Evaluasi Kesehatan Bank Dan Penggabungan Perjuangan Bank

Kesehatan merupakan hal yang terpenting di dalam berbagai bidang kehidupan, baik bagi manusia maupun perusahaan. Kondisi yang sehat akan memajukan gairah kerja dan kesanggupan kerja serta kesanggupan lainnya. Sama seperti cuma insan yang harus selalu menjaga kesehatannya, perbankan juga harus senantiasa dinilai kesehatannya semoga tetap prima dalam melayani para nasabahnya. Bank yang tidak sehat, bukan cuma membahayakan dirinya sendiri, akan namun pihak lain. Penilaian kesehatan bank amat penting dise­babkan sebab bank mengelola dana penduduk yang dipercayakan terhadap bank. Masyarakat pemilik dana mampu saja mempesona dana yang dimilikinya setiap dikala clan bank mesti sanggup mengembalikan dana yang dipakainya jika ingin tetap diandalkan oleh nasabahnya.
Untuk menganggap sebuah kesehatan bank dapat dilihat dari banyak sekali sisi. Penilaian ini bermaksud untuk menentukan apakah bank terse­but dalam kondisi yang sehat, cukup sehat, kurang sehat atau tidak sehat. Bagi bank yang sehat supaya tetap mempertahankan kesehat­annya, sedangkan bank yang sakit untuk segera mengobati penyakit­nya. Bank Indonesia sebagai pengawas dan pembina bank-bank dapat menawarkan arahan atau isyarat bagaimana bank tersebut mesti dikerjakan atau bahkan jika perlu tidak boleh aktivitas operasinya.
Standar untuk melaksanakan evaluasi kesehatan bank sudah diten­tukan oleh pemerintah melalui Bank Indonesia. Kepada bank-bank diharuskan membuat laporan baik yang bersifat berkala ataupun secara terencana perihal seluruh aktivitasnya dalam sebuah periode tertentu. Dari laporan ini dipelajari dan dianalisis, sehingga dapat diketahui kondisi sebuah bank. Dengan diketahui keadaan kesehatannya akan membuat lebih mudah bank itu sendiri untuk memperbaiki kesehatannya
Penilaian kesehatan bank dikerjakan setiap masa. Dalam se­tiap evaluasi ditentukan kondisi sebuah bank. Bagi bank yang telah dinilai sebelumnya mampu pula dinilai apakah ada peningkatan atau penurunan kesehatannya. Bagi bank yang berdasarkan evaluasi sehat atau kesehatannya terus berkembangtidak jadi masalah, alasannya itu­lah yang diharapkan dan biar tetap dipertahankan terus. Akan namun bagi bank yang terus-menerus tidak sehat, maka mesti men­mampu pengarahan atau bahkan ragu-ragu sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Bank Indonesia selaku pengawas dan pembina perbankan da­pat saja menyarankan untuk melaksanakan banyak sekali perbaikan. Perbaik­an-perbaikan yang mau dikerjakan meliputi pergeseran manajemen, melaksanakan penggabungan mirip merger, konsolidasi, akuisisi atau malah dilikuidasi (dibubarkan) keberadaannya bila memang sudah parah keadaan bank tersebut. Pertimbangan untuk hal ini sangat tergantung dari keadaan yang dialami bank yang bersangkutan. Jika kondisi bank sudah sedemikian parah, namun masih mempunyai be­berapa potensi, maka seharusnya dicarikan jalan keluarnya dengan model penggabungan usaha dengan bank lainnya. Sedangkan lang­kah likuidasi ialah jalan keluar terakhir dalam rangka menye­lamatkan uang penduduk .
A. ASPEK-ASPEK PENILAIAN
Penilaian untuk menentukan keadaan suatu bank; umumnya meng­gunakan banyak sekali alat ukur. Salah satu alat ukur yang utama yang digunakan untuk menentukan kondisi suatu bank dikenal dengan nama analisis CAMEL. Analisis ini berisikan aspek capital, assets, management, earning dan liquidity. Hasil dari masing-masing faktor ini lalu akan menciptakan keadaan suatu bank.
1.  Aspek Permodalan (Capital)
Penilaian pertama adalah faktor permodalan (capital) suatu hank. Dalam aspek ini yang dinilai adalah permodalan yang dimiliki oleh bank yang didasarkan terhadap kewajiban penyediaan modal minimum bank. Penilaian tersebut didasarkan terhadap CAR (Capital Adequacy Ratio) yang sudah ditetapkan BI. Perbandingan rasio CAR adalah rasio modal terhadap Aktiva Tertimbang Menurut Resiko (AMTR). Sesuai ketentuan yang telah ditetapkan pemerintah, maka CAR perbankan untuk tahun 2002 minimal harus 8%. Bagi bank yang memiliki CAR di bawah 8% harus secepatnya menemukan perhatian dan penanganan yang serius untuk secepatnya diperbaiki. Penambahan CAR untuk mencapai mirip yang ditetapkan memerlukan waktu, se­liingga pemerintahpun menawarkan waktu sesuai dengan ketentuan. Apabila sampai waktu yang telah diputuskan target CAR tidak tercapai, maka bank yang bersangkutan akan dikenakan ragu-ragu.
2.  Aspek Kualitas Aset (Asets)
Aspek yang kedua ialah mengukur mutu aset bank. Dalam hal ini upaya yang dilakukan yaitu untuk menganggap jenis-jenis aset y;ing dimiliki oleh bank. Penilaian aset harus sesuai dengan Peraturan Bank Indonesia dengan memperbandingkan antara aktiva produktif yang diklasifikasikan terhadap aktiva produktif. Kemudian rasio penyisihan pembatalan aktiva produktif kepada aktiva pro­duktif diklasifikasikan. Rasio ini mampu dilihat dari neraca yang sudah dilaporkan secara terencana kepada Bank Indonesia.
3.  Aspek Kualitas Manajemen (Management)
Penilaian yang ketiga mencakup evaluasi mutu administrasi bank. Untuk menilai mutu administrasi dapat dilihat hari mutu manusianya dalam mengurus bank. Kualitas insan juga dilihat dari sisi pendidikan serta pengalaman para karyawannya dalam me­nangani aneka macam masalah yang terjadi. Dalam aspek ini yang dinilai yakni manajemen permodalan, manajemen mutu aktiva, mana­jemen biasa , administrasi rentabilitas dan administrasi likuiditas. Penilaian didasarkan kepada jawaban dari 250 pertanyaan yang di­olok-olokan perihal manajemen bank yang bersangkutan.
4.  Aspek Earning
Merupakan faktor yang dipakai untuk mengukur kesanggupan bank dalam memajukan laba. Kemampuan ini dilapokan dalam suatu kurun. Kegunaan faktor ini juga untuk mengukur tingkat efi­siensi perjuangan dan profitabilitas yang diraih bank bersangkutan. Bank yang sehat yaitu bank yang diukur secara rentabilitas terus berkembangdi atas patokan yang sudah ditetapkan. Penilaian ini meliputi juga hal-hal mirip :
a.  Rasio laba terhadap Total Aset (ROA).
b.  dan Perbandingan biaya operasi dengan pendapatan operasi (BOPO).
5.  Aspek Likuiditas (Liquidity)
Aspek kelima yakni evaluasi kepada faktor likuiditas bank. Suatu bank dapat diikatakan likuid, jika bank yang bersangkutan bisa membayar semua hutangnya khususnya hutang-hutang jangka pendek. Dalam hal ini yang dimaksud dengan hutang-hutang jangka pendek yang ada di bank antara lain ialah tabungan penduduk se­perti simpanan tabungan, giro dan deposito. Dikatakan likuid bila pada saat ditagih bank bisa membayar. Kemudian bank juga harus mampu pula memenuhi semua permohonan kredit yang patut dibiayai. Penilaian faktor ini mencakup :
a.    Rasio kewajiban higienis Call Money kepada Aktiva Lancar
b.    Rasio kredit terhadao dana yang diterima bank mirip KLBI, giro, simpanan, deposito dan lain-lain.
Disamping dengan penilaian analisis CAMEL, Kesehatan bank juga dipengaruhi hasil evaluasi yang lain yakni evaluasi terhadap : 
  1. Ketentuan pelaksanaan bantuan Kredit Usaha Kecil (KUK) dan Pelaksanaan Kredit Ekspor.
  2. Pelanggaran terhadap ketentuan Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK) atau sering disebut Legal Lending Limit. 
  3. Pelanggaran Posisi Devisa Netto.
Penentuan bobot didasarkan kepada masing-masing faktor di­atas diberikan nilai, lalu dijumlahkan secara keseluruhan dari bagian yang dinilai. Secara garis besar hasil dari penilaian ini ditetapkan ke dalam 4 golongan predikat kesehatan bank.
Hasil penilaian kepada analisis CAMEL, lalu dituangkan dalam bentuk angka yang diberikan bobot sesuai ketentuan yang sudah ditetapkan. Bobot nilai ini diberkan selaku nilai kredit. Dari bobot nilai ini clapat dipastikan kondisi suatu bank. Batas sekurang-kurangnyaclan optimal untuk memilih predikat suatu bank dapat dilihat dalam tabel berikut ini.
Nilai Kredit
Predikat
81   100
66   <81
51   < 66
0    < 51
Sehat
Cukup Sehat
Kurang Sehat
Tidak Sehat
        
B. PENGGABUNGAN USAHA BANK
Hasil penilaian yang diumumkan pemerintah sungguh menen­tukan kurun depan perbankan yang bersangkutan, mengenang dunia perbankan yang mengorganisir bisnis dogma. Masalah doktrin ialah duduk perkara sensitif, oleh sebab itu mesti tetap dijaga dari hal-­hal yang bersifat negatif. Artinya kalau masyarakat sudah tidak per­caya lagi kepada salah satu bank, alasannya penilaian yang buruk terhadap kondisinya, maka dampaknya akan merugikan bank tersebut. Keper­cayaan ini disebabkan alasannya kegiatannya menyangkut uang masya­rakat. Bagi bank yang dinyatakan sehat justru sangat menguntungkan alasannya mampu memaksimalkan pamornya dimata para nasabahnya atau kandidat nasabahnya. Namun bagi bank yang tidak sehat untuk beberapa kala maka diusulkan untuk melakukan penggabungan perjuangan dengan bank lainnya.
Dalam praktiknya penggabungan dalam dunia perbankan tidak hanya bagi bank yang dinilai tidak sehat saja, akan tetapi bank yang sehatpun dapat pula bergabung dengan bank lainnya sesuai dengan tujuan bank tersebut. Sebagai acuan bank mampu bergabung dengan tujuan untuk menguasai pasar. Namun umumnya penggabungan antar bank yang tidak sehat lebih diutamakan.
Terdapat beberapa bentuk penggabungan yang dapat dipilih suatu bank. Pertimbangannya ialah tergantung dari keadaan bank dan keinginan pemilik bank usang. Masing-masing bentuk memiliki kelebihan dan kerugian sendiri. Tentu saja pemilihan bentuk penggabungan ini didasarkan kepada tujuan perbankan tersebut. Jenis-jenis penggabungan yang mampu dipilih dan yang biasa dilaksanakan di Indonesia yaitu selaku berikut : 
1. Merger
Merger yakni penggabungan dari dua bank atau lebih dengan cara tetap menjaga berdirinya salah sate dari bank yang ikut merger dan membubarkan bank-bank yang lain tanpa melikuidasi terlebih dahulu.

Penggabungan tersebut mampu dikerjakan dengan cara meng­gabungkan seluruh saham bank lainnya yang ikut bergabung menjadi satu dengan bank yang diseleksi untuk dijadikan bank yang mau dipertahankan. Biasanya bank hasil merger memakai salah satu nama yang dipilih secara bersama. Sebagai teladan: Bank Maras melakukan merger dengan Bank Menumbing dan disepakati memakai nama Bank Maras, maka nama Bank Me­numbing diganti menjadi bank Maras.
2. Konsolidasi
Yaitu penggabungan dari dua bank atau lebih dengan cara mendirikan bank baru dan membubarkan hank-bank yang ikut konsolidasi tersebut tanpa melikuidasi apalagi dahulu. Contoh konsolidasi, misalnya Bank Maras melakukan konsolidasi dengan Bank Menumbing, maka nama kedua bank tersebut dibubarkan dan menamakan bank yang gres, misalnya Bank Mangkol.
3. Akuisisi
Merupakan pengambil-alihan kepemilikan suatu bank yang ber­balasan beralihnya pengendalian terhadap bank. Dalam pengga­bungan dengan bentuk akuisisi umumnya nama bank yang diakui­segi tidak berubah dan yang berubah hanyalah kepemilikannya. Contoh di atas contohnya Bank Maras diakuisisi oleh Bank Menum­bing maka nama Bank Maras tidak berganti dan yang berubah ialah kepemilikannya saja adalah menjadi milik Bank Menumbing.
Usaha penggabungan versi di atas sering disebut dengan penggabungan model horizontal. Jenis penggabungan yang lain yang sering dilakukan penggabungan secara vertikal adalah dengan cara memadukan beberapa perjuangan mulai dari usaha yang bergerak da­lam industri hilir ke perjuangan yang bergerak dalam usaha industri hulu. Dengan kata lain mulai dari perusahaan penyedia materi baku hingga dengan perusahaan yang memasarkan barang jadi dari materi baku tersebut.
C. ALASAN PENGGABUNGAN
Untuk memutuskan bergabung dengan perusahaan lain bukan­lah kasus yang gampang. Keputusan bergabung diambil sebab sebuah alasan yang sungguh kuat. Jadi sebelum melaksanakan penggabungan badan bisnisnya, setiap perusahaan tentu memiliki maksud ter­pasti yang ingin dicapainva. Demikian pula jenis penggabungan yang akan diseleksi juga dilaksanakan dengan banyak sekali macam pertimbangan.
Terdapat beberapa alasan suatu bank atau sebuah perusahaan untuk melakukan penggabungan baik penggabungan secara Merger, Konsolidasi maupun Akuisisi. Alasan yang umum dipakai yaitu antara lain :
1.  Masalah Kesehatan
Apabila bank sudah dinyatakan tidak sehat oleh Bank Indonesia sehabis lewat beberapa perbaikan sebelumnya, maka sebaik­nya bank tersebut melaksanakan penggabungan. Pilihan pengga­bungan pastinya dengan bank yang sehat. Jika bank yang diga­bungkan sama-sama dalam kondisi tidak sehat maka sebaiknya pilihan penggabungan adalah konsolidasi atau mampu pula diakui­segi oleh bank lain yang sehat.
2.  Masalah Permodalan
Apabila modal sebuah bank dicicipi kecil sehingga sukar untuk melaksanakan ekspansi perjuangan, maka bank dapat bergabung dengan satu atau beberapa bank sehingga modal dimiliki menjadi be­sar. Sebagai pola Bank Maras hanva memiliki modal 5 milyar dengan 12 buah cabang bergabung dengan Bank Mangkol yang mempunyai modal 10 milyar clan mempunyai 20 cabang. Gabungan kedua bank tersebut sekarang mempunyai modal 15 milyar dan 32 cabang. Dengan adanya penggabungan atau usaha peleburan otomatis lebih mudah untuk berbagi bisnisnya. Yang terperinci sehabis melakukan penggabungan modal dan cabang dari beberapa bank yang ikut bergabung akan bertambah besar.

3.  Masalah Manajemen
Manajemen bank yang sembrawut atau kurang profesional se­sampai, perusahaan terus merugi dan susah untuk meningkat . Jenis bank inipun semestinya melaksanakan penggabungan usaha atau peleburan usaha dengan bank yang lebih profesional yang populer dengan mutu manajemennya.
4.  Teknologi dan Administrasi
Bank yang memakai teknologi yang masih tradisional sa­ngat menjadi problem. Dalam pertumbuhan yang sedemikian cepat diharapkan teknologi yang mutakhir. Untuk menemukan teknologi yang canggih diharapkan modal yang tak sedikit. Ja­Ian keluar yang diseleksi yakni melaksanakan penggabungan dengan bank yang telah mempunyai teknologi yang canggih. Demikian pula bagi bank yang kurang terencana dan masih tradisional dalam hal administrasinya, sebaiknya bank melakukan penggabungan atau peleburan sehingga diperlukan administrasinya menjadi lebih baik.
5.  Ingin Menguasai Pasar
Tujuan ingin menguasai pasar tidak diumumkan secara jelas terhadap pihak luar dan lazimnya cuma dikenali oleh mereka yang akan ikut bergabung. Dengan adanya penggabungan dari beberapa bank, maka jumlah cabang dan jumlah nasabah yang dimiliki bertambah. Tujuan ini juga dijalankan untuk meng­hilangkan atau melawan pesaing yang ada.
Keinginan untuk menyelenggarakan penggabungan bank, baik pengga­bungan secara merger, konsolidasi atau akuisisi mampu dijalankan atas :
1.    Inisiatif bank yang bersangkutan atau
2.    Permintaan Bank Indonesia atau
3.    Inisiatif tubuh khusus Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN).
Dalam melakukan penggabungan, maka pihak perbankan hen­daknya memenuhi beberapa peraturan dan patokan yang sudah ditetapkan. Izin untuk melaksanakan Merger, Konsolidasi atau Akuisisi mesti menyanggupi tolok ukur selaku berikut:
  1. Telah mendapatkan persetujuan dari Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) bagi bank yang berupa badan aturan Perse­roan Terbatas atau rapat sejenis bagi bank yang berupa lainnya. 
  2. Memenuhi rasio kecukupan modal yang telah ditetapkan oleh Bank Indonesia.
  3. Calon anggota Direksi dan Dewan Komisaris tidak termasuk daftar orang yang tercela dibidang perbankan.
  4. Dalam hal akuisisi, maka bank wajib menyanggupi ketentuan tentang pengertian modal oleh bank yang dikelola oleh Bank Indonesia.
  Ciri-Ciri Pembelajaran Aktif Di Kelas