Faktor Aturan Recam Medic

I. PENDAHULUAN
            Pemeriksaan, pengobatan dan perawatan akan melahirkan kekerabatan antara pasien/ penderita atau keluarganya dengan dokter selaku eksklusif maupun selaku orang dalam bentuk tubuh hukum (rumah sakit, yayasan, atau lembaga lain yang bergerak di bidang pelayanan kesehatan).Pemeriksaan, pengobatan dan perawatan (termasuk informed consent) inilah yang akan dicatat di dalam rekaman medis, yang dalam keputusan disebut “Medical Record.”
             Sejak awal sejarah umuat manusia sudah dikenal adanya relasi dogma  antara dua manusia, yakni sang pengobatdan sang penderita, yang pada jaman terbaru ini disebut dengan transaksi terapeutik antara dokter dan                       
           
            Pembuatan catatan medis (yang sekarang disebut  Rekam Medis) di rumah sakit atau boleh dokter pada kartu pasien di daerah praktek sesungguhnya telah merupakan kebiasaan sejak jaman dahulu, namun belum menjadi keharusan, sehingga pelaksanaannya dianggap tidak begitu serius (baca pula J. Guwandi, 1991 : 73). Seiring dengan pertumbuhan penduduk yang sangat dinamis; tergolong masyarakat Indonesia, maka rekam medis menjadi sungguh penting dan diharapkan. Oleh karena itu, khusus di Negara Kesatuan Republik Indonesia, pemerintah mellaui Departemen Kesehatan sudah mengeluarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 749a/Menkes/ Per/XII/1989 ihwal Rekam Medis/ Medical  Records. Dengan diterbitkannya Permenkes ini pengadaan rekam medis menjadi suatu kewajiban atau sudah menjadi aturan yang mesti ditaati bagi setiap sarana pelayanan kesehatan.

II. PENGERTIAN
            Dalam bukunya yang berjudul “Legal Aspect of Medical Record” Hayt and Hayt mendefinisikan rekam medis sebagai berikut :
“A Medical record is the compilation of the partinent facta of the patient’s life history, his illness, and treatment. In a larger sense the medical record is compilation of scientifis data derived from many and available for various uses, personal and impersonal, to serve the patiens was treated, the science of medce, and society as awhole.” (Hayt and Hayt, 1964: 1).
            Dengan demikian menurut Hayt and Hayt, sebuah rekam medis itu yaitu himpunan fakta-fakta yang berhubungan dengan sejarah /riwayat kehidupan pasien, sakitnya, perawat/pengobatannya. Dalam pengertian yang luas (lebih luas) rekam medik adalah suatu himpunan data ilmiah dari banyak sumber, dikoordinasikan pada satu dokumen dan yang disediakan  untuk beragam kegunaan, personel dan impersoanl, untuk melayani pasien dirawat, diobati , ilmu kedokteran, dan masyarakat secara keseluruhan.
            Lebih lanjut Hayt and Hayt mengemukakan (Hayt and Hay, 1964:1):
            “Medical Record are an important tool in the practice of medicine. They serve as a bassic for planning patient care; they provide a means contributing to the patient’s care; they furnish documentary evidence of the course of the patient’s illness and treadment and they serve as a bassic for review, study, and evaluation of the medical care renderen to the patient.”
            Dengan pernyataan tersebut di atas jelaslah bahwa rekam medis merupakan sarana penting dalam praktek kedokteran.
            Sedangkan menurut Gemala R. Hatta dalam makalahnya yang berjudul “Peranan  Rekaman Medik/Kesehatan (medical record) dalam Hukum Kedokteran,” rekam medis dirumuskan selaku kumpulan segala aktivitas yang dilakukan oleh para pramusaji kesehatan yang ditulis, digambarkan, atas aktivitas kepada pasien (Gemala R. Hatta, 1986:2).
            Selanjutnya, dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 749s/Menkes/Per XII/1989 wacana Rekam Medis/Medical Records, yang dimaksud rekam medis ialah  berkas yang berisikan catatan, dokumen ihwal identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayaran lain kepada pasien pada sarana pelayanan kesehatan (Pasal 1 abjad a)
            Apabila rekam medis ialah kumpulan segala aktivitas yang dikerjakan oleh para pramusaji kesehatan yang tertulis, maka akan merefleksikan setiap langkah yang diambil dalam rangka korelasi pasien dengan dokter yang disebut kekerabatan transaksi terapeutik. Dalam transaksi ini pasien dilindungi oleh dokumen internasional yang terdiri dari “ the right to information” and “ the right to self determination.”
            Suatu rekam medis yang baik akan membantu perawatan secara profesional pasien, di samping memperlihatkan refleksi mengenai kualitas/mutu/derajat perawatan/pelayanan kesehatan. Pembuatan rekaman tertulis itu ialah  salah satu jalan yang reliabel yang menyakinkan bahwa setiap orang mengamati secara lengkap dan akurat mengenai gosip pelayanan kesehatan. Dalam praktek kedokteran terbaru akan menyangkut tindakan kepada pasien selaku satu keseluruhan, yang menuntut kseseluruhan, yang menuntut keseluruhan ketrampilan dan tehnologi yang dikuasai para dokter, perawat, teknsi. Manajemen yang tepat atas perawatan pasien menuntut adanya rekaman yang akurat dan tepat oleh setiap anggota dan tim klinis.
III. FUNGSI DAN REKAM MEDIS
            Dari penjelasan di wajah maka secara singkat mampu dibilang bahwa rekam medis merupakan catatan singkat ihwal sejarah penyakit dan cara / teknik /terapi  upaya penyembuhan yang dilakukan oleh pramusaji kesehatan (dokter dan paramedik) yang telah disetujui oleh pasien menurut “Informed Consent”. Agar “Informed Consent” ini dapat dijadikan bukti menurut hukum mesti dicatat dan direkam dalam rekam medis.”
            Dalam transaksi terapeutik kalau hak dan keharusan tidak dipenuhi oleh salah satu pihak (dokter atau pasien) maka pastinya pihak lain yang merasa dirugikan akan menggugat atau menuntut. Dalam hal ini maka rekam medik memiliki peranan yang besar sekali yakni mampu dipergunakan untuk menguatkan gugatan(pasien) atau menolak somasi perdata (bagi dokter dan atau rumah sakit) atau tuntutan pidana yang didasarkan kesalahan, baik yang disengaja maupun yang alasannya adalah kelalaian. Ini bermakna bahwa rekam medis memiliki kekuatan aturan selaku salah satu bagian masukan dalam proses pengambilan keputusan oleh hakim.
            Fungsi rekam medik secara lengkap ialah selaku “adminitrative value, legal value, finacial value, research value, educational value dan documentary value.” Karena fungsi rekam medik itulah, maka di negara-negara besar atau di negara-negara maju telah diputuskan satu standar baku bai pengerjaan rekam medis yang mencerminkan kualitas/mutu/derajat pelayanan kesehatan yang diberikan oleh sang pengobat pada sang penderita. Fungsi rekam medis di Indonesia mampu dilihat dalam Pasal 14 Permenkes Nomor 749a/Menkes/Per/XII/1989, yaitu mampu digunakan untuk :
1.      dasar pemeliharaan kesehatan dan pengobatan pasie;
2.      materi pembuktian dalam perkara aturan;
3.      bahan untuk kebutuhan penelitian dan pendidikan;
4.      dasar pembayaran biaya pelayanan kesehatan; dan
5.      materi untuk mempersiapkan statistik kesehatan.
Rekam medis yang diisi oleh para pihak dalam transaksi terapeutik menampilkan mutu mutu pelayanan kesehatan kepada pasien. Oleh alasannya adalah itu, berdasarkan kepustakaan, mampu dikaji bahwa untuk memenuhi persyaratan bagi satu rekam medis/haruslah ditandatangani oleh semua pramusaji medik yang terlibat sebagai para pihak dalam trnsasi terapeutik.
Ada tiga alasan yang menjadikan para pelayan kesehatan (dokter dan para medis) mesti wajib menandatangani rekam Medis yang berisi sejarah perkembangan kesehatan pasien dan ringkasannya, yaitu (periksa Hayt dan Hayt, 1964:42-44).
1.      Pasien mesti dilindungi
2.      Tanda tangan dokter yang merawat itu berkaitan jikalau kasus tersebut sampai di pengadilan;
3.       Untuk mencegah kegagalan bagi rumah sakit dalam menemukan pengesahan.
Dengan tiga alasan tersebut di atas, maka rekam medis mampu berfungsi sebagai dokumen aturan yakni selaku alat bukti dokumen undang-undang yang bernilai selaku keterangan/saksi hebat/”expert wittness” (Periksapasal 164RIB untuk perkara perdata, dan pasal 184 kitab undang-undang hukum pidana untuk perkara pidana). Dengan demikian pembubuhan tanda tangan itu sebagai bukti bahwa keputusan yang diambil oleh pasien itu tanggung jawabnya, sedangkan apa yang dilakukan oleh pelayan kesehatan (dokter dan paramedik) yang memberikan isu yang lengkap dan akurat bertanggungjawab atas kelengkapan dan kenaran informasinya.
Di samping itu, semoga rekam medik yang mengandung informed consent itu mampu berfungsi sebagai alat bukti di dalam proses peradilan, maka isi rekam medik modern (“Contents of a Modern Medical Record”) harus mencakup hal-hal selaku berikut :
1.      Identification Data (Identifikasi data);
2.      Provisional Diagnosis (Diagnosis awal);
3.      Chief Complaint (Keluhan utama);
4.      Present Illness (Penyakit yang diderita dikala ini/dikala masuk);
5.      History and Physical examination (Sejarah pemeriksaan fisik);
6.      Consultations (Konsultan/para konsultan bila lebih dari satu);
7.      Clinical Laboratory Reports (Laporan laboratorium  klinik);
8.      X-ray Reports (Laporan kamar X-ray);
9.      Tissue Report (Laporan Kamar bebat);
10. Treatment-Medical and Surgical (tindakan medik operatif);
11. Progress Notes (Catatan Kemajuan);
12. Final Diagnosis (diagnosis akhir);
13. Summary (Ringkasan); dan
14. Autopsy Findings(Penemuan-penemuan otopsi)
(Periksa.Hayt and Hayt, 1964:5).
Sedangkan pengamatan lain yang mampu membantu kegunaan Rekam Medik/K antara lain, ialah (periksa Hayt and Hayt, 1964 : 19):
  1. Correct spelling of name of patient and attending physician (menuliskan secara tepat ejaan nama pasien dan dokternya);
  2. method of admission orarrival, i.e., by wheelchair, ambulance, or ambulatory (caranya pasien datang pada bagian masuk, misalnya dengan ambulance, dengan dingklik roda;
  3. complete discription of condition of patient on adminission and on discharge, nothing particulary any mark, bruise, burn, rash or irritation (diskripsi yang jelas tentang kondisi pasie pada saat pertama kali masuk, contohnya apakah ada bekas luka bakar atau iritasi).
  4. Admission temperature, pulse and respiration (temperatur pada ketika masuk, pulsa dan respirasi);
  5. routine and special procedures (prosedur rutin atau khusus);
  6. medication, dosage, and manner of administration (pengobatan, dosis dan cara-cara administratif);
  7. objective signs and subdition (tanda-tanda obyektif dan gejala-tanda-tanda (simtom) subyektif);
  8. changes in apperance and mental condition (perubahan lahiriah serta kondisi mental);
  9. Compalints (Keluhan); dan
  10. Signature of nurse who renders the service (tanda tangan paramedis yang bertugas).
  Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning)

Dengan demikian, berdasarkan standar rekam medis modern, biar rekam medik dapat berfungsi selaku alat bukti menurut undang-undang di dalam proses peradilan tidaklah mudah dengantanpa menyanggupi tolok ukur utama maupun aksesori di atas, walau pun mengandung/berisi persetujuan antara Pasien atau keluarganya dengan dokter atau rumah sakit.
Di Indonesia, isi rekam medis bisa dibagi menjadi dua, ialah isi rekam medik untuk pasien rawat dan untuk pasien rawat inap (Pasal 15 dan 16 Permenkes No 749a/Menkes/Per/XII/1989).
Isi rekam medis untuk pasien rawat jalan mampu dibuat selengkap-lengkapnya dan sekurang-kurangnya  memuat : identitas, amnese, diagnosis, dan langkah-langkah/pengobatan. Sedangkan isi rekam medis untuk pasien rawat nginap sekurang-kurangnya memuat:
  1. identitas pasien
  2. anamnese;
  3. riwayat penyakit
  4. hasil pemeriksaan laboratorik;
  5. diagnosis
  6. kesepakatan tindakan medik
  7. tindakan/pengobatan
  8. catatan perawat
  9. catatan observasi klinis dan hasil pengobatan; dan
  10. resume simpulan dan penilaian pengobatan.

Tata cara penyelenggaraan  rekam medis di Indonesia yaitu selaku berikut (lihat Pasal 2-9, 19, dan 20 Permenkes No 749a/Menkes/Per/XII/1989):
  1. Setiap fasilitas pelayanan kesehatan yang melaksanakan pelayanan rawat jalan maupun rawat nginap wajib membuat rekam medis.
  2. Rekam medis itu dibuat oleh dokter dan atau tenaga kesehatan lain yang memberi pelayanan kepada pasien.
  3. Rekam medis harus dibentuk segera dan dilengkapi semuanya  sesudah pasien menerima pelayanan.
  4. Setiap pencatatan ke dalam rekam medis mesti dibubuhi nama dan tanda tangan petugas yang memberikan pelayanan atau tindakan.
  5. Pembetulan kesalahan catatan dalam rekam medis dikerjakan pada goresan pena yang salah dan diberi paraf oleh petugas yang bersangkutan.
  6. Penghapusan tulisan dalam rekam medis dengan cara apapun tidak diperbolehkan.
  7. Lama penyimpanan rekam medis sekurang-kurangnya untukjangka waktu 5 (lima) tahun terhtung dari tanggal terakhir pasien berobat. Sedangkan usang penyimpanan rekam medis yang berkaitan dengan hal-hal yang bersifat khusus dapat ditempatkan tersendiri.
  8. Setelah batas waktu sebagaimana dimaksud pada nomor tujuh dilampaui, rekam medis dapat dimusnahkan. Tata cara permusnahannya ditetapkan oleh Direktur Jenderal.
  9. Rekam medis mesti disimpan oleh petugas yang ditunjuk oleh pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan.
  10. Pengawasan kepada penyelenggaraan rekam medis dilaksanakan oleh Direktur Jenderal.
  11. Pelanggaran terhadap ketentuan dalam peraturan ini mampu dikenakan sanksi administratif mulai dari teguran verbal hingga pencabutan izin.
  Makalh Dan Teori Ekologi Tanah

Berkas rekam medis adalah milik sarana pelayanan kesehatan, namun isi rekam medis yaitu milik pasien. Oleh karena itu, isi rekam medis wajib dijaga kerahasiaannya. Pemaparan isi rekam medis cuma boleh dilaksanakan oleh dokter yang merawat pasien dengan izin tertulis pasien. Pemamparan isi rekam medis oleh pimpinan fasilitas kesehatan tanpa izin pasien dibolehkan apabila menurut peraturan perundang-ajakan. Apabila rekam medis tersebut rusak, hilang, dipalsukan, dipakai oleh orang /badan yang tidak berhak, maka yang bertanggung jawab ialah pimpinan sarana pelayanan kesehatan (baca Pasal 10-13 Permenkes No 749a/Menkes/Per/XII/1989).
Apabila rekam medis rusak alasannya adalah pemeliharaannya tidak baik atau tidak diisi sebagaimana mestinya sehingga isi rekam medis menjadi kabur atau tidak jelas, maka berdasarkan yurisprudensi di dalam aturan kedokteran mampu diberlakukan “pembalikan pembuktian” kepada dokter/rumah sakitnya. Pembebanan atas kewajiban pembuktin (“onu”, burden of proff”) mampu dibebankan terhadap dokter /rumah sakit (baca J. Guwandi, 1991 : 76-77).
Hal terpenting dalam penyelenggaraan rekam medis yaitu bahwa pengisisan rekam medis mesti dilaksanakan secara lengkap dan langsung, sempurna waktu, dan tidak ditunda—tunda. Bila pengisiannya ditangguhkan -tunda maka kemungkinan besar dokter lupa pada pasien dan penyakitnya, lebih-lebih bila pasiennya sungguh banyak. Mutu pelayanan rumah sakit antara lain akan tercermin pada berkas rekan medisnya. Selanjutnya, muncullah ucapan yang mengatakan : “ Medical record are witnesses whose memories never die”.
IV. PENUTUP
      Rekam Medik/Kesehatan (Medical Record) pada hakekatnya merupakan dokumen aturan yang isinya mampu dibahas dan diperhitungkan dalam suatu proses persidangan peradilan (perdata maupun pidana)ialah selaku salah satu bukti yang berupa informasi/ saksi andal (“Expet wittness”), Dengan demikian, rekam medis ialah input yang relecvan bagi hakim falam mengambil keputusannya.      
  
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1993 ihwal Kesehatan. Jakarta: Sekretariat Negara.
Fred Ameln. 1991. Kapita Selekta Hukum Kedokteran. Jakarta : Grafikatama Jaya.
Gemala R. Hatta. 1986, “ Peranan Rekam Medik/Kesehatan (medical Record) dalam Hukum Kedokteran”. Makalah. Disampaikan dalam Konggres PERHUKI I,tanggal 8 -9 Agustus 1986 di Jakarta: PERHUKI.
Hayt, Emanuel and Hayt, Jonathan. 1964. Legal Aspect of Medical Record. Illinois: Physician’s Record Company.
Hermien Hadiati Koeswadji. 1984. Hukum da Masalah Medik. Surabaya: Airlangga University Press.
______________1984.” Aspek Medikolegal dari Pelayanan Kesehatan dan Rekam Medik”. Makalah. Suarbaya: Fakultas Hukum UNAIR.
J. Guwandi.1991. Dokter dan Pasien, Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Ninik Mariyanti. 1988. Malapraktek Kedokteran dari Segi Hukum Pidana dan Perdata, Jakarta : Bina Aksara.
Prasetyo Hadi Purwandoko. 1996.” Hubungan Dokter-Pasien dalam Upaya Penembuhan /Perawatan berdasarkan Hukum Kedokteran”. Yustisia Nomor 36 Tahun X, Juni-Agustus 1996. Surakarta : Fakultas Hukum UNS.
Prasetyo Hadi Purwandoko dan Suranto. 1991.” Hukum dan Kesehatan tentang Hukum Kedokteran”. BPK . Surakarta : UNS.
Oemar Seno Adji. 1991. Profesi Dokter, Etika Profesional dan Hukum Pertanggungjawaban Pidana Dokter. Jakrta : Erlangga.
Soerjono Soekanto. 1989. Aspek Hukum Kesehatan (Suatu Kumpulan Catatan). Jakarta : IN Hill Co.