Hujan Bulan November

Kecintaanmu terhadap hujan, sangat tak disangsikan.
Sorot matamu mengisahkan hujan.
Dalam terikmu ada hujan.
Apalagi dikala kau bercerita perihal hujan,
sangat tak ada yang bisa sedetil dan semenarik dikala kau yang menceritakannya.

Aku masih sungguh ingat
Ketika kamu bercerita wacana hujan
Kaueja dari mendung yang gelap,
Petir yang mulai menyambar,
Rintik gerimis,
Bau tanah yang lembap jadinya,
Ketika hujan mulai deras,
Bahkan sampai indah warna pelangi dikala hujan mulai berhenti

Hujan itu kehidupan bagimu.
Jangankan dikala hujan membujuk dan merayumu
untuk secepatnya keluar menyambutnya,
padahal kau tengah berada dalam rumah,
tengah asik bersembunyi dalam teduhnya,
dengan ketukan-ketukan lembut ketika hujan menjamah genteng rumahmu,
atau dikala gemercik airnya dengan deras menghantam tanah yang mulai berair dipekarangan samping rumah,
sedang tanpa bujuk rayu pun,
hujan selalu ada dan kau hadirkan kapanpun kau mau.

Bahkan sebuah saat,
di sungguh dulu sekali, pernah saya melihatmu,
menari riang besar hati ditengah hujan
kamu biarkan payung yang ada ditangan kananmu tetap menguncup
agar hujan dengan leluasa memelukmu
Dan saat saya tanya “kenapa tak kamu kembangkan payung ditanganmu itu?”
kamu jawab dengan cengiran,
kemudian berucap “biasa, lagi kumat.”
sambil berlalu, berjingkrak, menari, tanpa kau pedulikan sedikitpun keherananku.

November,
seperti di November November yang kemudian
seharusnya kau lebih sering berjumpa kekasihmu itu
: Hujan.

Tapi di November ini,
hujan tampaknya masih nampak ragu dan inggrang-inggring untuk menemusuaimu.
Kadang, terlihat ia dari kejauhan,
melambai, mirip hendak menujumu.
Tapi datang-datang menghilang ketika kamu bersiap menyambutnya.
Bahkan hingga nyaris habis sudah deret angka di november ini.

  Maafkanlah!

Hujan November, yang senantiasa kamu rindu.
Meski beliau tak secepatnya datang melunaskan rindumu itu,
tak jadi soal,
sebab bagimu, bukan untuk itu tujuan rindumu…

__________________
Tegal, November 2014