BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia merupakan makhluk ciptaan Alloh yang paling tepat, sebab manusia dibekali dengan berbagai keunggulan dibanding dengan makhluk lain, yaitu nafsu (sifat dasar iblis), taat/patuh/tunduk (sifat dasar malaikat) dan logika (sifat keutamaan manusia). Ketiga hal tersebut membuat insan memiliki kedudukan yang tinggi di hadapan-Nya, jikalau manusia dapat mengatur ketiganya dan dapat memposisikan diri sebagaimana yang dititahkan oleh sang Robb.
Dalam Al qur’an surat Az-Zariyat (51) ayat 56, Alloh swt telah berfiman yang artinya kurang lebih demikian; “Aku (Alloh swt) tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah terhadap-Ku”. Dari tafsir tersebut terlihat terperinci bahwa jin dan manusia diciptakan untuk beribadah kepada Alloh swt. Namun, banyak dari kalangan insan yang tidak mampu melaksanakan sebagaimana yang dibutuhkan oleh sang pencipta (Alloh SWT), malah manusia berbuat sebaliknya dan mengingkari apa yang sudah dikaruniakan. Itu alasannya adalah insan belum mengerti betul hakikat dirinya diciptakan dan diturunkan dibumi dilihat dari segi agama islam.
Dengan adanya akal, membuat insan senantiasa ingin tahu perihal apapun. Untuk memenuhi rasa ingin tahu itu manusia menggunakan jalur pendidikan. Melalui pendidikan insan menemukan berbagai ilmu baru dan dapat membuatkan ilmu tersebut.
Filsafat ialah cabang ilmu wawasan yang selalu memakai aliran mendalam, luas, radikal (hingga keakar-akarnya), dan berpegang pada kebijakansanaan dalam melihat suatu persoalan. Dengan kata lain, filsafat selalu mencoba mencari hakikat atau maksud dibalik adanya sesuatu tersebut.
Dalam makalah ini, penulis mencoba membahas sedikit tentang hakekat insan dilihat dari sisi filsafat (menyeluruh). Sebenarnya untuk apa insan hidup, bagaiman dia mesti hidup, dll. Yang nantinya, dengan menyaksikan hakekat manusia tersebut, apa kaitanya dengan proses pendidikan.
Mengingat insan merupakan makhluk yang istimewa dan tidak akan pernah cukup membicarakan wacana manusia yang luas cuma dengan satu makalah, maka penulis sangat mengharap rekomendasi dan kritikan yang membangun dari akseptor saat nanti dalam makalah ini terdapat banyak kesalahan (bauk pernyataan maupun penulisan) atau masih ada yang belum lengkap (kurang).
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pandangan ilmu pengetahuan perihal insan?
2. Apasaja problem jasmani dan rohami ?
3. Bagaimana persepsi antropologi metafisika ?
4. Bagaimana kepribadian insan dan pendidikan ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui padangan ilmu pengetahuan tentang manusia.
2. Untuk mengetahui persoalan jasmani dan rohani.
3. Untuk mengetahui persepsi antropologi metafisika.
4. Untuk mengenali kepribadian insan dan pendidikan
BAB II
PEMBAHASAN
A. Hakekat Manuisa
Ilmu yang mempelajari ihwal hakekat insan disebut antropologi filsafat. Hakekat memiliki arti adanya mengatakan perihal apa manusia itu, ada empat anutan yang dikemukakan yaitu : pemikiran serba zat, aliran serba ruh, aliran dualisme, aliran eksistensialisme.
1. Aliran Serba Zat
Aliran serba zat ini menyampaikan yang benar-benar ada itu hanyalah zat atau bahan, alam ini adalah zat atau bahan dan insan yakni komponen dari alam, maka dari itu insan adalah zat atau bahan.
Aliran ini berpendapat bahwa segala hakekat sesuatu yang ada didunia ini adalah ruh, juga hakekat manusia yakni ruh, adapun zat itu adalah manifestasi dari pada ruh diatas dunia ini. Fiche mengemukakan bahwa segala sesuatu yang lain (selain ruh ) yang rupanya ada dan hidup hanyalah suatu jenis istilah, perubahan atau penjelmaan dari ruh ( Gazalba, 1992: 288 ). Dasar asumsi pemikiran ini ialah bahwa ruh itu lebih berguna, lebih tinggi nilainya dari pada materi. Hal ini mereka buktikan dalam kehidupan sehari-hari, yang mana betapapun kita menyayangi seseorang bila ruhnya pisah dengan badannya, maka bahan/jasadnya tidak ada artinya. Dengan demikian pedoman ini menilai ruh itu yaitu hakekat, sedangkan badan ialah penjelmaan atau bayangan.
3. Aliran Dualisme
Aliran ini menganggap bahwa insan itu pada hakekatnya berisikan dua substransi yakni jasmani dan rohani. Kedudukannya substansi ini masing-masing merupakan komponen asal, yang adanya tidak tergantung satu sama lain. Makara tubuh tidak berasal dari ruh, dan ruh tidak berasal dari tubuh. Perwujudannya manusia tidak serba dua, jasat dan ruh. Antara tubuh dan ruh terjadi karena akibat yang mana keduanya saling mensugesti.
4. Aliran Eksistensialisme
Aliran filsafat modern berfikir perihal hakekat manusia merupakan keharusan keberadaan atau perwujudan bahwasanya dari insan. Kaprikornus pada dasarnya hakekat manusia itu ialah apa yang menguasai manusia secara menyeluruh. Disini manusia dipandang tidak dari sudut serba zat atau serba ruh atau dualisme dari dua pemikiran itu, tetapi memandangnya dari sisi eksistensi insan itu sendiri didunia ini. Filsafat berpandangan bahwa hakekat insan yakni manusia itu merupakan berkaitan antara tubuh dan ruh. Islam secara tegas menyampaikan bahwa badan dan ruh yaitu substansi alam, sedangkan alam adalah makhluk dan keduanya diciptakan oleh allah, dijelaskan bahwa proses pertumbuhan dan perkembangan manusia berdasarkan hukum alam material. Pendirian islam bahwa insan berisikan substansi adalah bahan dari bumi dan ruh yang berasal dari yang kuasa, maka hakekat pada insan yakni ruh sedang jasadnya hanyalah alat yang dipergunakan oleh ruh saja. Tanpa kedua substansi tersebut tidak mampu dibilang insan.
Pandangan perihal hakekat insan ini poespoprodjo mengemukakan bahwa:
a) Hakekat insan haruslah diambil dengan seluruh bagiannya adalah bagian esensional insan, baik yang ,metafisis ( animalitas dan rasionalitas ) maupun fisik ( badan dan jiwa ) juga semua bagian yang integral ( anggota-anggota badan dan pelengkapannya ). Manusia wyamajib menguasai hakekatnya yang kompleks san mengontrol bab bagian tersebut agar melakukan pekerjaan secara harmonis. Manusia menurut hakekatnya yakni hewan dan mesti hidup mirip binatang ia wajib mempertahankan badannya dan memberi apa kebutuhannya. Tetapi binatang yang arif budi dan dia harus juga hidup seperti makhluk yang arif kecerdikan.
b) Hakekatnya insan harus diambil dengan seluruh nisbahnya, seluruh kaitannya tidak hany terdapat keserasian batin antara bagian-bab dan kesanggupan –kesanggupan yang menciptakan insan itu sendiri, tetapi juga mesti terdapat keharmonisan antara manusia denagn lingkungannya. Keberadaan manusia dimuka bumi sebuah yang menarik.sebab selain insan itu sendiri selalu menjadi pokok urusan ,juga dapat dilihat bahwa segala insiden apapun yang terjadi didunia ini dan problem apapun yang mesti dipecahkan dibumi ini ,pada intinya dan hasilnya bekerjasama juga dengan insan .untuk itu perjuangan mempelajari hakikat manusia membutuhkan anutan yang filosofis .sebab setiap insan akan selalu berfikir tentang dirinya sendiri .namun tingkat anutan itu selalu mempunyai perbedaan (nawawi ,1993:65). Hal itu disadarkan pada aliran bahwa selain sebagai subyek pandidikan ,insan merupakan objek pendidikan itu sendiri .
Kedudukan manusia yang paling mempesona adalah bahwa manusia itu memeriksa kedudukannya sendiri dalam lingkungan yang diselidiki pula (Drijarkara, 1986:50).sebuah kenyataan kadang-kadang yang diperoleh, ternyata hasil pengusutan mengenei lingkungannya itu lebih memuaskan dari pada penyelidikan wacana insan itu sendiri. Pemikiran tentang hakikat manusia semenjak jaman dahulu hingga jaman terbaru ini belum rampung dan tak akan pernah berakhir karena dalam pandangan yang lebih jauh, antara badan dan ruh menyatu dalam eksklusif insan yang disebut “saya”. Manusia yang pada dasarnya binatang mempunyai banyak sifat yang serupa
dengan makhluk lain. Meski demikian ada seperangkat perbedaan antara manusia dengan makhluk lain yang tidak disamai, yang menganugrahi kelebihan pada diri insan ( Muthahhari,1992: 62). Kenyataan mirip ini acap kali menciptakan manusia mempunyai versi yang berbeda dalam fikirannya. Sesuatu dikala manusia akan berfikir bahwa mereka merupakan salah satu anggota margasatwa ( Animal kingdom). Disaat lain beliau juga akan merasa warga dunia idea dan nilai ( Anshari, 1992:6). Pandangan mirip itulah yang pada balasannya akan memberikan eksistensi manusia secara utuh, bahwa mereka yaitu pencari kebenaran.
B. Pandangan Ilmu Pengetahuan Tentang Manusia
Hampir semua disiplin itu pengetahuan dalam bahasannya berusaha menyelidiki dan dan memahami wacana makhluk yang berjulukan insan. Secara khusus tujuan-tujuan pendidikan ialah memahami dengan mendalam perihal hakekat insan itu sendiri. Aritoteles (384-32 SM) mengatakan bahwa insan itu yaitu binatang cerdik sehat, yang mengeluarkan pendapatnya yang berbicara menurut logika pikirannya ( Zaini dan ananto, 1986 :4) hal itu tentu saja dengan tetap menganggap seperangkat perbedaan antara insan dengan binatang itu secara lazim.
Menurut tinjauan islam, insan adalah eksklusif atau individu, yang berkeluarga dan selalu bersilaturrohmi dan mengabdi Tuhan. Manusia juga ialah pemeliharaan alam sekitar, wakil Allah SWT. Diatas permukaan bumi ini( Muntasir, 1985 : 5). Manusia dalam persepsi islam selalu berkaitan dengan kisah tersendiri, tidak cuma selaku binatang tingkat tinggi yang berkuku pipih, berlangsung dengan dua kaki, berbicara. Islam menatap insan selaku makhluk sempurna dibandingkan sengan binatang. Dan makhluk ciptaan Tuhan yang lain, karena itu insan disuruh menggunakan akalnyadan indranya agar tidak salah mengerti mana kebenaran yang bahu-membahu dan mana kebenaran yang dibenarkan, atau dianggap benar (jalaludin dan usman said , 1994: 28).
Eksistensi manusia yang padat itulah yang perlu ( dan seharusnya) dimengerti untuk pedoman berikutnya. Karena pada dasarnya insan adalah makhluk religius, yang dengan pernyataan itu mewajibkan insan memperlakukan agama selaku suatu kebenaran yang harus dipatuhi dan diyakini ( muhaimin, 1989 : 69). Untuk itu, yaitu sungguh penting membangun manusia yang sanggup melaksanakan pembangunan diniawi, yang mempunyai arti bagi hidup pribadi diakherat kelak. Dengan kata lain, perjuangan ilmu tersebut dalam rangka training manusia ideal merupakan progarm utama dalam pendidikan terbaru ( pendidikan yang lebih maju) pada kala-periode sekarang ini.
C. Masalah Rohani Dan Jasmani
Terlalu banyak sebutan dan istilah yang diberikan untuk makhluk-makhluk berakal anggapan ciptaan Tuhan , mirip homo sapiens , homo rasionli ,animal social ,al-manusia dan lain sebagainya. Bentuk istilah itu mencerminkana keragaman sifat dan perilaku insan.hal itu mampu terjadi alasannya didalam diri manusia itu sendiri terdapat enam rasa yang menjadi satu , ialah rasa intelek , rasa agma,rasa susilah, rasa sosial, rasa seni dan rasa harga diri/sifat ke-aku-an(muhaimin:63).
Maka tidak heran jika semenjak dulu manusia tiada henti-hentinya berupaya membedakan antara bagian manusia yang bersifat lahiriah dan maknawiah. Kebanyakan ahli filsafat yunani bependapat bahwa ruh itu ialah satu komponen yang mesti , yang mampu meninggalkan tubuh. Jika beliau pergi dari tubuh, ia kembali ke alamnya yang tinggi , meluncur keangkasa luar dan tidak mati , sebagai mana ungkapan phytagoras kepada diasgenes(umar,1984:223).
Islam berpandangan bahwa hakikat manusia ialah perakitan antara tubuh dan ruh.islam mengatakan dengan tegas bahwa kedua substansi ini yakni substansi alam(zuhairini : 75 ). Islam menatap persoalan roh/ruh merupakan suatu hal yang terbatas untuk dipelajari secara mendalam(Q.S, 17:85). Hal itu menjadi landasan bukti walaupun banyak ilmu yang sudah dimiliki oleh insan, tetapi sampai kapan pun ia tidak akan melebihi Tuhannya, dalam kaitan persoalan ruh ( Basalamah, 1993: 155). Itulah yang membedakan hasil yang telah diraih islam dari segi metode kerohaniannya yang tampak pada manusia yaitu sosok tubuhnya, dalam hal efektifitas dirinya bersumber pada jiwa dan ruh. Karena itu hidup seorang muslim haruslah diarahkan atas kerjasama yang sempurna antara kepentingan dan keperluan jasmani-rohani.
D. Pandangan Antropologi Dan Metafisika
Dalam studi filsafat untuk mengetahui secara baik,kita harus mempelajari lima bidang pokok adalah :
a) Metafisika,ialah cabang filsafat yang memuat satu bagian dari persoalan filsafat :
1) Membicarakan prinsip yang paling universal
2) Membicarakan sesuatu yang bersifat keluarbiasaan
3) Membicarakan karakteristik hal-hal yang sangat fundamental diluar pengalaman insan
4) Berupaya memperlihatkan sebuah pandangan yang komprehensif perihal segala sesuatu
5) Membicarakan wacana kekerabatan nalar dengan benda,hakikat perubahan pengertian tentang kemerdekaan,wujud dewa,kehidupan sehabis mati dan sebagainya
b) Epistemologi,yakni teori pengetahuan yang secara lazim membahas perihal sumber-sumber karakteristik dan kebenaran pengetahuan yang berpusat pada :
A) persoalan asal wawasan ( origin )
B) dilema tampilan
C) duduk perkara menjajal kebenaran
- Logika ,merupakan bidang wawasan yang mempelajari segenap azas,hukum dan metode pikiran sehat yang benar
- Etika ,cabang filsafat yang membicarakan tindakan manusia dengan penitikberatan yang bagus dan yang jelek
- Sejarah ,sejarah filsafat adalah laporan peristiwa yang bekerjasama dengan ajaran filsafat,didalamnya memuat pemikiran kefilsafatan mulai dari zaman yunani hingga zaman modern.dalam sejarah filsafat mampu diketahui ajaran-anutan yang jenius hingga pemikir itu mampu mengubah dunia dengan inspirasi-inspirasi yang cemerlang.
Pada mulanya perumpamaan metafisika digunakan di yunani untuk merujuk pada karya-karya tertentu aristoteles (384-322 sm). Namun bekerjsama perumpamaan metafisika bukanlah dari aristoteles, metafisika oleh aristoteles disebut selaku filsafat pertama atau theologia, dalam persepsi aristoteles, metafisika belum begitu jelas dibedakan dengan fisika. Secara etimologis, metafisika berasal dari bahasa yunani, meta ta fisika yang artinya menurut louis o. Katsoff yaitu hal-hal yang terdapat sehabis fisika. Aristoteles mendefinisikannya sebagai ilmu wawasan mengenai yang-ada selaku yang-ada, yang dilawankan contohnya dengan yang-ada sebagai yang-digerakkan atau yang-ada sebagai yang-jumlahkan. Pada abad sekarang, metafisika dipahami sebagai bab dari filsafat yang mempelajari dan berusaha menjawab pertanyaan-pertanyaan terdalam tentang hakikat segala sesuatu. Pertanyaan-pertanyaan filosofis tersebut membicarakan dan tertuju pada beberapa desain metafisik, dengan kata lain yang lebih tepat agaknya adalah, konsep-konsep di luar hal-hal yang bersifat fisik.
Menurut cristian wolf (1679-1754), metafisika terbagi menjadi dua jenis. Pertama, metafisika generalis, ialah ilmu yang membicarakan perihal yang ada atau pengada atau yang lebih dikenal sebagai ontologi, dan kedua, metafisika seorang ahli yang terbagi menjadi tiga bab besar,
1) antropologi, yang menelaah perihal hakikat insan, perihal diri dan kedirian, tentang hubungan jiwa dan raga,
2) kosmologi, yang membicarakan asal-usul alam semesta dan hakikat bahwasanya, dan
3) teologi, membahas perihal dewa secara rasional.
Sementara itu driyarkara menyamakan metafisika dengan ontologi, dia menyatakan bahwa filsafat perihal ada dan karena-karena pertama yakni metafisika atau ontologi, yang di samping membahas wacana ada dan alasannya adalah-alasannya adalah pertama tersebut, juga membicarakan tentang apakah kesempurnaan itu, apakah tujuan, apakah karena-balasan, apa yang ialah dasar yang terdalam dalam setiap barang yang ada (hylemorfism), intinya yaitu, apakah hakikat dari segala sesuatu itu.
Salah satu pola daypikir metafisika ihwal ada ialah yang pernah dilaksanakan oleh plotinos selaku seorang neo-platonis yang diperkirakan lahir di mesir pada 204 atau 205 sm, dan hampir semua pengetahuan para filsuf tentang kehidupan dan pemikiran plotinos ditemukan dari buku vita plotini yang ditulis oleh porphyrius, salah seorang muridnya (232-305 sm).
Kedua, naturalisme. William r. Dennes (1944) menyatakan bahwa naturalisme -modern- menyatakan bahwa hakikat kenyataan adalah bersifat kealaman, klasifikasi pokok untuk menunjukkan keterangan perihal realita ialah peristiwa. Kejadian-insiden dalam ruang dan waktu ialah satuan-satuan penyusun realita yang ada, dan senantiasa dapat dialami oleh insan biasa. Secara biasa , naturalisme menyatakan alam ini adalah hakikat terdalam dari realita. Di titik singgung inilah naturalisme yang memastikan dunia-ini (alam kodrati) dilawankan dengan supernaturalisme yang memastikan bahwa hakikat realita yang bahwasanya ialah dunia-lain (adi kodrati). Supernaturalisme menganggap bahwa dunia-lain lebih tinggi dan berkuasa dibandingkan dunia-ini.
Kedua, naturalisme. William r. Dennes (1944) menyatakan bahwa naturalisme -modern- menyatakan bahwa hakikat kenyataan adalah bersifat kealaman, klasifikasi pokok untuk menunjukkan keterangan perihal realita ialah peristiwa. Kejadian-insiden dalam ruang dan waktu ialah satuan-satuan penyusun realita yang ada, dan senantiasa dapat dialami oleh insan biasa. Secara biasa , naturalisme menyatakan alam ini adalah hakikat terdalam dari realita. Di titik singgung inilah naturalisme yang memastikan dunia-ini (alam kodrati) dilawankan dengan supernaturalisme yang memastikan bahwa hakikat realita yang bahwasanya ialah dunia-lain (adi kodrati). Supernaturalisme menganggap bahwa dunia-lain lebih tinggi dan berkuasa dibandingkan dunia-ini.
Animisne adalah salah satu acuan dari anutan supernaturalisme yang paling renta. Sementara itu dari rahim pandangan naturalisme lahirlah materialisme yang menganggap bahwa roh berasal dari bahan, kaum materialisme menyatakan bahwa gejala-gejala alam disebabkan oleh kekuatan yang terdapat dalam alam itu sendiri, yang dapat dipelajari dan dengan demikian mampu kita pahami.
Manusia merupakan salah satu dari aneka macam jenis makhluk hidup, yang sudah ribuan kala lamanya menghuni bumi selaku satu-satunya planet yang paling cocok untuk dijadikan sebagai daerah hidupnya. Sebelum menjadi proses pendidikan diluar dirinya , manusia cenderung pada awalnya berusaha melakukan pendidikan pada dirinya sendiri. Pendidikan dimaksud , manusia berupaya mengerti dan mencari hakekat kepribadian wacana siapa mereka yang bergotong-royong.
Dalam keadaan ilmu mantiq ( logoka berfikir ) insan diketahui dengan istilah Al- insani hayawaanun nathiq ( insan ialah hewan yang berfikir ). Berfikir pada batasnya ini maksudnya berbicara, dan mengeluarkan pendapat serta pikiran ( anshari, 1982 : 4 ). Pada perjalanan proses pendidikan, peranan efektif kepada pelatihan kepribadian manusia mampu melalui lingkungan dan juga didukung oleh aspek pembawaan semenjak insan mulai dilahirkan. Dalam kaitan ini perlu ditinjau wacana teori natifisme, empirisme dan konfergensi. Pada dasarnya tujuan pendidikan secara umum ialah untuk membina kepribadian insan secara tepat . pengertian tolok ukur sempuna ditentukan oleh masing-masing langsung ,masyarakat ,bangsa suatu daerah dan waktu. Pendidikan yang utamanya dianggap selaku transfer kebudayaan , pengembangan ilmu pengetauan akan menenteng manusia mengerti dan memahami lebih luas tentang duduk perkara seperti itu. Dengan demikian ilmu pengetahuan mempunyai nilai-nilai praktis di dalam kehidupan,baik sebagai eksklusif maupun sebagai warga masyarakat.
BAB III
KESIMPULAN
Hubungan antara manusia, filsafat dan pendidikan terletak pada; filsafat dipakai untuk mencari hakekat insan, sehingga diketahui apa saja yang ada dalam diri insan. Hasil kajian dalam filsafat tersebut oleh pendidikan dikembangkan dan dijadikannya (potensi) konkret berdasarkan esensi eksistensi manusia.
Dalam filsafat, pengertian manusia dilihat dari aneka macam sudut pandang, yaitu: pertama, dilema rohani dan jasmani; Aliran Serba zat (Faham Materialisme), Aliran Serba Ruh, Aliran Dualisme, dan Aliran Eksistensialisme. Kedua, sudut pandang antropologi; manusia sebagai makhluk individu (perorangan being), manusia selaku makhluk sosial (sosial being) dan manusia sebagai makhluk tabiat (sopan santun being). Ketiga, persepsi Freud tentang struktur jiwa (kepribadian); bab dasar atau das Es (the Id), bagiantengahatau das Ich (aku) dan bagianatasatau das UberIch (superego). Keempat, sudut pandang asal-mula dan tujuan hidup insan ; kehidupan ini berawal dari causa prima (Tuhan) dan pada balasannya kembali kepada causa prima (Tuhan) pula.
DAFTAR PUSTAKA
Noor Syam, Mohammad. 1988 cet.4. Filsafat Pendidikan dan Dasar Filsafat Pendidikan Pancasila. Surabaya: Usaha Nasional
Dakker, Anton.2000.Antropologi Metafisika.Yogyakarta: KANASIUS