Imam Junaid Al-Baghdadi (Bubuk Qashim) Sang Pegulat Tangguh

MENGALAH ADU GULAT DEMI DZURIAT RASULILLAH

Di Irak, ada seorang pegulat populer dan tangguh yang tak terkalahkan. Namanya Abu Qasim. Tak seorang pun mudah mengalahkan Abu Qasim, sehingga sulit mencari lawan tandingnya.

Suatu hari, sang Raja mengadakan sayembara laga gulat dengan kado besar melawan pegulat tangguh, Abu Qasim. Seorang laki-laki renta, mendaftarkan dirinya selaku lawan gulat menantang Abu Qasim.

Pada hari H pertarungan, Abu Qasim dengan gagahnya dielukan-elukan pendukungnya. Abu Qasim maju ke arena pertandingan. Tak dinyana, sebelum pertarungan, lawan tarungnya berkata:

“Wahai Abu Qasim, saya tahu engkau seorang pegulat handal yang tak sembarang orang gampang mengalahkanmu. Tapi kali ini mengalahlah demi keadaanku?!”

“Apa maksudmu, tanya?” Abu Qasim keheranan.

“Begini, aku adalah seorang dzuriat keturunan Rasulullah. Aku dan keluargaku hidup dalam serba kekurangan. Kami kelaparan. Begitu mendengar ada sayembara yang menjanjikan hadiah besar dari sang Raja, saya nekat mengikutinya, karena keluargaku tertimpa bencana alam. Aku memohon, supaya engkau bersedia menyerah untukku kali ini saja!”

Mendengar penuturan lapang dada itu, Abu Qasim terenyuh. Kecintaannya yang besar terhadap Rasulullah mengalahkan rasa ego dan reputasi kariernya yang bersinar cemerlang.

“Baiklah, saya akan menyerah, demi cintaku pada datukmu!” sahut Abu Qasim.

Pertandingan dimulai, gres di ronde pertama, Abu Qasim pegulat tangguh itu bertekuk lutut menyerah kalah. Semua penonton keheranan. Bagaimana sang pegulat handal kalah bertarung dengan laki-laki bau tanah yang terlihat tak berdaya? 

Akhirnya, hadiah itu diserahkan pada seorang sayyid yang bau tanah itu demi membantu keluarganya yang sedang tertimpa musibah.

Hingga sang Raja pun sontak merasa tak yakin apa yang dilihatnya. Sang Raja mengundang Abu Qasim dan menanyakan wacana kekalahannya. Abu Qasim menjawab, “Aku memang sengaja menyerah demi cintaku terhadap datuknya!”

  Pemahaman Administrasi Menurut T.Hani Handoko

Pada malam harinya, Abu Qasim berimajinasi berjumpa dengan Rasulullah. Dalam mimpinya, Rasulullah mendekap dan mencium Abu Qasim seraya berkata:

“Abu Qasim, lantaran engkau sudah membantu cucuku, aku mencintaimu dan Allah pun mencintaimu. Sejak malam ini, Allah angkat derajatmu menjadi wali-Nya, waliyun min auliaillah, golongan para kekasih Allah.”

Begitulah awal dongeng seorang berjulukan Abu Qasim yang lalu dikenal selaku seorang wali dan sufi kenamaan dengan sebutan Imam Junaid al-Baghdadi. 

Semoga hati kita dicintakan dengan ahlu bait Nabi dan kita bukan menjadi pengikut kalangan-golongan yang di dalamnya terdapat orang-orang yang selalu menebarkan kebencian serta fitnah kepada para habaib dan andal dzuriat nabi dengan alasan apa pun itu.

اللهم صل على سيدنا محمد وعلى آله سيدنا محمد