Kriteria utama dlm menikahi perempuan adalah yg taat beragama, selain kekayaannya, kecantikannya & keturunannya. Sebab, agama yaitu faktor utama dlm menjalankan kehidupan rumah tangga.
Jika suami taat dlm bergama, maka istri akan terpengaruh untuk taat. Demikian pula sebaliknya.
Kehidupan rumah tangga itu saling mendukung & memengaruhi. Siapa saja yg mempunyai imbas yg berpengaruh, maka pasangannya akan mengikutinya.
Terkait duduk perkara agama, sebagian sebagian istri ada memfilter dirinya dlm menerima hukum-aturan fikih sesuai dgn kepentingan mereka. Bisa jadi alasannya adalah kurang paham dlm ilmu agama atau bisa jadi karena hawa nafsu belaka.
Di antara aturan tersebut adalah seperti yg disebutkan dlm buku Kado Pernikahan karya Dr. Abdullah bin Muhammad Al-Dawud selaku berikut:
1. Menyangkal kebolehan berpoligami dgn menggunakan argumentasi salah dlm mengetahui ayat Al-Qur`an, bahwa kalian tak akan adil antara istri-istrimu walaupun kalian telah mengerahkan segenap kesanggupan. ia menyitir firman Allah Ta’ala,
“Dan ananda tak akan dapat berlaku adil di antara istri-istri(mu), walaupun ananda sangat ingin berbuat demikian.” (QS. An-Nisa’: 129).
Padahal, bukan itu yg dimaksud dlm ayat tersebut.
2. Melarang suami semoga tak berpikir ihwal perceraian, alasannya adalah perceraian ialah hal halal yg paling dibenci oleh Allah.
Ketika sang suami hendak berpoligami, maka dialah pihak pertama yg melayangkan gugatan cerai & mendorong suaminya untuk melaksanakan hal yg paling dibenci Allah.
Selain itu, hukum agama pun ia permainkan mengikuti kemauannya.
3. Menasihati suami supaya takut pada Allah mengenai hal-hal yg menjadi kepentingannya saja.
Dia menakut-nakuti suaminya semoga tak menyaksikan & bersahabat perempuan lain. Pada saat yg sama, ia membiarkan suaminya meninggalkan shalat, & menyimak hal-hal yg haram.
Yang terpenting baginya yakni hak-hak & kepentingannya tercukupi. ia mengelabui diri sendiri dgn memayungi kepentingannya dgn label agama.
4. Berbohong dlm menyebutkan usia.
Kebohongannya makin menggumpal seiring bertambahnya usia. Dalam sebuah peribahasa arab disebutkan,
“Jika ananda ingin mengenali kebohongan seorang wanita, maka tanyalah berapa usianya.”
5. Mencari anutan-fatwa lemah & bertanya pada para mufti yg populer longgar dlm berfatwa mengenai perempuan, tanpa menghiraukan dalil & argumentasi yg lebih besar lengan berkuasa & mufti lain yg lebih populer lebih bertakwa.
Jika sang istri mendengar beberapa ulama mengharamkan sesuatu, lalu ada seorang ulama yg cocok dgn seleranya & berfatwa sebaliknya seraya berkata, ‘Sesungguhnya hukum syari’at perihal hal ini ialah boleh,’ maka tanpa ragu ia mengikuti pedoman itu & membelanya.
6. Beralasan dgn kesalahan-kesalahan ummahatul Mukminin (istri-istri Rasulullah) dengan-cara lahir, tanpa mengikuti kebaikan-kebaikan mereka & sifat-sifat terpuji mereka.
Engkau niscaya terheran-heran tatkala memperoleh sekumpulan istri dgn sangat lancar menyebutkan bukti-bukti dr daftar kesalahan ummahatul Mukminin. Pada saat yg sama, mereka tak mengenali sama sekali wacana ummahatul Mukminin selain daftar kesalahan mereka.
7. Boleh memata-matai suami dgn alasan demi kebaikan bareng atau agar bila suami melaksanakan kesalahan mampu pribadi menegurnya.
Ini tentu tak dibolehkan, karena akan menyebabkan praduga buruk yg terus-menerus dlm hati isti.
Solusinya yakni para suami mendidik istrinya dgn baik & mengajarinya ilmu-ilmu agama, supaya semua permasalahan rumah tangga terselesaikan dgn apa yg telah diajarkan Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam. Wallahu A’lam.
[Abu Syafiq/Wargamasyarakat]