JANGAN SALAH SANGKA !
6 HAL INI BUKAN DURHAKA
6 HAL INI BUKAN DURHAKA
Ada 6 point yang kebanyakan dari kita menganggapnya sebagai kedurhakaan, padahal BUKAN…..
simak kajian berikut ini:
1-Tidak mentaati kedua orang renta dalam bermaksiat kepada Allah.
Ini duduk perkara yang jelas. Dalam hal ini ada hadits sharih yang melarang.
قَالَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: لَا طَاعَةَ لِمَخْلُوقٍ فِي مَعْصِيَةِ اللَّهِ.
Nabi bersabda, “Tidak ada ketaatan kepada makhluk dalam bermaksiat terhadap Pencipta“.[1] Dan dalam hadits lain:
لاَ طَاعَةَ فِى مَعْصِيَةِ اللَّهِ إِنَّمَا الطَّاعَةُ فِى الْمَعْرُوفِ.
“Tidak ada ketaatan dalam bermaksiat terhadap Allah, bergotong-royong ketaatan dalam kebaikan“.[2]
Ini biasa , dilarang taat terhadap insan siapapun penduduknya jika menyuruh kemaksiatan. Maka dilarang mentaatinya dalam bermaksiat kepada Allah.
Berapa banyak para bapak atau para ibu yang meminta para anaknya untuk melaksanakan perbuatan haram yang mana para anak melaksanakan seruan tersebut untuk berbakti kepada orang tua mereka. Ini kesalahan orang renta dan kebodohan para anak bila mereka melakukan permintaan haram tersebut. Sebagian para ibu meminta untuk memutus silaturahmi dengan sebagaian anaknya dan meninggalkannya serta mengancam bergotong-royong tidak akan ridha terhadap orang yang tidak mentaatinya sampai hari kiamat. Hendaknya diketahui oleh para orang bau tanah bahwa ketidak taatan para anak dalam hal ini seandainya menyebabkan kerusakan hubungan antara para saudara, sebetulnya mereka menanggung dosa hal itu. Setiap kalian ialah pemimpin dan ia dimintai pertanggung balasan terhadap apa yang dia pimpin.
Al-Qurthubi berkata, “Dan kesimpulan pecahan ini bahwa ketaatan terhadap kedua orang renta tidak dilaksanakan bila menenteng anak untuk berbuat dosa besar meninggalkan keharusan“.[3]
2-Persaksian yang benar meskipun sebuah pesaksian yg menjatuhkan orang bau tanah pada hukum.
Allah berfirman, “Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kau orang yang sungguh-sungguh penegak keadilan, menjadi saksi karena Tuhan biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapa dan kaum kerabatmu. Jika ia kaya ataupun miskin, maka Tuhan lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jikalau kamu memutar balikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, maka bahwasanya Tuhan yaitu Maha Mengetahui segala apa yang kamu lakukan“. (QS. An-Nisa’: 135).
Sehimgga jikalau ada anak yg kebetulan jadi saksi atas tindakan kriminal orang tuanay maka itu bukan tergolong durhaka
3-Berhukum terhadap hakim untuk mencari kebenaran atau menolak kemudharatan.
Pada sebagian orang bau tanah atau saudara, mereka terjatuh dalam menghemat hak para anak atau mendhalimi mereka sehingga permasalahannya hingga berhukum terhadap hakim untuk menolak kemudharatan yang menimpa mereka atau untuk mencari kebenaran. Berapa banyak bapak yang memakan mahar anak perempuannya. Berapa banyak ibu yang menggunakan harta anak perempuannya. Berapa banyak bapak yang melarang anak gadisnya untuk menikah secara mutlak atau memaksa anak lelakinya untuk merelakan hak syar’inya demi kebaikan saudaranya. Berapa banyak bapak yang tidak menafkahi anak-anaknya atau menolak mengakui mereka padahal mereka anak-anaknya. Demikian juga gangguan sebagian kerabat atas hak-hak yang lain dalam keluarga yang mana urusannya adakala hingga ke pengadilan. Dan ini tidak dianggap durhaka atau menetapkan silaturahmi atau merusak kekerabatan persaudaraan.
PIJAKAN DALILNYA SEBAGAI BERIKUT :
1-Hadits Ma’n bin Yazid berkata, Dahulu bapakku Yazid mengeluarkan beberapa duit dinar yang dia sedekahkan. Dia meletakkannya di segi seseorang dalam masjid. Aku datang di masjid dan mengambil uang tersebut kemudian aku mendatanginya. Dia berkata, “Demi Allah, aku tidak berencana memberikannya kepadamu“. Maka aku mengadukannya kepada Rasulullah. Rasulullah bersabda, “Engkau apa yang kamu niatkan wahai Yazid dan bagimu apa yang kamu ambil ya Ma’n“.[4]
2-Dari Aisyah berkata:
ان النبي صلى الله عليه وسلم قال ايما امرأة نكحت بغير اذن مواليها فنكاحها باطل ثلاثا ولها مهرها بما اصاب منها فان اشتجروا فان السلطان ولي من لا ولي له
Rasulullah bersabda, “Siapapun perempuan yang menikah tanpa ijin walinya maka pernikahannya batil –sebanyak tiga kali- dan bagi wanita itu maharnya karena karena pernikahannya. Apabila mereka bertikai maka penguasa yakni wali dari orang yang tidak memiliki wali“.[5]
4-Penolakan dari anak wanita atas usulan bapaknya apabila bapaknya memaksa menikah.
Termasuk pemuliaan Islam terhadap wanita, alasannya adalah Islam mengakibatkan bagi perempuan hak untuk menunjukkan usulan terhadap orang yang mau menjadi pendamping hidupnya.
Dan dilarang bagi bapak untuk memaksa anak perempuannya yang sudah remaja untuk menikah dengan orang yang tidak ia kehendaki.
Dari Ibnu Abbas, bekerjsama seorang gadis mengunjungi Rasulullah dan menyebutkan bahwa bapaknya telah menikahkannya sedangkan dia tidak menyukainya, maka Rasulullah memberinya opsi.[6]
Dalil yg lain:
عن أَبي هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا تُنْكَحُ الْأَيِّمُ حَتَّى تُسْتَأْمَرَ وَلَا تُنْكَحُ الْبِكْرُ حَتَّى تُسْتَأْذَنَ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَكَيْفَ إِذْنُهَا قَالَ أَنْ تَسْكُتَ
Dari Abu Hurairah berkata, “Rasulullah bersabda, “Seorang janda dilarang dinikahkan sampai meminta dan seorang gadis dilarang dinikahkan sampai dimintai ijin“. Mereka berkata, “Wahai Rasulullah, bagaimana ijinnya?”. Beliau menjawab, “Dia diam“.[7]
Dari Khonsa’ binti Khidam al-Anshari, bahwasanya bapaknya sudah menikahkannya dan beliau seorang janda. Dia tidak menggemari pernikahan tersebut kemudian mengunjungi Rasulullah, maka Rasulullah membatalkan pernikahannya”.[8]
Penolakan anak gadis terhadap usulan bapaknya atau walinya apabila mereka memaksanya menikah dengan orang yang tidak dia inginkan ini BUKAN durhaka.
Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata:
“Seorang perempuan dihentikan ada yang menikahkannya kecuali dengan ridho dan kemauannya sebagaimana yang Tuhan perintahkan. Apabila dia tidak menyukainya dihentikan dipaksa menikah kecuali gadis kecil, bergotong-royong bapaknya boleh menikahkannya dengan tanpa ijin darinya. Adapun seorang janda cukup umur dihentikan menikahkannya kecuali dengan ijinnya, tidak bagi bapaknya dan tidak wali selainnya. ini adalah akad kaum muslimin. Demikian pula bagi gadis yang baligh dilarang selain bapak dan kakeknya untuk menikahkannya tanpa seijinnya dengan kesepakatan kaum muslimin. Adapun bapak dan kakek sebaiknya bagi mereka berdua untuk meminta ijinnya dan ridhonya putri itu.
Syariat yang bijaksana menetapkan menghajr (membebukan transaksinya) orang yang ditimpa kekurangan dalam akalnya mirip ajaib sehingga hartanya tersadar dari tangan-tangan orang yang merampas harta orang dengan batil, penipuan dan perampasan dan biar hartanya tersadar pula dari jeleknya perbuatan pemiliknya.
Syariat juga menetapkan hajr kepada orang yang memakai hartanya dalam kefasikan, kefajiran dan tindak mesum serta menghambur-hamburkan uangnya ke kanan dan ke kiri (dengan tujuan) untuk menjaga harta mereka. Karena memperhatikan rizki belum akil balig cukup akal mereka dan orang yang menjadi tanggung jawabnya semasa hidup mereka dan sesudah final hidup mereka.
Aku berkata, Barangsiapa yang gila atau bodah merusakkan hartanya, mengikuti hawa nafsunya atau beliau fasik memubadzirkan harta atau orang sakit yang dokter menghukumi akan banyaknya akhir hidup padanya ialah karena alasannya ia sendiri sebenarnya ia dihajr untuk berbuat pada hartanya kecuali sepertiga hartanya yang ia sedekahkan bagi orang yang dihukumi mati oleh dokter. Dan ini bukan termasuk durhaka atau menghancurkan hubungan kekeluargaan.
Ibnu al-Mundzir berkata, “Kebanyakan para ulama di aneka macam kota dari masyarakatHijaz, Iraq, Syam dan Mesir beropini akan dihajrnya setiap orang yang menyia-nyiakan hartanya baik anak kecil maupun orang akil balig cukup akal”.[10]
Imam Ahmad bin Hambal ditanya tentang seseorang yang memiliki belum remaja wanita ingin menjual rumahnya dan membeli penyanyi perempuan. Bolehkan bagi anak lelakinya untuk melarangnya?. Maka Imam Ahmad menjawab, “Aku beropini anak lelakinya hendaknya melarangnya dan menghajrnya”.[11]
6-Menolak wasiat dhalim.
Apabila salah seorang dari kedua ibu bapak meninggal dan salah satu dari keduanya atau kedua-duanya sudah berwasiat kepada salah spesialis waris dengan mengkhususkan kepadanya suatu harta tidak kepada andal waris lainnya, maka ini yakni wasiat yang haram. Dan tidak dilaksanakannya wasiat ini bukan tergolong durhaka.
عن أبي أمامة الباهلي يقول سمعت رسول الله صلى الله عليه و سلم يقول في خطبته عام حجة الوداع إن الله قد أعطى كل ذي حق حقه . فلا وصية لوارث
Dari Abu Umamah al-Bahili berkata, Aku mendengar Rasulullah berkata pada waktu berkhuthbah pada tahun haji wada’, “Sesungguhnya Tuhan sudah menunjukkan terhadap setiap pemilik hak akan haknya, tidak ada wasiat untuk hebat waris“.[12]
Dari ‘Umran bin Hushain sebetulnya seseorang memerdekakan enam budaknya menjelang kematiannya, padahal ia tidak memiliki harta kecuali para budak tersebut. Maka datanglah hebat warisnya dari orang-orang baduwi dan memperlihatkan kepada Rasulullah apa yang beliau perbuat. Rasulullah berkata, “Apakah beliau melakukan itu?”. Beliau berkata, “Seandainya aku mengetahui insya Tuhan saya tidak akan menshalatkannya“. ‘Umran berkata, “Maka Rasulullah mengundi para budak tersebut dan memerdekakan di antara mereka dua orang dan mengembalikan empat orang menjadi budak lagi”.[13]
Wasiat dhalim yakni batil lagi tertolak
Apabila tidak dilaksanakannya wasiat ini maka BUKAN termasuk durhaka.
Semoga goresan pena ini sanggup dijadikan pola orang renta maupun anak dalam bersikap> sehingga jangan hingga salah bertindak terhadap relasi
[1] Diriwayatkan oleh Ahmad: 5/66 dan al-hakim serta dishahihkan oleh al-Albani dalam Shahih al-Jami’: 7520.
[2] Muttafaq alaihi.
[3] Al-Jami’ li Ahkam al-Qur’an: 14/64.
[4] Diriwayatkan oleh Bukhari: 3/291.
[5] Diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Dawud dan at-Tirmidzi serta dishahihkan oleh al-Albani di dalam Shahih al-Jami’: 2709.
[6] Hadits shahih diriwayatkan oleh Abu Dawud: 2096 dan Ibnu Majah.
[7] Muttafaq alaihi.
[8] Diriwayatkan oleh Bukhari: 6945, Abu Dawud, an-Nasai dan Ibnu Majah.
[9] Hajr yakni melarang seseorang untuk berbuat pada hartanya karena aneh, kurang pandai, berbuat maksiat dengan hartanya dan karena yang lain yang disebutkan dalam ilmu fiqh.
[10] Al-Mughni:4/506.
[11] Al-Wara’: 75.
[12] Hadits Shahih diriwayatkan oleh Abu Dawud: 2870, at-Tirmidzi dan Ibnu Majah.
[13] Diriwayatkan oleh Ahmad, Muslim: 4330 dan pada riwayat Muslim ada tambahannya.
Sumber http://debu-riyadl.blogspot.com