Indonesia dikala ini tengah siap berpesta dalam rangka melaksanakan salah satu hajatan demokrasi yaitu pemilu. Pemilu tahun 2019 ini ialah pemilu akbar karena kita memilih angota DPRD, DPRD, dewan perwakilan rakyat sampai Presiden. Saat ini masyarakat Indonesia terbagi ke dalam dua kubu secara politik adalah penunjang 01 dan pendukung 02. Lalu apa kaitannya pemilu judul artikel ini?.
Begini ya, aku selaku penduduk menyaksikan suatu fenomena yang sangat miris sekali terjadi di Indonesia. Saya sekarang tinggal di kawasan Jabodetabek dan beberapa bulan menjelang pemilu ini aku terkejut alasannya dikala ke beberapa mesjid ada spanduk terpasang dengan tulisan yang maknanya melarang penyebaran hoax, kampanye, terorisme di daerah ibadah. Dalam pikiran saya mengajukan pertanyaan “memang salahnya mesjid apa ya?”, rasanya baru di pemerintahan kali ini ada spanduk mirip itu muncul di mesjid.
Lantas saya penasaran kemudian cek keliling ke kawasan ibadah lain, dan ternyata gak ada tuh spanduk terkait larangan nyebarin hoax apalah. Artinya ini mengambarkan adanya ketidakadilan seolah-olah Islam itu sumber hoax, masyarakat awam pun bisa membuat kesimpulan seperti itu.
Spanduk gak berkualitas simbol gagalnya demokrasi |
Saya pun heran mengapa hal ini mampu sampai terjadi di Indonesia saat ini?. Ini menunjukan kegagalan demokrasi dan reformasi kita. Padahal amanah reformasi kan keleluasaan beropini. Kalau tidak sependapat tinggal bantah saja kan dengan keilmuan, beres. Kenapa mesti buat spanduk macam itu segala?.
Mesjid itu kawasan suci dan bukan sumber hoax. Hoax itu kan pada umumnya timbul di media umum, jadi bila pun itu terjadi tinggal hapus dan delete aja akun atau medianya. Kenapa harus jadi ke mesjid?. Mau memanggil azab Allah SWT?. Apalagi ada ucapan pemerintah yang ada tentang hoax masuk terorisme, ini menerangkan sudah kalafnya pemerintah dan gagal total dalam mengurusi ungkapan “hoax”.
Saya sebagai masyarakat berharap spanduk aba-aba pemerintah perihal hoax di mesjid dicabut alasannya adalah ini mencederai demokrasi dan menyudutkan umat muslim. Saya tidak kalau di tempat lain seperti apa namun jangan sampai di kawasan lain terjadi hal seperti ini. Mesjid adalah tempat suci dan tidak layak pemerintah masuk jauh dalam mengendalikan hal-hal demikian. Jadi seleksilah pemimpin yang selalu berprasangka baik pada rakyatnya. Kritik rakyat mau yang santai maupun pedas yakni hal biasa dalam demokrasi dan pemimpin itu harus kebal jangan baperan.
Kalau baperan maka jangan jadi pemimpin nanti hal cemen kaya gini aja bisa ribut nasional. Emang pemimpin gak boleh marah?. Tentu tidak boleh, pemimpin itu panglima tertinggi negara harus bisa meredakan situasi jikalau rakyat panas, bukannya malah nambah manasin, kan gitu logikanya. Kaprikornus terang terlihat kapasitas seorang pemimpin ketika dia menghadapi kritikan penduduk , sekalipun itu kritikan pedas kalau mampu dicounter dengan bukti dan acara yang terperinci maka pasti rakyat pun akan reda kembali. Makara simpulannya pemimpin itu harus punya sifat paripurna dan siap digempur kritikan apapun sebab itu adalah resiko dalam wadah demokrasi.