Haditsul Ifki, Berita Bohong Tentang Aisyah (2)

Lanjutan dr Haditsul Ifki, Berita Bohong Tentang Aisyah

Sampai kami tiba di Madinah & gue pun segera menderita sakit setiba di sana selama sebulan. Sementara orang-orang ramai membicarakan tuduhan para pembuat isu bohong padahal gue sendiri tak mengenali sedikit pun ihwal hal itu.

Hal yg membuatku gelisah selama sakit adalah bahwa gue tak lagi merasakan kelembutan Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam yg biasanya kurasakan tatkala gue sakit. Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam cuma masuk menemuiku, mengucapkan salam, kemudian mengajukan pertanyaan, “Bagaimana keadaanmu?”

Hal itu membuatku gusar, namun gue tak mencicipi adanya keburukan, hingga tatkala gue keluar setelah sembuh bareng Ummu Misthah ke tempat pembuangan air besar di mana kami hanya keluar ke sana pada malam hari sebelum kami membangun kawasan mencampakkan kotoran (WC) di akrab rumah-rumah kami. Kebiasaan kami sama mirip orang-orang Arab dahulu dlm buang air.

Kami merasa terganggu dgn daerah-kawasan itu jika berada di erat rumah kami. Aku pun berangkat dgn Ummu Misthah, seorang anak perempuan Abu Ruhum bin Muthalib bin Abdi Manaf & ibunya yakni putri Shakhir bin Amir, bibi Abu Bakar Ash-Shidiq. Putranya berjulukan Misthah bin Utsatsah bin Abbad bin Muththalib.

Aku & putri Abu Ruhum langsung menuju ke arah rumahku setelah selesai buang air. Tiba-tiba Ummu Misthah terpeleset dlm pakaian yg menutupi tubuhnya sehingga terucaplah dr mulutnya kalimat, “Celakalah Misthah!”

Aku berkata kepadanya, “Alangkah buruknya apa yg kau ucapkan! Apakah kau-sekalian menghujat orang yg telah ikut serta dlm perang Badar?”

Ummu Misthah berkata, “Wahai junjunganku, tidakkah kamu-sekalian mendengar apa yg ia katakan?”

  12 Rabiul Awal Kelahiran Nabi Muhammad?

Aku menjawab, “Memangnya apa yg ia katakan?”

Ummu Misthah lalu menceritakan kepadaku tuduhan para pembuat dongeng bohong sehingga penyakitku kian bertambah parah.

Ketika gue kembali ke tempat tinggal, Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam masuk menemuiku, ia mengucapkan salam kemudian mengajukan pertanyaan, “Bagaimana keadaanmu?”

Aku berkata, “Apakah kamu-sekalian mengijinkan gue mendatangi kedua orang tuaku?”

Pada dikala itu gue ingin meyakinkan kabar itu dr kedua orang tuaku.

Begitu Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam memberiku izin, gue pun secepatnya pergi ke rumah orang tuaku. Sesampai di sana, gue mengajukan pertanyaan pada ibu,

“Wahai ibuku, apakah yg dibilang oleh orang-orang mengenai diriku?“

Ibuku menjawab, “Wahai anakku, tenangkanlah dirimu! Demi Allah, jarang sekali ada wanita manis yg sangat dicintai suaminya sementara ia mempunyai beberapa madu, kecuali pasti banyak gosip miring dilontarkan kepadanya.”

Aku berkata, “Maha suci Allah! Apakah setega itu orang-orang membicarakanku?”

Aku menangis malam itu hingga pagi air mataku tak berhenti mengalir & gue tak dapat tidur dgn nyenyak.

Pada pagi harinya, gue masih saja menangis. Beberapa waktu kemudian Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam memanggil Ali bin Abu Thalib & Usamah bin Zaid untuk membahas perceraian dgn istrinya tatkala wahyu tak kunjung turun.

Usamah bin Zaid menawarkan usulanpada Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam sesuai dgn yg ia pahami perihal kebersihan istri-istrinya dr tuduhan & menurut kecintaan dlm dirinya yg ia pahami terhadap keluarga Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam.

Ia berkata, “Wahai Rasulullah, mereka yakni keluargamu & kami tak mengetahui dr mereka kecuali kebaikan.”

Sedangkan Ali bin Abi Thalib berkata, “Allah tak mempersempitmu dlm perkara ini, banyak wanita selain ia (Aisyah). Jika kau-sekalian mengajukan pertanyaan pada budak perempuan itu (pembantu rumah tangga Aisyah) tentu ia akan memberimu keterangan yg benar.”

  Mengapa Nabi SAW Lahir di Arab?

Lalu Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam mengundang Barirah (pembantu yg dimaksud) & bertanya,

“Wahai Barirah! Apakah kau-sekalian pernah melihat sesuatu yg membuatmu ragu tentang Aisyah?”

Barirah menjawab, “Demi Dzat yg telah mengutusmu membawa kebenaran! Tidak ada masalah jelek yg gue lihat dr dirinya, kecuali bahwa Aisyah hanyalah seorang anak perempuan yg masih muda belia, yg biasa tertidur di samping campuran roti keluarganya lalu datanglah hewan-binatang ternak mengkonsumsi adonan itu.” [Abu Syafiq/Wargamasyarakat]

Bersambung…