ASPEK HUKUM PERDATA DALAM PELAYANAN KESEHATAN
Aspek aturan perdata dalam pelayanan kesehatan antara tenaga kesehatan dan pasien dapat dilihat dalam sebuah transaksi terapeutik yang dibentuk oleh kedua belah pihak.Adapun yang dimaksud dengan transaksi terapeutik adalah transaksi (perjanjian atau verbintenis) untuk menentukan mencari terapi yang paling tepat bagi pasien oleh dokter [1]. Transaksi secara umum dikelola dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Het Burgerlijk Wetboek) yang selanjutnya disebut selaku KUHPerdata, yang untuk berlakunya secara sah transaksi tersebut secara biasa mesti memenuhi 4 (empat) syarat dalam Pasal 1320 KUHPerdata, yaitu:
(1) Kata sepakat dari mereka yang mengikatkan dirinya (toesteming van degene die zich verbinden);
(2) Kecakapan untuk membuat sebuah perikatan (bekwaamheid om en verbindtenis aan te gaan);
(3) Mengenai suatu hal tertentu (een bepaald onderwerp);
(4) Karena sebuah alasannya adalah yang halal (een geoorloofde oorzaak).
Dalam transaksi terapeutik tersebut kedua belah pihak mesti memenuhi syarat-syarat tersebut di atas, dan bila transaksi telah terjadi maka kedua belah pihak dibebani dengan hak dan keharusan yang harus dipenuhi.Seperti yang disebutkan dalam pasal 1338 KUHPerdata yang berbunyi :
“Semua kesepakatanyang dibentuk secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.Suatu persetujuantidak mampu ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak, atau alasannya alasan-alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu.Suatu perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik.”
Pada dasarnya hubungan dokter-pasien dalam tansaksi terapeutik itu bertumpu pada dua macam hak asasi, ialah hak untuk memilih nasib sendiri (the right to self-determination) dan hak atas berita (the right to be informed).Antara dokter dan pasien timbul hak dan kewajiban timbal balik. Apabila hak dan kewajiban ini tidak dipenuhi oleh salah satu pihak dalam transaksi terapeutik, maka wajarlah jika pihak lainnya terutama pihak yang merasa dirugikan akan menggugat. [2]
Dasar dalam mengajukan somasi untuk meminta pertanggungjawaban medis yakni :
1. Wanprestasi (Contractual Liability)
Wanprestasi dalam pelayanan kesehatan, timbul alasannya langkah-langkah seorang dokter yang berupa derma jasa perawatan yang tidak pantas sesuai dengan apa yang diperjanjikan. Perawatan yang tidak pantas ini dapat berupa tindakan kekuranghati-hatian, atau akibat kelalaian dari dokter yang bersangkutan sehingga menyalahi kesepakatan terapeutik.Dalam pasal 1243 KUHPerdata menyebutkan bahwa:
“penggantian ongkos, kerugian dan bunga sebab tak dipenuhinya sebuah perikatan mulai diwajibkan, jikalau debitur, meskipun telah dinyatakan Ialai, tetap Ialai untuk memenuhi perikatan itu, atau kalau sesuatu yang mesti diberikan atau dilakukannya hanya mampu diberikan atau dilakukannya dalam waktu yang melampaui waktu yang telah diputuskan.”
Wanprestasi dalam pelayanan kesehatan baru terjadi jikalau telah terpenuhi komponen-bagian berikut ini: [3]
a. Hubungan antara dokter dengan pasien terjadi berdasarkan perjanjian terapeutik;
b. Dokter sudah memberikan pelayanan kesehatan yang tidak layak yang menyalahi tujuan persetujuan terapeutik;
c. Pasien menderita kerugian akhir tindakan dokter yang bersangkutan.
Dalam gugatan atas dasar wanprestasi, ketiga untus tersebut mesti dibuktikan apalagi dulu adanya kontrak terapeutik yang diajukan dengan menggunakan rekam medik.
Hal tersebut mampu kita lihat dalam pasal 1365 KUHPerdata yang berbunyi bahwa “Tiap tindakan melawan aturan (onrechtmatigedaad), yang menenteng kerugian kepada orang lain, mengharuskan orang yang sebab salahnya menerbitkan kerugian itu, menggantikan kerugian tersebut.” Dalam somasi atas dasar tindakan melawan hukum, maka mesti dipenuhi empat syarat antara lain : [4]
a. Pasien harus mengalami suatu kerugian;
b. Adanya kesalahan atau kelalaian
c. Ada kekerabatan kausal antara kerugian dan kesalahan;
d. Perbuatan itu melanggar hukum.
b. Adanya kesalahan atau kelalaian
c. Ada kekerabatan kausal antara kerugian dan kesalahan;
d. Perbuatan itu melanggar hukum.
Ciri khas gugatan berdasarkan tindakan melawan aturan mampu dilihat dari versi pertanggungjawaban yang dipraktekkan adalah pertanggungjawaban alasannya kesalahan (faults liability) yang dikontrol dalam pasal 1366.Pasal 1366 KUHPerdata menyebutkan bahwa “Setiap orang bertanggung jawab, bukan hanya atas kerugian yang disebabkan perbuatan-perbuatan, melainkan juga atas kerugian yang disebabkan kelalaian atau kesembronoannya.”
Selain pasal 1366 KUHPerdata diatas, berlaku juga Pasal 1371 KUHPerdata menyebutkan bahwa :
“Menyebabkan luka atau cacat anggota tubuh seseorang dengan sengaja atau karena kurang hati-hati, memberi hak terhadap korban selain untuk menuntut penggantian ongkos pengobatan, juga untuk menuntut penggantian kerugian yang disebabkan oleh luka atau cacat tubuh tersebut. Juga penggantian kerugian ini dinilai menurut kedudukan dan kesanggupan kedua belah pihak dan berdasarkan keadaan. Ketentuan terakhir ini pada umumnya berlaku dalam hal menganggap kerugian yang ditimbulkan oleh sebuah kejahatan terhadap pribadi seseorang.”
Sumber :
[1] Hermien Hadiati, Beberapa Permasalahan Hukum dan Medik,Surabaya : Citra Aditya Bakti, 1991, hlm. 45
[2] Ibid hlm 46
[3] Bahder Johan Nasution, Hukum Kesehatan – Pertanggungjawaban Dokter,Jakarta : Rineka Cipta, 2005, hlm.63.
[4] S. Soetrisno, Malpraktek : Medik dan Mediasi – sebagai alternatif solusi sengketa, Tangerang : Telaga Ilmu Indonesia, 2010, hlm.8.