“Mengapa Anda benci sekali dgn Islam?”
“Saya tak membenci Islam. Saya cuma membuka usaha!”
Kalimat pertanyaan itu disampaikan oleh Hanum (Acha Septriasa) pada Andy Cooper (Arifin Putra). Hanum geram dgn Andy yg doyan menciptakan tayangan televisi yg menyudutkan Islam. Demi Tuhan bernama rating.
Hanum memang sangat ngefan dgn Andy Cooper sejak usang. Ia mengikuti karir Andy sejak awal timbul di dunia jurnalistik. Hingga Andy menjadi pucuk pimpinan stasiun televisi bergengsi di Newyork, GNTV. Hanum berimajinasi ingin bergabung dgn stasiun televisi tersebut.
Gayung bersambut. Impian Hanum terwujud.
Rangga (Rio Dewanto) mau tidak mau menyerah. Tipikal suami yg mencoba baik yg ingin menyaksikan istri senang–setidaknya menyelamatkan “piring” agar tak melayang. Namun selang waktu, ia merasa kian jauh dr Hanum. Tuntutan pekerjaan yg sarat tekanan menciptakan Hanum sering pulang larut malam. Kebersamaannya dgn Rangga membuka jurang.
Rangga berupaya mengisi kekosongan waktunya dgn bekerja tanpa dibayar di perpustakaan Philipus Brown. Di daerah itu, ada wanita lain bernama Azima Hussein (Titi Kamal).
Azima mengagumi sosok Rangga, pula Hanum. Namun kekaguman tersebut membuat keadaan hati Hanum terkoyak. Ia diterpa rasa cemburu.
Film berjudul “Hanum & Rangga” ini tak lain ialah lanjutan dr film “99 Cahaya di Langit Eropa”, “Bulan Terbelah di Langit Amerika 1” & “Bulan Terbelah di Langit Amerika 2”. Melihat posternya niscaya orang akan tahu bahwa itu sekuel dr film yg diadapati dr novel-novel Hanum Rais Salsabila.
Dari poster tersebut (kandidat) penonton mungkin agak mengajukan pertanyaan: kok wajah Rangganya berlawanan? Ya, sosok Abimana tak akan ditemui di film ini. Perannya digantikan oleh Rio Dewanto. Rio sendiri cukup memerankan dgn baik sosok Rangga. Meski masih melekat di kenangan jika Rangga ya Abimana, bukan yg lain. Abimana punya kharisma tersendiri untuk melebur jadi ruh Rangga.
Saat melihat ini jangan membayangkan Rio Dewanto selaku menantu Ratna Sarumpaet & lalu dikaitkan dgn Hanum Salsabila.
Perubahan lain ada pada sosok Azima. Di film sebelumnya Azima diperankan oleh Rianti Cartwright, sementara di film ini diperankan oleh Titi Kamal. Tentu sangat berbeda & agak “menyimpang” sebab Titi berwajah lokal Indonesia. Azima digambarkan sebagai muslimah berkulit putih alias bule. Sementara anaknya Azima, Sarah, berparas cukup bule.
Film yg digarap oleh sutradara Benny Setiawan ini full berlatar di mancanegara, New York. Tidak ada latar Indonesia sama sekali. Sesuai tingkat kebutuhan dongeng memang. Lokalitasnya agak menyusut kecuali orang-orang di dalamnya. Film nasional yg tak menunjukkan kekayaan alam nasionalnya.
Bangunan ceritanya berulang kali gampang aku tebak, kurang greget dibandingkan dengan film sebelumnya–bukan ingin bilang bahwa ini sinetron stripping yg nyasar ke bioskop. Nyaris menjamah gosip poligami, pelakor & sebangsanya. Namun begitu film ini tetap mampu dirasakan dgn baik dgn pesan perdamaian yg sungguh besar lengan berkuasa.
Isu kejadian fenomenal 9/11 & duta damai Islam tetap digaungkan di film ini. Pas sekali dgn kemunculan film ini di layar bioskop di bulan 11 dgn tanggal lebih permulaan satu hari.
Hadirnya sosok Samantha (Alex Abbad)– alias Samanto asal Wonosobo & Si Tetangga Usil (Ayu Dewi) cukup menyegarkan di film ini. Di film ini pun kita akan diberi tahu bahwa di sebagian perusahaan media televisi ada yg berprinsip: tak ada “Tuhan” selain rating.
“Kamu jangan bawa nama Tuhan di perusahaan ini,” kata Andy Cooper saat menginterview Hanum.
Dan air mata ialah kunci dr jualan rating. Sebuah pesan yg belakangan pun pernah kita lihat di suatu acara televisi. Ada seorang perempuan menangis di tayangan itu dikala trend seleksi calon wakil presiden. Sosok yg menangis itu adalah eks anchor televisi sekaligus penulis novel. Air mata memang kunci. [@paramuda/Wargamasyarakat]
https://www.instagram.com/p/Bkp1gkXBe4F/?utm_source=ig_share_sheet&igshid=1g8n6tehioo82