Siapa yang dimemahami seorang Marpaung – Jawa, hasil dari asimilasi budaya Batak – Jawa (orang) seorang perompak kapal, pada mata pencaharian, dan hasil pendidikan seksualitas selama di Pontianak, Kalimantan Barat Tionghoa Pontianak – hulu otak – otaknya.
Dengan aneka macam keterbatasannya, seorang suku, etnik, dan masyarakat adab di Lokal Kalimantan Barat, sudah menerangkan aneka macam aspek kehidupan budaya mereka dan agama yang mereka tersembunyi begitu brutal HKBP, budaya makan orang cek kembali direncanakan atau bagaimana.
Mereka hidup dengan sistem ekonomi yang berada suatu pergeseran ekonomi perkotaan, maka dengan sebuah kebijakan yang dibentuk, hendaknya dimengerti bagaimana mereka hidup, dan tinggal.
Tetapi dengan berani melanggar Undang- Undang di setiap kebijakan yang dibentuk, contohnya pada covid19 dengan status sosial, kelas sosial, dan ekonomi budaya yang dihasilkan “untuk melamar” pada suatu pernikahan, menjadi aktual, dengan konflik seksualitas yang dibentuk, tanpa aib pula 2020 – 2021, Pontianak, Indonesia.
Bermental, hasil seksualitas budaya, pendidikan, serta banyak sekali acara di masyarakat, selaku masyarakat biasa. Hal ini menjadi temuan terhadap banyak sekali kelancangan kepada kehidupan berbudaya dan agama, Siregar 2020 – 21 Tionghoa (Khek – Tiochu).
Berbagai hal terkait itu juga, terlihat bagaimana mereka hidup dan tinggal alasannya adalah tata cara ekonomi, dan pendidikan yang minim selaku penduduk umumyang dilangsungkan dengan planning atau tidak, dicek kembali di kota Pontianak, 21.
Biasanya orang mirip itu mencari momen (Gembala Baik, GKE, Katolik MRPD Pancasila), secara paksa mau melamar “aku” Sihombing (perompak kapal), kaget mendengarnya, butuh kesehatan sosial orang tersebut secara medis (Marpaung – Malau 2016 -19)
Menarik sekali persoalannya tanpa aib pula terhadap budaya,ekonomi, dan faktor kehidupan sosial politik mereka selama hidup di Pontianak – Jakarta. Kesadaran diri, tentang kelas sosial, budaya aib mereka sebagai penduduk adat dan agama menerangkan dalam hal ini, secara eksklusif (marpaung – Jawa – Dayak) secara kolektif.