Urea keluar dari bab bawah prilling tower (fluidizing cooler) diayak lewat tromel (52-FD-303) untuk dipisahkan over sizenya dan yang memenuhi spesifikasi selanjutnya dikirim ke gudang (bulk storage) dengan memakai belt conveyer. Butiran urea yang over size dilarutkan di dalam solving tank, selanjutnya diantarke crystalizer dan sebagian lagi diantarke recovery. Debu urea dan udara bersih yang tidak terserap dibuang ke atmosfir lewat urethane foam filter. Butiran urea yang dihasilkan berkadar air yang relatif rendah yakni 0,3% berat maksimum.
Urea yang dihasilkan oleh PT PIM mesti menyanggupi spesifikasi sebagai berikut :
Kadar nitrogen : 46% berat maksimum
Kadar air : 0,3% berat maksimum
Kadar biuret : 0,5% berat maksimum
Kadar besi : 0,1 ppm
Fe (Iron) : 1,0 ppm
2.2.7 Bagging Unit dan Urea Bulk
Urea prill yang sudah dihasilkan mesti dijaga dengan baik agar tidak terjadi kerusakan yang mengakibatkan menurunkan mutu produk, hal ini sungguh berpeluang terjadi pada ketika transportasi, pada saat pengantongan atau pada ketika penyimpanan, urea prill yang berasal dari prilling tower diangkut dengan belt conveyer ke splitter sebagian urea prill dialirkan ke gudang penyimpanan sedangkan sebagian lagi diantarke splitter pada bab pengantongan (bagging). Pada gudang penyimpanan ini tumpukan urea prill dalam gudang merata. Di dalam gudang terdapat portal scrubber yang dilengkapi pengatur kecepatan. Alat ini berfungsi untuk mengeruk dan memindahkan urea prill ke belt conveyer, untuk seterusnya dikirimkan ke splitter. Splitter membagi urea prill tersebut menjadi dua bagian, sebagian dikapalkan sedangkan sebagian lagi diantarke bagging.
Pada belt conveyer, yang mengirim urea prill ke kapal dipasang alat pengukur flow rate. Agar urea prill yang disimpan dalam gudang terjaga kelembaban dan kekerasannya, maka kelembaban harus dijaga antara 65-70% dan suhu gudang mesti 5-10˚C diatas suhu lingkungan keadaan seperti diatur dengan menggunakan pemikiran steam yang dialirkan ke dalam gudang. Pada bagging, urea prill dibagi oleh splitter ke dalam dua buah hopper. Pada alat ini terdapat weight total counter untuk mengukur berat urea yang di kantongkan pada setiap kantong.
Hopper ini berfungsi untuk memasukkan urea ke dalam kantong dan lalu menjahit kantong tersebut. Alat ini bekerja semi-otomatis. Alat ini dapat menciptakan 720 kantong urea/hari dengan kapasitas 50 kg urea pada tiap kantongnya. Kantong-kantong urea tersebut kemudian di pak dengan dukungan palletizer. Untuk mengatasi debu-debu yang banyak timbul pada dikala penyimpanan dan pengantongan maka dipakai bag filter. Debu-abu yang muncul diserap oleh alat ini, kemudian diproses lebih lanjut sehingga udara yang di buang ke atmosfir sudah higienis dari debu.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan pemaparan pembahasan, maka dapat kita ambil kesimpulan ialah:
1. Pupuk yakni sebuah materi yang mengandung satu atau lebih hara tanaman.
2. Proses pengerjaan ammonia berisikan beberapa unit, yakni :
a. Unit persiapan gas umpan baku.
b. Unit pengerjaan gas sintesa.
c. Unit pemurnian gas sintesa.
d. Unit sintesa ammonia.
e. Unit pendinginan ammonia.
f. Unit daur ulang ammonia.
g. Unit daur ulang hidrogen.
h. Unit pembangkit steam.
3. Pengeringan hamparan terfluidisasi (Fluidized Bed Drying) yaitu proses pengeringan dengan memanfaatkan anutan udara panas dengan kecepatan tertentu yang dilewatkan menembus hamparan bahan sehingga hamparan bahan tersebut memiliki sifat seperti fluida.
4. Bagian-bab mesin pengering tata cara fluidisasi ialah: kipas (blower), bagian pemanas (heater), plenum, ruang pengering, hopper.
4.2 Saran
Dengan terselesainya makalah yang berjudul ”Industri Petrokimia (Pupuk)” ini, penulis berharap agar penyusunan makalah mampu berguna bagi pembaca pada umumnya dan mahasiswa terutama.
Penulis sangat berharap terhadap para pembaca setelah membaca makalah ini, mampu memajukan peluangpembaca dalam mengetahui industri petrokimia utamanya pada proses pengerjaan pupuk.
DAFTAR PUSTAKA
Austin, George T, dan Jasjfi, E. 1985. Proses Industri Kimia. Jakarta: Erlangga.
Harjadi, W. 1993. Ilmu Kimia Analitik Dasar. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Imamkhasani, S. 2006. Resin penukar ion dan Penggunaannya dalam pengelolaan Air. Puslitbang Kimia Terapan. Buletin IPT.
Nazir, M. 2006. Laporan Kerja Praktek PT. PIM. Krueng Gekueh. Aceh Utara.
Lhokseumawe: Unimal.
Perry, Robert and Don Green, 1998. Perry’s Chemical Engineering Handbook. Singapura: Mc Graw-Hill book Comp.
Kunii, D. and Levenspiel, O. 1977. Fluidization Engineering, Original Edition. New York: Robert E/ Krieger Publishing Co.
Mujumdar (Ed.). 2000. Handbook of Industrial Drying, 2nd Ed. New York: Marcel Dekker.