close

[Esensi Anutan Islam] Bahan Basic Pelatihan (Lk 1) Himpunan Mahasiswa Islam

BAB III

Esensi Ajaran Islam
Tujuan:

– Pembaca memahami konsep teologi berdasarkan berpikir ilmiah.
– Pembaca mengerti hakikat dan urgensi kepemanduaan/kenabian.
– Pembaca mengerti prinsip kebangkitan dan dinamika alam semesta.
– Pembaca mengerti tugas dan fungsi selaku khalifah fil ardh.
– Pembaca memahami kekayaan pemikiran dalam umat Islam.

Esensi mampu diartikan selaku batasan yang membedakn sesuatu dengan yang lain. Esensi dapat juga diketahui selaku ekstraksi atau inti sari dari sesuatu. Esensi dalam filsafat terbagi dua yaitu susbstansi dan aksiden. Subtansi adalah hakikat sesuatu atau kesesuatuan sesuatu. Aksiden ialah penampakan atau tangkapan inderawi. Sebagai contoh apel. Substansi apel yakni keapelan apel yang meskipun kita belah sampai sekecil-kecilnya, kita tetap akan mengatakan bahwa sesuatu itu ialah apel. Aksiden apel yaitu warna, rasa, busuk tekstur dan seterusnya.

Ajaran adalah kumpulan pengetahuan yang serupa kemudian tersusun secara sistematis. Ajaran juga bermakna segala sesuatu dari obyek yang disampaikan.

Islam berasal dari kata salam atau keselamatan, juga bermakana kedamaian, tunduk dan taat. Islam adalah dien yang didalamnya ada system berpikir (konitif), tata nilai (afektif) dan syariat (psikomotorik). Sebagai jalan keselamatan, Islam sudah melalui proses panjang sejak Nabi Adam a.s hingga kemudian disempurnakan oleh Muhammad al Mustafa.

Esensi anutan Islam adalah kurang lebih memiliki arti batasan, intisari, hakikat dari pengetahuan Islam. Atau hakikat dari disampaikannya Islam.

Keyakinan

Keyakinan terbagi dua: pertama akidah dibawah keraguan, adalah kepercayaan tanpa melalui proses keraguan dan tentunya anutan. Pokoknya eksklusif yaitu saja. Keyakinan seperti ini tidak memiliki dasar argumentasi yang kuat sehingga rapuh bangunan keyakinannya.

Kedua adalah kepercayaan diatas keraguan, ialah iman yang ,elewati proses keraguan. Keraguan yaitu jembatan emas menuju keyakinan, artinya denga keraguan maka memasa manusia untuk menyusun argumentasi yang alhasil melahirkan iman yang kokoh.

Adapun doktrin itu sendiri bertingkat-tingkat sesuai dengan kapasitas orang yagn yakain tersebut. Pertama adalah ilmia yaqin, ialah bedasarkan keilmuan. Analogi sederhana untuk ini ialah yakinya kita bahwq ada api ketika kita menyaksikan ada asap. Keyakinan mirip ini adalha keyakinan tahap permulaan.

Jika seseorang terus berproses, maka ia akan melangkah pada doktrin selanjutnya yakni ainal yaqin, adalah doktrin alasannya adalah mempersaksikan sendiri. Analoginya yaitu orang yang meyakini ada api dengan melihat sendiri apinya, orang yang berda pada tingkat akidah mirip ini sudah melihat Tuhan dengan mata hatinya, sehingga begitu kokoh keyakinannya.

Keyakinan bearikutnya dalh haqqul yaqin adalah dengan sebenar-benarnya. Analoginya yakni orang yang meyakini adanya api sedang beliau sendiri berda dalam api. Begitu dekatnya dengan api sehingga sukar dibedakan yang mana api dan yang bukan. Orang yang sampai pada tingkatan ini ialah orang yang segala ucapan dan tindakannya yakni ucapan dan langkah-langkah Allah.

Perbandingan Teologi

Dari meteri sebelumnya kita daptkan pembuktian Tuhan secara rasional. Kesimpulannya yaitu bahwa Tuhan itu Tunggal, tidak tersusun, tidak terbatas, tidak bersebab, namun merupakan alasannya adalah dari segala sebab (Prima Causa), tidak berakhir, tetapi akhir dari segala akhir (Causa Finalis), sederhana, Maha Kaya, Maha Meliputi dan seterusnya. Disini kita akan mengadakan perbandngan rancangan ketuhanan yang paling rasional dari sample monoteis model Kristen (Trinitas), Hindu (Trimurti), dan Asyariyah. Ketiga konsep teologi tersebut mengakui bahwa Tuhan itu Esa, namun kemudian penafsiran wacana ketunggalan tersebut akan kita persoalkan, sebagai berikut.

Keterangan:

Tuhan Tunggal namun tersusun dari Tuhan

Bapa, Roh Kudus dan Tuhan Yesus

Tuhan Bapa ≠ Roh Kudus

Roh Kudus ≠ Yesus

Yesus ≠ Tuhan Bapa

Kesimpulan

Tuhan tersusun, dan Tuhan terbatasi oleh Tuhan yang lain.
Keterangan:

Tuhan Tungal namun tersusun dari Brahma,

Wisnu, dan Syiwa

Brahma ≠ Wisnu

Wisnu ≠ Syiwa

Syiwa ≠ Brahma

Kesimpulan
Tuhan tersusun, dan Tuhan terbatasi oleh Tuhan lainnya.

Keterangan:

Tuhan Tungal tetapi tersusun dari Zat,

Sifat, dan Tindakan

Zat ≠ Sifat

Sifat ≠ Tindakan

Tindakan ≠ Zat

Kesimpulan
Tuhan tersusun, dan Tuhan terbatasi oleh Tuhan lainnya.

  [Ndp Hmi] Kemerdekaan Manusia (Ikhtiar) Dan Kewajiban Universal (Takdir)

Dari ketiga rancangan teologi terdapat kesamaan yakni sama-sama mengaku monoteis namun pada ketika yang sama justru memahami ketersusunan dan kekurangan yang kuasa. Logikanya adalah kalau yang kuasa tersusun mempunyai arti ada yang menyusun, jika terbatas memiliki arti ada yang batasi. Ini mempunyai arti yang kuasa balasan juga bermakna ciptaan. Lebih lanjut bermakna makhluk dan dengan sendirinya menyangkal ketuhanan ilahi itu sendiri.

Dengan demikian rancangan teologi di atas, baik Katolik, Hindu dan Islam (Asyariyah) terjebak pada kesalahan berpikir. Parahnya dalam islam yaitu kalau dipahami bahwa sifat Tuhan 99 berlawanan satu sama lainnya. Ini mempunyai arti ilahi ada 3 + 99 = 102 nitas.

Memahami bahwa Tuhan tersusun dari bab-bab berarti mengakui kejamakan yang kuasa itu sendiri, dan dengan sendirinya memiliki arti menerima bahwa dewa itu makhluk.

Konsep yang disediakan Islam didominasi oleh kaum Asyariyah yang mengakui bahwa Zat, Sifat, dan Tindakan Tuhan ialah entitas yang berlawanan. Bahkan siafat Tuhan yang 99 yakni sifat yang idependen dengan yang lainya. Pada dasarnya Islam bukan Cuma Asyariyah. Islam bahwasanya mengetahui bahwa tidak ada keterpisahan antara Zat, Sifat, dan Tindakan Tuhan. Bahkan sifat Tuhan yang 99 tidak berarti independent dengan lainnya namun saling terkait, hanyalah sudut pandang kemanusiaan kita yang melihat keterpisahan.

Kita tidak dapat memisahkan antara pelaku (Subyek), langkah-langkah dan sifat yang mengadakan pemisahan hanyalah dalam wangsit kita. Sebagai pola, kita tidak dapat memisahkan antara zat api, sifat api dan membakarnya api. Atau sifat tertentu yang ada pada diri kita serta langkah-langkah kita sendiri.

Prinsip Ketuhanan

Secara akal kita sudah menandakan bahwa Allah ialah penyebab yang tidak tersebabkan dan segala sesuatu berasal dari Dia. Dalam akal diketahui dengan ungkapan prima causa. Selain itu bahwa rantai kausalitas akan selsai pada satu titik, ialah tujuan dari segala sesuatu. Dalam logika hal ini diketahui dengan istilah causa finalis.

Penyebab yang tidak tersebabkan dan tujuan akhir dalam Islam diketahui dengan perumpamaan “Inna Iilahi Wa Inna Ilahi Rojiun”. Dari titik ini kita menarik suatu konklusi bahwa alam material ini pasti akan rampung. Dan mau tak inginkita mesti bergerak secara spiritual. Oleh karena itu gerak kemanusian kita yaitu penghambaan, dimana kita sebagai makhluk bergerak menuju Allah sebagai titik kesempurnaan.
Mustahil kita dapat bergerak menuju Allah jikalau kita tidak menyembah Allah. Untuk menyembah Allah kita harus memahami Allah terlebih dulu alasannya adalah jika tidak maka mampu jadi bukan Allah yang kita sembah, tetapi fantasi atau imajinasi.

Pada desain ketauhidan dimulai dengan kata persaksian (Asyhadu). Setiap persaksian meniscayakan adanya pembuktian, baik secara teoritik maupun secara empiris. Kalimat persaksian terbagi dua yakni penagasian/penolakan dan penerimaan. Kata La Ilaha bermakna penolakan terhadap segenap bentuk penghambaan. Ilah kalau diterjemakan secara bebas bermakna segala sesuatu yang kita lakukan untuknya.

Untuk dapat menolak dibutuhkan perilaku kritis, kemerdekaan dan keberanian. Ikrar ini bermakna Islam mengharapkan biar penganutnya bersikap kritis, merdeka dan berani.

Sepanjang sejarah “Ilah-ilah” yang menyebabkan ketimpangan social adalah tabiat firaun, qorun dan balam. Jika dipersempit, Ilah sesungguhnya (pada bahasa ini) adalah ego atau keangkuan manusia.

Ini berarti manusia mesti kritis dan merdeka dalam menolak keangkuannya yang justru menjauhkan dari fitrahnya sendiri.

Berikutnya yakni penerimaan. Berangkat dari pengecualian (Illallah) memiliki arti kecuali Allah. Penggunaan kata Allah (alif-lam-lam-hu) bagi sekelompok umat Islam memaknakan symbol sebagai berikut. Alif dikenal sebagai yang pertama, baka, bangun sendiri. Lam memiliki arti pemilik dan hu bermakna Dia. Penggabungan makna simbolis karakter ini bermakna Dia yang tunggal, dari segala pemilik. Digunakan dua abjad lam ditafsirkan sebagai aksentuasi atau intensitas. Kaprikornus dua aksara lam ditafsirkan selaku aksentuasi atau intensitas. Kaprikornus dua abjad lam berarti pemilik dari segala pemilik.

Kalimat syahadat ini kalau ditafsirkan kurang lebih, penolakan kepada segala macam penghambaan kecuali terhadap Dia yang tunggal, awal dari segala permulaan, bangun sendiri, infinit yang ialah pemilik dari segala pemilik.

  [Ndp Hmi] Individu Dan Masyarakat

Kalimat syahadat ini yakni ikrar yang tidak mempunyai arti jika tidak dibuktikan. Artinya lalu bahwa dalam segenap aspek kehidupan kita ialah bukti penghambaan kita.

Tauhid Zati

Tauhid Zati ialah meyakini bahwa zat Allah tunggal, tak tersusun, tak tersebabkan, sederhana (basith). Argumentasi rasional tauhid zati telah dijabarkan pada meteri sebelumnya.

Tauhid Sifati
Tauhid sifati yakni meyakini bahwa sifat Allah tidak terpisah dari ztNya. Sifat Tuhan ialah inheren pada zat Tuhan sendiri. Sifat Tuhan pada dasarnya satu, tetapi perbedaan perspektrif yang mengakibatkan berbeda.

Tahuhid A’fali (tindakan).
Tauhid a’fali bermakna segala sesuatu tidak terlepas dari tindakan Allah. Tindakan Allah adalah zatNya sekaligus sifatNya. Karena bila kita mengetahui keterpisahannya, memiliki arti sama saja mengatakan Allah tersusun dari Zat, Sifat, dan tindaka. Hal ini telah dibahas pada bab sebelumnya.

Tauhid Rububiyah
Tauhid rububiyah ialah meyakini bahwa hanya Allah lah yang mencipta segala sesuatu. Adapun hal-hal yang dikerjakan oleh manusia tidak terlepas dari kekuasaanNya. Untuk pembahasan ini selengkapnya pada bahan selanjutnya.

Tauhid Ibadi

Tauhid ibadi berarti dalam setiap ibadah kita selalu tujukan dan pasrahkan cuma terhadap Allah semata. Ini juga mempunyai arti segala arogansi, riya dalam ibadah ialah penolakan kepada tauhid ibadi.

Kesimpulan

Sesungguhnya impelemtasi dari syadahat adalah menjadi tiap tindakan kita cuma kepada Allah semata. Ketundukan, kepasrahan dan ketaatan ialah kata kuncinya. Tapi ini berangkat dari pedoman dan perenungan yang menimbulkan akidah yang hakiki.

Prinsip Kepemanduan/Kenabian
Konsekuensi dari prinsip ketuhanan adalah perlu adanya delegasi Tuhan yang memberikan wahyu, dan lalu memandu manusia menuju khalik. Pertanyaan mendasar untuk hal ini ialah mengapa mesti ada perantara. Bukannya Tuhan dan hamba yaitu dilema eksklusif? Kita juga bisa mengajukan pertanyaan, mengapa Tuhan tidak memberi wahyu pada tiap manusia, apakah Tuhan tidak mampu?.

Untuk menandakan keberadaan Tuhan sebetulnya kita tidak memerlukan orang lain alasannya nalar mempunyai kesanggupan untuk memberikanNya. Tetapi untuk mengetahui keinginanIlahi, tidak siapa saja mampu kecuali orang-orang yang bersahabat dengan Allah.

Seorang delegasi memiliki tugas ganda. Pertama selaku penyampai risalah dan kedua sebagai pembimbing. Seorang delegasi mestilah suci, alasannya kalau tidak suci maka mustahil dia mampu membimbing pada kesucian. Dalam suatu kesempurnaan, Allah berfirman ihwal utusanNya: Laqadkhalaknal lakum fii rasulillahi uswatun hasanah. Jelas ayat ini memberikan kesempurnaan spiritual rasul ( sekaligus kebanggaan Allah pada rasul) yang dijadikan panutan.

Dalam suatu hadis Rasullah SAW bersabda: aku datang untuk menyempaikan akhlakmu. Kata akhlak satu akar kata dengan makhluk, malaikat, malakut (ciptaan) dan khalik (pencipta). Ini memiliki arti bahwa tujuan kenabian adalah mengarahkan manusia menuju Tuhan. Tuhan didekati dengan menyerap asamaNya. Dalam sebuah riwayat saat ditanya bagaimana akhlak Rasullah, Aisyah r.a menjawab bahwa adab ia ialah Al-qur’an.

Mengenai penciptaan, Allah berfirman: Wa maa Khalaqtul jinna wal insaa illa liyabbudu. Tujuan penciptaan yaitu untuk menyembah. Penyembahan itu sendiri ialah proses mendekatkan diri padaNya.

Dalam literatur sufistik, kata Muhammad yang terdiri dari min ha mim dal yaitu symbol manusia yang bersujud. Sedang Muhammad sendiri dalam tinjauan etimologis berasal dari akar kata “hamd” yang memiliki arti puji. Muhammad sendiri memiliki arti yang terpuji Hamd, Hamid ialah satu akar kata yang sama. Tetapi penggunaan Al-Hamd sendiri dikhususkan untuk Allah. Secara sederhana kita dapat katakana bahwa makhluk yang bersujud ialah terpuji.

Hakikat sujud sendiri adalah menaruh ketinggian ego kita pada tempat yang terendah sekaligus meninggikan yang Maha Tinggi. Artinya kita menundukkan ego kita pada egoNya, adalah Ego Allah yang sudah meniupkan rohNya pada jasad material. Ini juga memiliki arti mengingat asal penciptaan material kita yakni tanah. Hubungannya lalu adalah menghidarkan manusia dari kesombongan sebagaimana Iblis menyombongakan asal penciptaannya dari api sehingga mendapat kutukanNya.

Untuk mampu mendekatkan diri, kita harus mengikuti utusanNya. Selain itu kita berwasilah pada utusaNya agar kita mendapatkan syafaat kelak karena ibadah kita sangat sedikit dibandingkan limpahan RahmatNya. Menurut kami inilah makna dari persaksian kedua bahwa Muhammad ialah delegasi Allah.

  [Sistem Diskusi Dan Teknik Persidangan] Bahan Basic Pelatihan (Lk 1) Himpunan Mahasiswa Islam

Prinsip Kebangkitan
Allah SWT telah menganugerahi kita banyak hal yang tidak mungkin kita hitung banyaknya dan memberi tanggungjawab sesuai dengan kapabilitas kita. Nabi Daud a.s bermunajad: Yaa Allah bagaimana cara kami bersyukur sedang kebersyukuran yaitu lezat yang harus kami syukuri. Dalam sebuah peluang Allah SWT berfirman: Dan kami ciptakan penglihata, pendengaran dan hati agar manusia bersyukur.

Manusia diperlengkapi akomodasi istimewa dibandinga makhluk yang lain dengan posisinya sebagai khalifa fil ardh. Fasilitas ini kemudian akan dimintai pertanggungjawaban.

Manusia adalah makhluk monodualistik, dalam diri yang satu terdapast dua unsur. Pertama jasadi yang berasal dari “kehinaan” adalah tanah. Inilah yang dikomplain Iblis pada Tuhan. Jasad ini mengarahkan manusia pada kecenderungan material. Kedua, ruhania yang berasal dari tiupan ruh dewa yag suci. Inilah yang dilupakan Iblis. Ruhani ini mengarahkan insan pada kesmpurnaan hakiki. Kecenderungan material bersifat sementara, sedang kecenderungan ruhaniah bersifat abadi.

Prinsip Dinamika Alam Semesta

Alam semesta diciptakan dengan keseimbangan yang mempunyai arti sesuai denga proporsi masing-masing. Ini yang dimaksud dengan asas keseimbangan. Jika kita amati alam semesta maka semua bergerak sesuai denga konteksnya masing-masing. Plaet-planet berputar pada porosnya, hewan bergerak berdasar naluri. Tumbuhan bergerak berdasar daya hidupnya. Benda mati berdaur dalam rentang waktu tertentu.

Sedang asas kedua adalah bahwa entitas sebuah makhluk harus merusak makhluk lain untuk bertahan. Artinya materi hingga pada sebuah titik akan mengalami kehancuran. Manusia untuk bertahan harus menghancurkan flora dan hewan yang kemudian diproses menjadi energi. Begitupula dengan hewan terhadap flora dan tanaman terhadap tanah.

Dalam fisika, energi dikenal mampu berubah bentuk, namun tidak dapat diciptakan manusia. Energi tidak lain adalah quwwah atau kekuatan dewa. Dalam Al-qur’an disebutkan “kemana kamu hadapkan wajahmu disitu muka Tuhanmu”. Ayat ini memastikan bahwa bahan yang ada dimana-mana (energi yang diperlambat berdasar teori Einstain) ialah “wajah” Allah. Wajah adalah mengambarkan, tetapi bukan diriNya.

Kiamat

Dalam Isalam kita kenal dua kialmat adalah kiamat kecil (sughra) dan akhir zaman besar (kubra). Kiamat kecil adlh berhentinya gerak didalam material seorang inidivu, atau diketahui juga dengan istilah kematian jasadi.

Kiamat kubra yakni hancurnya kosmos ini. Kosmos selaku ciptaan pasti juga bergerak menuju Tuhan oleh alasannya adalah itu ia harus hancur. Entah alasannya gesekan meteor atau ulah insan, yang jelas untuk bergerak, kosmos akan mengalami kehancuran.

Adanya akhir zaman menjadi bukti kekuasaan Tuhan bahwa cuma diriNyalah yang abadi hakiki. Kiamat sendiri adalah pintu menuju kehidupan lain yang abadi.

Pertanggungjawaban

Pada dikala akhir zaman (kecil dan besar), dimana kesempatan untuk bergerak telah terhenti, maka menjadi keniscayaan akan adanya kosekwensi atas segala yang pernah dijalankan. Jika sekiranya tidak ada pertanggungjawaban maka tidak perlu ada aturan selaku standar.

Jika seseorang berhasil mengemban amanah dengan baik maka koekwensi yakni mencicipi kenikmatan infinit. Dalam Islam dikenal dengan istilah nirwana. Atau hanya sedikit menyerap asmaNya, maka beliau akan mengalami kegelisahan dan ketersiksaan. Inilah yang dikenal dengan ungkapan neraka. Untuk selengkapnya akan dibahas dalam materi selanjutnya.

Melacak Perbedaan Dalam BerIslam

Tiga poin di atas dikenal dengan usuluddin, di mana semua umat Islam sepakat akan Ketuhanan, kenabian dan kebangkitan. Perbedaan yang muncul dalam umat Islam ialah persoalan penafsiran, mulai dari teologi, teks normative, hingga kesyariat. Ini tidak lepas dari latar historisitas umat Islam sendiri yang penuh dinamika.

Jika kita tarik pada konteks kekinian, maka yang perlu ditumbuhkan adalah budaya ilmiah dalam beragama yang mencakup argumentasi logis, dialog, penghargaan sesame ummat, keterbukaan dan pastinya ukhuwa. Berbeda pada daerah penafsiran ialah masuk akal, tetapi berlawanan dalam hal ushuluddin bermakna beda agama.

Kearifan kita dalam berislam perlu ditumbuhkan dalam artian tidak sepantasnya klaim kebenaran kita dominasi dan tuduhan sesat ditujukan bagi mereka yang berlawanan paham dan penafsiran. Alangkah indahnya jika perbedaan tersebut menjadi khazanah intelektual Islam, bukan saling melemahkan dan menjatuhkan.