Persoalan agama tentang islam di Indonesia, telah tercatat memiliki pengaruh pada keburukan pada bidang manusia terhadap pembangunan yang patut diketahui begitu jelek di mata Barat, utamanya kepada kekerabatan Internasional.
Ketika mereka hendak diketahui begitu buruk, maka mereka bersembuyi dibalik tembok agama Islam – Protestan. Jelas hal ini dimengerti bagaimana mereka hidup dengan kepentingan ekonomi, sosial, dan budaya di penduduk .
Membahas mengenai Islam setidaknya bukan pada agama yang hendak diketahui begitu sacral namun ada pada manusia. Hendak pada agama saja dalam hal ini, tahun 2011 – 2019 dimengerti bahwa kelakukan orang Batak Sihombing (Makan Orang).
Terutama pada faktor budaya terkait dengan relasi seksualitas, dan bisnis yang memaksa dan penuh kecurangan ada pada abad lalu, berbalik pada era zaman Jepang dan kolonial Belanda. Hal ini menjelaskan suatu persepsi dan gagasan.
Kenapa begitu memaksa dalam hal ini? salah pertanyaan yang akan diketahui akan eksistensi mereka di Pontianak, Kalimantan Barat. Hendaknya menjadi kesadaran kepada faktor ekonomi Tionghoa, sosial, dan status sosial, dan kelas sosial mereka raih dari hasil perjuangan kelas sosial.
Mempelajari mereka, hendaknya secara individu dan golongan yang mampu di ketahui pada kemerdekaan 1945 bahwa mereka hidup dengan seksualitas yang dipaksa dan kekerasan dari hasil pembangunan, pajak yang diterapkan secara tidak pribadi pada lingkungan pendidikan, dan agama.
Dalam hal ini telah dijelaskan bahwa mereka hidup dengan pemaksaan yang dibentuk menurut pertentangan sosial ciptakan dari hasil budaya Indonesia saat ini. Budaya Tionghoa – Batak dari hasil budaya (perkawinan), mereka sebelumnya (bukan petugas partai itu). Kepentingan ekonomi, budaya dan agama saat berkuasa tampak pada aspek kehidupan sosial politik mereka selama di Pontianak.
Hal yang sederhana dijalankan dilingkungan Rumah Tangga, dimulai dari penyusunan rencana pertentangan, seperti marah-murka, kesehatan diantara kerumunan yang dijalankan oleh seorang non petugas partai (Sihombing – Jawa) PDI Perjuangan di warung kopi, yang tidak biasa saya terapkan 2011 – 15, orang iseng dan latar belakang keluarga sebagai buruh kapal.