close

Ibrahim, Kepergiannya Ditangisi Nabi (Bagian 2)

Lanjutan dr Ibrahim, Kepergiannya Ditangisi Nabi

Anas Radhiyallahu Anhu melanjutkan ceritanya,

“Setelah itu kami kembali mengunjunginya & Ibrahim bernafas dgn berat,” yakni ia mengeluarkan nafasnya & mendorongnya pada saat maut, atau dgn kata lain pada ketika menghadapi kematian

“Pada ketika itu kedua mata Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam lembap oleh air mata.”

Ketika para shahabat menyaksikan itu, mereka merasa heran. Bagaimana mungkin Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam menangis alasannya maut anaknya.

Maka Abdurrahman bin Auf Radhiyallahu Anhu berkata, “Bahkan kau-sekalian pula menangis wahai Rasulullah?”

Ibnu Auf merasa heran dgn apa yg dijalankan oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam. Manusia lain mungkin tak mampu bersabar dlm menghadapi petaka.

Rasulullah pun menangis seperti mereka?

Lalu apa jawaban Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam? Beliau menjawab,

“Wahai Ibnu Auf, ini yaitu kasih sayang.”

Ya, ini menawarkan bagaimana suatu hati yg lembut tatkala kehilangan seorang anak, & bukan memberikan kegundahan & ketidaksabaran.

Anas berkata, “Kemudian dia kembali menangis.”

Hadits ini menafsirkan tentang tangisan yg diperbolehkan & kesedihan yg diperkenankan.

Maksudnya, yaitu air mata yg keluar & hati yg lembut tanpa melakukan hal-hal yg mendatangkan kemurkaan Allah Ta’ala.

Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam lalu bersabda,

إِنَّ الْعَيْنَ تَدْمَعُ، وَالْقَلْبَ يَحْزَنُ، وَلَا نَقُولُ إِلَّا مَا يَرْضَى رَبُّنَا، وَإِنَّا بِفِرَاقِكَ يَا إِبْرَاهِيمُ لَمَحْزُونُونَ

“Sungguh air mata mengalir & hati bersedih, akan tetapi kita tak mengucapkan kecuali apa yg diridhai oleh Tuhan kita, & sangat kami merasa duka alasannya adalah berpisah denganmu wahai Ibrahim.” (HR. Al-Bukhari & Muslim)

  Benarkah Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam Lahir Hari Senin?

Dari hadits ini dapat kita simpulkan, bahwa menangisi kepergian orang terdekat & orang terkasih yaitu sesuatu yg baik & diusulkan.

Hal ini mirip yg dialami eksklusif oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam.

Menangisi maut keluarga atau kerabat tak menafikan perilaku ridha akan ketetapan & takdir Allah Ta’ala, dgn syarat bahwa tangisan itu merupakan tanda kasih sayang pada mayit & bukan alasannya kehilangan bagiannya darinya.

Semoga kita tergolong orang-orang yg menjalankan syariat Allah di kala bangga maupun murung. Amin

[Abu Syafiq/Wargamasyarakat]

Disarikan dr buku Uzhama’ min Ahlil Bait karya Sayyid Hasan Al-Husaini.