Seorang sahabat mendadak menumpahkan jus mangganya yg masih penuh tatkala sedang syuro organisasi. Bergegas saya mengambil lap untuk mengelap air kental yg menumpahi lantai itu. Meski sang sobat sudah membersihkannya menggunakan beberapa lembar tisu, tapi limpahan jus masih kental.
Untuk noda setebal jus itu tentu perlu waktu lama jika harus memakai tisu, meski berlembar-lembar. Bisa tetapi butuh upaya & waktu yg cukup usang. Sementara dgn lap atau kain tebal seperti handuk maka akan mudah menghilang.
Jus atau noda apapun yg mengotori lantai itu kita ibaratkan dosa kita, kita ibaratkan kesalahan-kesalahan yg terjadi akhir ulah tangan, ulah otak, ulah hati kita. Maka cara penghapusannya pun berlawanan. Makin berkerak itu dosa, maka upaya penghapusan dosanya pun perlu tenaga lebih. Yang selanjutnya kita sebut sebagai kepahitan hidup. Sebab, kepahitan yg kita alami yakni sebagai sarana penggugur dosa apabila kita mau merenungkan, memuhasabahi & kemudian memperbaiki diri.
Di masa lalu, seorang bertanya pada Ibnu Abbas ra., ”Aku melakukan zina dgn seorang wanita, kemudian gue diberikan rizki Allah dgn bertaubat. Usai itu gue ingin menikahinya, tetapi orang-orang berkata (sambil menyitir ayat Allah), ”Seorang pezina tak menikah kecuali dgn pezina pula atau dgn musyrik.” Lalu Ibnu Abbas berkata, ”Ayat itu bukan untuk kasus itu. Nikahilah dia, bila ada dosa maka gue yg menanggungnya.” (HR Ibnu Hibban & Abu Hatim)
Ibnu Umar ditanya ihwal seorang laki-laki yg berzina dgn seorang wanita, bolehkan sehabis itu menikahinya? Ibnu Umar menjawab, ”Ya, bila keduanya bertaubat & memperbaiki diri.”
Bila mau jujur, sebetulnya semua persoalan, cobaan, maut, gulung tikar, sakit, & segala hal yg dirasakan pahit dlm hidup ini ialah cara Allah untuk mengangkat derajat kita hingga mencapai derajat yg ia sukai. Semua itu menawarkan cinta Allah pada hamba-Nya.
Bukan wacana pahitnya, namun ihwal penyikapannya. Makin bersahabat dgn Allah SWT, atau kian menjauh sejauh mungkin. Makin noda itu menebal, maka butuh tenaga lebih untuk membersihkannya. Seperti karat yg butuh amplas untuk mengembalikan besi kembali cemerlang. Wallahua’lam. [Paramuda/Wargamasyarakat]