Hadits Arbain Nawawi ke-11: Tinggalkan yang Meragukan

Arbain Nawawi (الأربعين النووية) yaitu kumpulan hadits yg disusun oleh Imam An Nawawi rahimahullah. Jumlahnya cuma 42 hadits, namun merupakan hadits-hadits pilihan, mengandung pokok-pokok fatwa Islam.

Berikut ini hadits Arbain Nawawi ke-11 beserta klarifikasi & fiqih atau kandungan hadits. Juga dibarengi video penjelasan.

Arbain Nawawi ke-11 & Terjemah

عَنْ أَبِي مُحَمَّدٍ الحَسَنِ بْنِ عَلِيٍّ بْنِ أَبِي طَالِبٍ سِبْطِ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَرَيْحَانَتِهِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ: حَفِظْتُ مِنْ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ دَعْ مَا يَرِيبُكَ إِلَى مَا لاَ يَرِيبُكَ

Dari Abu Muhammad Hasan bin Ali bin Abu Thalib radhiyallahu ‘anhuma, cucu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam & kesayangan ia. Ia berkata, “Aku hafal dr Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam: Tinggalkan apa yg meragukanmu & kerjakan apa yg tak meragukanmu.

(HR. Tirmidzi & An Nasa’i, & Tirmidzi mengatakan: hadits hasan shahih)

arbain nawawi 11

Penjelasan Hadits

Hadits ini diriwayatkan oleh Hasan bin Ali bin Abu Thalib radhiyallahu ‘anhuma. Beliau adalah cucu (سبط) Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Disebut sibth, lantaran merupakan cucu dr garis keturunan wanita, yakni Fatimah radhiyallahu ‘anha. Dalam bahasa Arab, ada pula perumpamaan hafiid (حفيد) untuk menunjukkan cucu dr garis keturunan laki-laki.

Raihaanah (ريحانة) artinya yakni wewangian atau wewangian. Dalam konteks hadits ini, yg paling tepat yaitu kesayangan. Hasan merupakan cucu kesayangan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.

Pernah suatu hari tatkala Rasulullah sedang berkhutbah di depan para teman, Hasan datang pada beliau. Lantas dia bersabda:

ابْنِى هَذَا سَيِّدٌ وَلَعَلَّ اللَّهَ أَنْ يُصْلِحَ بِهِ بَيْنَ فِئَتَيْنِ مِنَ الْمُسْلِمِينَ

Putraku ini yaitu seorang sayyid (pemimpin). Dan gampang-mudahan Allah mendamaikan dengannya, dua golongan besar dr kaum muslimin. (HR. Bukhari)

Kelak hadits ini benar-benar terbukti. Dan hadits Rasulullah memang selalu benar. Hasan tumbuh menjadi seorang pemimpin berjiwa besar. Meskipun banyak orang membaiatnya menjadi khalifah sesudah ayahnya wafat, ia kemudian mengalah memperlihatkan jabatan khalifah pada Muawiyah yg pula dibaiat oleh pendukungnya. Maka kaum muslimin yg tadinya bertikai, akibatnya brdamai. Umat Islam terhindar dr perpecahan yg lebih besar.

Da’ (دع) artinya yaitu lewati. Jangan lakukan.
Yariibuk (يريبك) artinya ialah yang mewaspadai. Yakni sesuatu yg mewaspadai, sama-samar, tak terperinci, tergolong hal-hal yg tak halal, hal-hal haram yg pasti membuat ragu-ragu bila diambil atau dilakukan.

Hadits ini pendek namun maknanya dlm & mengandung pelajaran yg sungguh luas. Para ulama mengistilahkan dgn jawami’ul kalim (جوامع الكلم) yakni kalimat yg singkat & padat.

Sering kali Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memperlihatkan usulan singkat, jawami’ul kalim. Selain hadits ini, contohnya tatkala Abu Darda’ & teman lain minta usulan, beliau menjawab dgn singkat: laa taghdhab (لا تغضب) yg artinya jangan marah.

Meskipun singkat, hadits ini bila dijelaskan mampu menjadi kitab yg berjilid-jilid. Sebab maknanya sungguh dlm & kandungannya sangat luas. Dari hadits ini pula lahir kaidah fiqih.

Kandungan Hadits & Pelajaran Penting

Hadits ini mempunyai kandungan yg luas & banyak pelajaran penting. Terutama tentang tarkusy syubuhat (ترك الشبهات), meninggalkan syubhat.

“Ini kaidah yg sungguh penting & dasar dr sikap wara’ yg merupakan poros dr ketaqwaan, penyelamat dr keraguan & ketidakjelasan yg menghalangi cahaya keyakinan,” kata Ibnu Hajar Al Haitsami rahimahullah.

Berikut ini lima poin utama kandungan hadits Arbain Nawawi ke-11:

1. Meninggalkan Syubhat

Ini adalah kandungan utama hadits tersebut. Rasulullah mengusulkan untuk meninggalkan yg meragukan. Hal utama yg meragukan ialah syubhat. Sebab syubhat, hal-hal yg samar & tak terperinci, membuat orang bimbang.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda dlm suatu hadits yg pula dimasukkan Imam Nawawi pada Arbain Nawawi hadits keenam:

إِنَّ الْحَلاَلَ بَيِّنٌ وَإِنَّ الْحَرَامَ بَيِّنٌ وَبَيْنَهُمَا مُشْتَبِهَاتٌ لاَ يَعْلَمُهُنَّ كَثِيرٌ مِنَ النَّاسِ فَمَنِ اتَّقَى الشُّبُهَاتِ اسْتَبْرَأَ لِدِينِهِ وَعِرْضِهِ وَمَنْ وَقَعَ فِى الشُّبُهَاتِ وَقَعَ فِى الْحَرَامِ

“Sesungguhnya yg halal itu terperinci, sebagaimana yg haram pun terang. Di antara keduanya terdapat masalah syubhat -yang masih samar- yg tak diketahui oleh kebanyakan orang. Barangsiapa yg menghindarkan diri dr masalah syubhat, maka ia telah menyelamatkan agama & kehormatannya. Barangsiapa yg terjerumus dlm kasus syubhat, maka ia bisa terjatuh pada perkara haram.” (HR. Bukhari & Muslim)

Syubhat ini bisa berupa makanan, bisa pula berupa tindakan. Ada masakan yg jelas halal, baik dengan-cara dzat maupun dr cara memperolehnya. Ada pula yg jelas haram. Namun di antaranya ada yg syubhat. Yang syubhat tentu mencurigai, maka tinggalkanlah.

Demikian pula tindakan atau pekerjaan. Ada yg jelas halal, ada yg terperinci haram. Di antara keduanya ada yg syubhat. Yang syubhat tentu mewaspadai, maka tinggalkanlah.

Sungguh telah ada teladan terbaik dr para sahabat Nabi & tabi’in perihal meninggalkan syubhat. Abu Dzar al Ghifari radhiyallahu ‘anhu mengatakan, “Kesempurnaan taqwa adalah meninggalkan beberapa hal yg halal lantaran takut hal itu haram.”

Ibrahim bin Adham tak mau minum air zamzam lantaran timba yg dikala itu dipakai ialah timba milik penguasa.Yazid bin Zurai’ tak mau mengambil warisan ayahnya karena sang ayah adalah pegawai pemerintah. Khawatir ada harta negara yg terbawa.

2. Diawali dgn Meninggalkan yg Haram

Untuk bisa mencapai derajat meninggalkan yg syubhat, seorang muslim harus meninggalkan yg haram terlebih dulu. Jika ia bisa meninggalkan yg haram, ia akan mampu meninggalkan yg syubhat. Namun jikalau tak mampu meninggalkan yg haram, tak mungkin ia bisa meninggalkan yg syubhat. Sebab keduanya bagaikan anak tangga. Meninggalkan syubhat adalah level selanjutnya sehabis meninggalkan yg haram.

“Orang yg meninggalkan syubhat ialah orang yg telah istiqomah melaksanakan yg halal & meninggalkan semua yg haram. Takkan bisa meninggalkan syubhat kecuali orang yg sudah meninggalkan yg haram,” terang Syaikh Mushtafa Dieb Al Bugha & Syaikh Muhyiddin Mistu dlm Al Wafi.

Saat penduduk Irak mengajukan pertanyaan  ihwal aturan darah nyamuk, Ibnu Umar menjawab, “Kalian bertanya tentang darah nyamuk, padahal kalian sudah membunuh Husein!”

Ibnu Umar tak meremehkan fiqih, namun dia paham fiqih awlawiyat (fiqih prioritas). Bagaimana mungkin mereka bertanya ihwal sesuatu yg kecil, sementara mereka tak meninggalkan dosa besar.

Contoh-pola meninggalkan syubhat dgn diawali dgn meninggalkan yg haram mampu disimak pada Video Hadits Arbain Nawawi ke-11.

3. Syubhat Ditinggalkan, Hati pun Tenang

Jika ingin hidup wacana & damai, tinggalkanlah syubhat & hal-hal yg mencurigai. Kerjakan hal-hal yg kau-sekalian yakini, hal-hal yg tak meragukan.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

دَعْ مَا يَرِيبُكَ إِلَى مَا لاَ يَرِيبُكَ فَإِنَّ الصِّدْقَ طُمَأْنِينَةٌ وَإِنَّ الْكَذِبَ رِيبَةٌ

Tinggalkan apa yg meragukanmu & kerjakan apa yg tak meragukanmu. Karena bergotong-royong kejujuran menghadirkan ketenangan & bahu-membahu kebohongan mendatangkan kekhawatiran.” (HR. Tirmidzi)

Dalam hadits ini, Rasulullah mengisyaratkan bahwa kejujuran adalah hal yg tak meragukan. Dan ia mendatangkan ketenangan hati. Sebaliknya, kebohongan ialah hal yg mewaspadai & menciptakan hati gelisah.

Maka jujurlah kapan pun, di mana pun sebagai apa pun. Suami yg jujur pada istrinya, hatinya tenang. Demikian pula istri yg jujur pada suaminya, hatinya pula tenang.

Anak yg jujur pada orang tuanya, hatinya tenang. Demikian pula ornag tua yg jujur pada anaknya, hatinya pula tenang.

Bawahan yg jujur pada atasan, hatinya tenang. Demikian pula atasan yg jujur pada bawahan, hatinya pula tenang. Pun pemimpin yg jujur pada rakyatnya, hatinya pula tenang.

“Sesuatu yg halal, kebenaran & kejujuran akan melahirkan kedamaian & keridhaan,” demikian tertulis dlm Al Wafi. “Sedangkan sesuatu yg haram, kebatilan & dusta akan melahirkan bingung & kebencian.”

4. Keyakinan Tak Bisa Dikalahkan Keraguan

Dari hadits yg singkat ini, lahir kaidah fiqih:

اليَقِيْنُ لَا يَزُوْلُ بِالَّشكِّ

“Keyakinan tak bisa dikalahkan keraguan.”

Pernah seseorang bertanya pada Rasulullah, bagaimana seseorang yg merasakan sesuatu ketika shalat. Ia tidak yakin apakah ia buang angin hingga shalatnya batal atau tidak. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

لاَ يَنْصَرِفْ حَتَّى يَسْمَعَ صَوْتًا أَوْ يَجِدَ رِيحًا

“Jangan hiraukan hingga ia mendengar suara buang angin atau mendapati baunya.” (HR. Bukhari)

Ini berlaku pada banyak hal. Misalnya seseorang yg telah berwudhu kemudian ia ragu apakah sudah buang angin atau belum. Maka hukumnya ia suci sebab itu yg yakin. Sedangkan batal atau tidak, itu mewaspadai. Sehingga tak perlu wudhu lagi.

Contoh lain, seseorang yg shalat Dzuhur. Di tengah-tengah shalat ia ragu apakah ia sedang berada pada rakaat ketiga atau keempat. Maka yg percaya pasti yaitu rakaat ketiga. Karenanya ia menambah satu rakaat lagi kemudian sujud sahwi sebelum salam. Jika shalatnya benar empat rakaat, maka sujud sahwi itu menjadi penyempurna. Jika shalatnya ternyata lima rakaat, maka yg satu rakaat menjadi tambahan pahala baginya.

5. Jangan Makara Peragu

Islam mengajarkan umatnya agar jangan menjadi meragu. Maka kerjakan hal-hal yg diyakini. Yakni kebenaran, sesuatu yg halal, yg terperinci & jujur.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman dlm Surat Ali Imran ayat 60:

الْحَقُّ مِنْ رَبِّكَ فَلَا تَكُنْ مِنَ الْمُمْتَرِينَ

“Perkara yg benar ialah yg datang dari  Tuhan-mu. Maka jangan sekali-kali kau-sekalian menjadi dr orang-orang yg tidak yakin.” (QS. Ali Imran: 60)

Ketika menerangkan hadits ini, Syaikh Mushtafa Dieb Al Bugha & Syaikh Muhyiddin Mistu menjelaskan, “Hadits ini merupakan kode supaya kita menerapkan hukum & menjalankan semua permasalahan dlm kehidupan atas dasar keyakinan & bukan keragu-raguan.”

Maka para pemimpin & pengambil kejibakan, mulai dr kepala keluarga, kepala kawasan hingga kepala negara, jangan menjadi peragu & jangan melaksanakan hal yg mewaspadai. Termasuk pula hakim & pembuat undang-undang (legislatif). Putuskan hal yg benar, berdasarkan kebenaran & kejujuran.

Baca juga: Ayat Kursi

Video Hadits Arbain Nawawi ke-11

Dalam video ini, ada beberapa penjelasan & teladan yg tak masuk dlm artikel ini. Di antaranya bagaimana Khalifah Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu menjadi pemimpin yg tenang & tak pernah takut dimusuhi rakyatnya karena telah berbuat adil & jujur. Contoh kekinian bagaimana PNS meninggalkan syubhat, & lain-lain.

Demikian penjelasan hadits arbain nawawi ke-11 disertai kandungan hadits & video. Semoga Allah mempermudah kita meninggalkan syubhat & hal-hal yg mewaspadai. Wallahu ‘alam bish shawab. [Muchlisin BK/Wargamasyarakat]

> Hadir selanjutnya: Arbain Nawawi 12

  Niat Zakat Fitrah, Hukum, Besarnya dan Waktu Mengeluarkan