Film Dalam Metode Komunikasi Indonesia

Film ialah rangkaian foto yang dihasilkan dari pita seluloid yang dijajarkan sedemikian rupa dan diputar sehingga memperlihatkan gambar yang bergerak/hidup. Untuk menerima suatu gambar yang bergerak dari gerakan yang normal diperlukan dua puluh empat frame foto setiap detiknya. Film juga disebut dengan sinema, yang artinya adalah rangkaian gambar yang bergerak. Dalam dimensi kemasyarakatan film merupakan media hiburan dengan menggunakan cerita sebagai sarananya yang ditampilkan melalui bunyi dan rangkaian gambar yang memberikan delusi gerak berkelanjutan. Selain itu film yaitu suatu karya cipta seni dan budaya serta pranata sosial. Sehingga dengan demikian hakekat film secara sosial mampu didefinisikan selaku pranata sosial dari suatu karya seni dan budaya yang ditampilkan dengan memakai media massa bersifat pandang dengar dengan kaidah sinematografi yang direkam pada pita seluloid dan yang sejenisnya sebagai sebuah bentuk media hiburan yang mampu dipertunjukkan. Film dapat diklasifikasikan menjadi empat jenis ialah 1) film fiksi, 2) film non fiksi, 3) film animasi, 4) film eksperimental.

Film berkembang selaku lanjutan perkembangan teknik fotografi. Berkembangnya fotografi menjadi gambar bergerak bermula ketika Thomas Alva Edison dan William Kennedy Laurie Dickson sukses mendapatkan kenetographe dan kinetoscope. Dan menjelma industri film dikala Lumiere bersaudara dari Prancis mendapatkan cinematography dan membuat inovasi dalam pengerjaan film dan pemutaran film di tempat tertutup (bioskop) yang ditonton dengan metode berbayar. Film berkembang seiring dengan perkembangan teknologinya yang pada balasannya melahirkan periodesasi dalam sejarah film yang melahirkan periode film bisu (1895-1903), era film kisah yang bisu (1903-1927), masa film bicara hitam-putih (1927-1935), abad film berwarna (1935-1953), dan kurun film layar lebar (1953 hingga kini ini), serta berkembangnya film digital.

Film selaku bagian dari dan dalam kehidupan masyarakat terikat oleh seperangkat nilai yang mendasari, baik pada sistem kerjanya maupun pada fungsinya dalam kehidupan masyarakat. Seperangkat nilai yang diyakini untuk dipegang dan diperjuangkan inilah yang disebut dengan ideologi, sehingga film akan senantiasa membawa ideologinya dalam setiap peran dan fungsinya dalam penduduk . Gramci (1971) dan Rude (1980) membedakan ideologi menjadi “ideologi inheren-organik” dengan “ideologi tradisional-turunan”. Ideologi organik muncul sebagai hasil dari interaksi sosial dan ekonomi sebuah penduduk . Sedangkan ideologi tradisional sebagai hasil dari kejadian besar dalam sejarah suatu penduduk .

Ideologi organik dibedakan menjadi tiga , yakni: ideologi populer, ideologi utama dan ideologi publik. Ideologi terkenal merefleksikan pengalaman suatu kalangan populer seperti petani, buruh dan gerakan sosial baru. Ideologi utama dibangun menurut kepentingan langsung dan kesadaran lazim, mirip yang didapatkan di kalangan profesional atau usahawan. Ideologi publik dikembangkan oleh pemain drama-bintang film publik mirip politisi, birokrat, dan juga media, pers dan wartawan. Ideologi publik ini terbentuk tidak terlepas dari faktor sejarah, tekanan publik dan jadwal serta kepentingan individu-individu mayoritas.

Di dunia cuma ada dua ideologi tradisional utama yang secara substantif saling berlawanan, ialah liberal-kapitalis dan sosialis-komunis. Film secara ideologi ialah anak kandung dari masyarakat industrial yang bercorak liberal-kapitalis, alasannya film dilahirkan dari rahim dunia kapitalisme. Ciri dari sistem komunikasi yang bercorak liberalis-kapitalis yaitu menjadikan film yang ialah salah satu bentuk komunikasi massa sebagai industri untuk tujuan komersial dengan kepentingan merengkuh laba sebanyak-banyaknya (the big business). Tidak mengherankan jika lalu di antara negara-negara kapitalis saling bersaing untuk mendominasi pasar dengan menciptakan film-film yang tepat dengan selera pasar bertemakan seks, vulgarisme dan kekerasan.

  √ Kriteria Untuk Menjadi Guru Profesional

Di negara-negara yang berideologi sosialis-komunis, film dikuasai oleh negara, digunakan negara untuk mempengaruhi dan membangun kesadaran penduduk akan ideologi sosialis-komunis. Selain itu film juga dipakai untuk menjamin kohesivitas dan ketundukkan penduduk pada ideologi dan tata cara sosialis-komunis. Jadi berlawanan dengan di negara-negara liberalis-kapitalis dimana film dimiliki dan diproduksi oleh kaum pengusaha secara privat dengan prinsip ekonomi, maka film di negara-negara sosialis-komunis dimiliki dan dikuasai negara, dan dibuat oleh negara untuk meraih penyadaran dan sumbangan seluas-luasnya dari penduduk terhadap ideologi dan tata cara sosialis-komunis.