close

Embargo dan Tahun Duka Cita

Penolakan Rasulullah atas anjuran Utbah bin Rabiah, Hamzah & Umar masuk Islam serta komitmen Bani Hasyim & Bani Abdul Muthalib untuk melindungi Nabi Muhammad, menciptakan orang-orang Quraisy makin geram. Mereka ingin segera menuntaskan Rasulullah namun masih berpikir panjang alasannya adalah akan terjadi peperangan dgn Bani Hasyim & Bani Abdul Muthalib kalau hingga mencelakainya.

Pakta Perjanjian Kezaliman

Diliputi amarah permusuhan pada Rasulullah & kegeraman atas perlindungan Bani Hasyim & Bani Abdul Muthalib, orang-orang musyrikin Makkah berkumpul di kediaman Bani Kinanah pada Muharram tahun ketujuh kenabian. Mereka menciptakan kesepakatan bareng . Sebuah pakta perjanjian yg sarat kezaliman. Memboikot Bani Hasyim & Bani Abdul Muthalib.

Pakta perjanjian itu ditulis oleh Baghid bin Amir bin Hisyam pada sebuah shahifah. Isinya yakni poin-poin sebagai berikut:

  • Tidak boleh melaksanakan perdagangan dgn Bani Hasyim & Bani Abdul Muthalib
  • Tidak boleh menikah dgn mereka
  • Tidak boleh mengunjungi, bertamu, berbicara & berinteraksi dgn mereka
  • Tidak boleh mendapatkan perjanjian damai dgn mereka
  • Tidak boleh berbelas kasihan pada mereka

Pakta perjanjian itu lantas digantungkan di dinding Ka’bah. Kelak, tangan Baghid lumpuh sebagaimana Rasulullah mendoakan kecelakaan baginya.

Selama tiga tahun, Bani Hasyim & Bani Abdul Muthalib diboikot. Semua warganya baik yg muslim maupun musyrik. Terkecuali Abu Lahab yg berada di pihak kafir Quraisy yg memusuhi Rasulullah. Kaum muslimin dr Bani Hasyim & Bani Abdul Muthalib terus melindungi Rasulullah alasannya adalah keimanan mereka, sedangkan yg musyrik, mereka melindungi Rasulullah sebab hubungan kekerabatan.

Pemboikotan membuat Bani Hasyim & Bani Abdul Muthalib mengalami penderitaan yg mengenaskan. Mereka kekurangan kuliner alasannya adalah semua makanan yg masuk Makkah langsung dicegat oleh orang-orang Quraisy. Bahkan pasokan air pun tak boleh masuk ke perkampungan Abu Thalib.

Kekurangan materi kuliner menciptakan Bani Hasyim & Bani Abdul Muthalib kelaparan. Mereka pun terpaksa mengkonsumsi apa saja demi bertahan hidup. Termasuk dedaunan & kulit binatang. Pernah mereka menemukan kulit unta. Lalu dibersihkan & dibakar, sesudah itu dilunakkan agar bisa disimpan & dijadikan masakan untuk tiga hari.

Tangis bayi & bawah umur kian sering terdengar di perkampungan Abu Thalib. Jeritan para perempuan menambah sayu suasana penuh derita itu.

Tak ada barang yg mampu hingga ke tangan mereka kecuali dengan-cara sembunyi-sembunyi. Hanya di bulan-bulan Haram mereka bisa berbelanja dr pedagang luar Makkah. Itu pun dgn harga yg sudah dinaikkan berkali lipat oleh kebijakan musyrikin Makkah. Pada masa pemboikotan inilah harta Khadijah yg demikian banyak menjadi habis untuk membantu sahabat Nabi & orang-orang yg terisolasi.

Ada sebagian orang dr luar Bani Hasyim & Bani Abdul Muthalib yg tak tega & berusaha membantu. Namun begitu ketahuan, barang-barang itu tak akan pernah hingga. Bahkan mereka pula dikenakan sanksi.

Hakim bin Hizam pernah menenteng gandum untuk Khadijah. Namun ia dihadang Abu Jahal & diinterogasi. Untungnya ada Abu Al Bukhturi yg menengahi & membiarkan lolos hingga gandum itu hingga ke bibinya. Tokoh lain yg biasa memasok makanan yakni Hisyam bin Amr. Ia mengendap-endap di malam hari untuk memberikan pemberian makanan pada Bani Hasyim.

Di tahun-tahun pemboikotan itu, Abu Thalib makin mencemaskan keponakannya. Ia takut kalau-kalau orang-orang Quraisy mengantardelegasi untuk membunuhnya. Maka kerap kali ia meminta Rasulullah tidur di kawasan Abu Thalib. Lalu Abu Thalib menjaganya.

Pembatalan Pakta Kezaliman

Tiga tahun bukan waktu yg singkat. Kondisi Bani Hasyim & Bani Abdul Muthalib yg semakin memprihatinkan membuat orang-orang yg masih berpikiran jernih untuk menuntaskan pemboikotan itu. Terlebih, sebenarnya tak semua tokoh Quraisy menyetujui pemboikotan tersebut. Bagaimana pun, kabilah yg mereka boikot pula anggota Quraisy. Masih satu suku.

Suatu hari, Hisyam bin Amr mendatangi Zuhair bin Umayyah, yg ibunya ialah Atikah binti Abdul Muthalib. “Wahai Zuhair, apakah kau-sekalian tega makan & minum hingga kenyang sementara paman-pamanmu menderita & kelaparan?”

“Celaka engkau. Apa yg mampu kulakukan sementara gue cuma seorang diri. Andai ada orang lain yg bersamaku, akan kusobek perjanjian itu,” jawab Zuhair.

“Engkau sudah mendapatkan orang itu?”
“Siapa?”
“Aku.”
“Kalau begitu, kita cari orang ketiga.”

Lalu Hisyam mendatangi Muth’im bin Adi. Ternyata ia pula tak tega dgn apa yg menimpa Bani Hasyim & Bani Abdul Muthalib. “Namun apa yg bisa kulakukan sementara gue cuma seorang diri. Andai ada orang lain yg bersamaku, akan kusobek perjanjian itu,” jawab Zuhair.

“Engkau sudah mendapatkan orang itu?”
“Siapa?”
“Aku.”
“Kalau begitu, kita cari orang ketiga.”
“Sudah ada.”
“Siapa?”
“Zuhair bin Umayyah.”
“Kalau begitu, kita cari orang keempat.”

Lalu mereka mendapatkan Abu Al Bukhturi bin Hisyam. Setelah itu mereka mendapatkan orang kelima, Zam’ah bin Al Aswad.

Sesuai rencana, pagi hari di bulan Muharram tahun 10 kenabian, Zuhair thawaf tujuh kali mengelilingi Ka’bah kemudian menyerukan. “Wahai penduduk Makkah, apakah kita tega menikmati makanan & minuman serta busana mewah sementara Bani Hasyim & Bani Abdul Muthalib binasa? Demi Allah, gue tak akan duduk sebelum merobek shahifah penuh kezaliman itu!”

“Engkau berbohong. Jangan kerjakan itu!” sergah Abu Jahal yg duduk tak jauh dr daerah itu.
“Engkaulah yg pembohong. Kami tak rela dikala shahifah itu ditulis,” kata Zam’ah bin Al Aswad.
“Benar yg dikatakan Zam’ah, kami tak baiklah dgn perjanjian itu,” timpal Abu Al Bukhturi.

“Mereka berdua benar & sungguh orang yg menyampaikan selain itulah yg berbohong. Kami berlepas diri dr perjanjian tersebut,” tambah Muth’im.

Di tengah kericuhan itu, Abu Thalib timbul. “Keponakanku menyampaikan bahwa Allah sudah mendelegasikan rayap untuk mengkonsumsi shahifah itu kecuali goresan pena nama-Nya. Lihatlah shahifah itu. Jika benar, maka akhirilah pemboikotan ini. Namun jika shahifah itu masih utuh, gue rela menyerahkan keponakanku pada kalian.”

Alangkah terkejutnya mereka tatkala masuk ke Ka’bah. Kondisi shahifah benar-benar persis mirip yg dikatakan Rasulullah. Semua tulisannya dikonsumsi rayap, kecuali goresan pena Bismika Allaahumma. Pemboikotan pun rampung.

Wafatnya Abu Thalib

Tiga tahun pemboikotan sungguh-sungguh merupakan masa susah. Menguras energi. Kondisi Abu Thalib yg kian bau tanah semakin payah. Ia pun sakit & semakin parah. Hingga pada bulan Rajab tahun 10 kenabian, Abu Thalib pun wafat.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sungguh mengharapkan pamannya itu masuk Islam. Paman yg selama ini selalu membela & melindunginya. Maka sebagaimana dia mendakwahinya sebelum ini, di hari menjelang wafatnya, ia pula mengajaknya masuk Islam. “Wahai paman, ucapkanlah Laa ilaaha illallah, kalimat ini akan gue jadikan hujjah untukmu di sisi Allah.”

Namun, Abu Jahal pula mendekati Abu Thalib. Di hari itu, ia berada di sisi Abu Thalib sambil mengatakan, “Wahai Abu Thalib, sudah bencikah kau-sekalian dgn agama Abdul Muthalib?”

Abu Jahal terus merayu Abu Thalib hingga kalimat terakhirnya, “Aku masih tetap berada dlm agama Abdul Muthalib.”

Rasulullah sedih. Beliau hendak memohonkan ampun, lalu Allah menurunkan Surat At Taubah ayat 113 & Al Qashash 56.

مَا كَانَ لِلنَّبِيِّ وَالَّذِينَ آَمَنُوا أَنْ يَسْتَغْفِرُوا لِلْمُشْرِكِينَ وَلَوْ كَانُوا أُولِي قُرْبَى مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمْ أَنَّهُمْ أَصْحَابُ الْجَحِيمِ

Tiadalah sepatutnya bagi Nabi & orang-orang yg beriman memintakan ampun (terhadap Allah) bagi orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum saudara(nya), setelah terang bagi mereka, bergotong-royong orang-orang musyrik itu yakni penghuni neraka jahanam. (QS. At Taubah: 113)

إِنَّكَ لَا تَهْدِي مَنْ أَحْبَبْتَ وَلَكِنَّ اللَّهَ يَهْدِي مَنْ يَشَاءُ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ

Sesungguhnya ananda tak akan mampu memberi isyarat pada orang yg ananda kasihi, namun Allah memberi isyarat pada orang yg diinginkan-Nya, & Allah lebih mengenali orang-orang yg mau mendapatkan isyarat . (QS. Al Qashash: 56)

Wafatnya Khadijah

Sekitar 50 hari sesudah wafatnya Abu Thalib, ummul mukminin Khadijah radhiyallahu ‘anha pula wafat. Beliau kembali ke rahmatullah pada bulan Ramadhan tahun 10 kenabian dlm usia 65 tahun.

Rasulullah sedih kehilangan istri tersayang yg selama ini senantiasa membantunya. Mengimani ia sejak awal saat orang lain mendustakan, membersamai ia dlm suka & sedih, memberi dia keturunan serta mengorbankan seluruh hartanya.

Duka sebab kehilangan paman pembela & istri tercinta inilah yg menciptakan para ulama sirah menyebut tahun 10 kenabian selaku tahun sedih cita. Amul huzn. [Muchlisin BK/Wargamasyarakat]

 < Sebelumnya Berikutnya >
 Hamzah & Umar Masuk Islam  
Selengkapnya (urut per bab)
Sirah Nabawiyah

  3 Amal yang Paling Berat Menurut Imam Syafi’i