Salah satu acara perekonomian yang penting yakni kegiatan perbankan. Lembaga perbankan ialah inti dari tata cara keuangan setiap negara. Bank adalah forum perbankan yang menjadi tempat bagi perseorangan, badan-badan usaha swasta, tubuh-tubuh perjuangan milik negara, bahkan lembaga-forum pemerintahan menyimpan dana-dana yang dimilikinya. Melalui aktivitas perkreditan dan berbagai jasa yang diberikan, bank melayani keperluan pembiayaan serta melancarkan mekanisme tata cara pembayaran bagi semua sektor perekonomian.
Bank adalah forum keuangan yang ialah tempat masyarakat menyimpan dananya yang semata-mata dilandasi oleh doktrin bahwa uangnya akan diperoleh kembali pada waktunya dan dibarengi imbalan berbentukbunga. Artinya, keberadaan suatu bank sungguh bergantung pada iman penduduk tersebut. Semakin tinggi doktrin penduduk maka akan semakin tinggi pula kesadaran penduduk untuk menyimpan uangnya pada bank dan memakai jasa-jasa perbankan yang lain. Kepercayaan masyarakat merupakan keyword utama bagi meningkat atau tidaknya sebuah bank, dalam arti tanpa adanya doktrin dari penduduk maka suatu bank tidak akan mampu melakukan acara usahanya.
Yang perlu ditekankan sekali lagi bahwa lembaga perbankan adalah lembaga yang mengandalkan dogma penduduk demi kelancaran usahanya. Dengan demikian guna tetap mengekalkan iman penduduk terhadap bank, pemerintah harus berupaya melindungi penduduk sebagai nasabah bank. Apabila terjadi kemerosotan tingkat doktrin penduduk terhadap lembaga perbankan maka hal tersebut ialah suatu tragedi bagi perekonomian negara secara keseluruhan dan kondisi tersebut susah untuk dipulihkan. Seperti insiden pada ketika 16 bank dilikuidasi pada tahun 1997, balasannya sejumlah bank mengalami rush, sebagai akhir runtuhnya iman penduduk terhadap perbankan nasional.
Melihat begitu besarnya resiko yang dapat terjadi jikalau dogma penduduk kepada bank merosot, maka tidak berlebihan jikalau perjuangan sumbangan terhadap masyarakat atau nasabah bank pada utamanya
perlu mendapatkan perhatian. Dalam rangka usaha melindungi nasabah atau pelanggan secara umum sekarang ini digunakan UU Perlindungan Konsumen. Undang-undang ini dimaksudkan untuk menjadi landasan hukum yang kuat untuk pemerintah dan penduduk untuk melaksanakan upaya pemberdayaan pelanggan. Peran Bank Indonesia selaku bank sentral sungguh dibutuhkan bagi keberhasilan usaha santunan nasabah ini.
Konsekuensi logis dari diundangkannya UU Perlindungan Konsumen kepada pelayanan jasa perbankan, pelaku perjuangan dituntut untuk:
-
beritikad baik dalam melakukan aktivitas bisnisnya\
-
menawarkan isu yang benar, terperinci dan jujur perihal kondisivdan menjamin jasa yang diberikannya.
-
Memperlakukan dan melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif
-
Menjamin kegiatan perjuangan perbankan berdasarkan ketentuan kriteria bank yang berlaku.
Adanya dukungan hukum bagi nasabah selaku konsumen di bidang perbankan menjadi urgent, alasannya secara konkret kedudukan antara para pihak acap kali tidak sebanding. Perjanjian kredit/pembiayaan dan kesepakatanpembukaan rekening bank yang semestinya dibentuk berdasarkan kesepakatan para pihak, karena alasan efisiensi diubah menjadi kontrakyang sudah dibuat oleh pihak yang memiliki posisi tawar (bargaining position) dalam hal ini yakni pihak bank. Nasabah tidak memiliki pilihan lain, kecuali mendapatkan atau menolak perjanjian yang disodorkan oleh pihak bank (take it or leave it).
A. Bentuk & Penerapan Prinsip Hubungan Antara Nasabah Dan Bank
Hubungan bank sebagai penyedia jasa perbankan bagi penduduk dan nasabah sebagai pelanggan atau konsumen sering menimbulkan persoalan bagi kedua belah pihak. Bagi bank, kredit macet yaitu masalah yang paling kerap timbul atau terjadi. Nasabah atau debitur tidak membayar kreditnya ke bank sesuai dengan jumlah dan acara yang disepakati. Sedangkan bagi nasabah, urusan yang sering timbul adalah manakala bank lalai atau tidak melayani nasabah sesuai dengan yang dijanjikan dalam produk-produk jasanya.
Hubungan antara bank dan nasabah didasarkan pada 2 (dua) bagian yang saling terkait yakni aturan dan dogma. Suatu bank cuma bisa melakukan aktivitas dan mengembangkan banknya kalau penduduk meletakkan dogma untuk menempatkan uangnya melalui produk perbankan yang disediakan oleh bank tersebut. Berdasarkan iktikad masyarakat tersebut, bank dapat memobilisir dana dari masyarakat untuk diposisikan di banknya, dan bank akan mampu memberikan jasa-jasa perbankan.
Undang-undang Perbankan pada pasal 1 ayat 1 menyebutkan bahwa bank adalah badan perjuangan yang mengumpulkan dana dari penduduk dalam bentuk tabungan dan menyalurkannya kepada penduduk dalam rangka memajukan taraf hidup orang banyak. Berdasarkan dua fungsi utama bank, yaitu fungsi pengerahan dana dan fungsi penyaluran dana, maka terdapat dua kekerabatan aturan antara bank dan nasabah ialah :
1. Hubungan Hukum Antara Bank Dengan Nasabah Penyimpan Dana
Artinya bank menempatkan dirinya selaku peminjam dana milik masyarakat yang berlaku sebagai penanam dana. Bentuk hubungan aturan antara bank dan nasabah penyimpan dana mampu terlihat dari korelasi aturan yang timbul dari produk-produk perbankan, seperti deposito, tabungan, giro dan yang dipersamakan dengan itu. Bentuk relasi hukum itu mampu tertuang dalam bentuk peraturan bank yang bersangkutan dan syarat-syarat biasa yang mesti dipatuhi oleh setiap nasabah penyimpan dana. Syarat-syarat tersebut mesti diubahsuaikan dengan produk perbankan yang ada, alasannya adalah syarat dari suatu produk perbankan tidak akan sama dengan syarat dari produk perbankan yang lain. Dalam produk perbankan mirip simpanan dan deposito, maka ketentuan-ketentuan dan syarat-syarat umum yang berlaku yakni ketentuan-ketentuan dan syarat-syarat lazim relasi rekening deposito dan rekening simpanan.
2. Hubungan Hukum Antara Bank Dengan Nasabah Debitur
Artinya bank selaku lembaga penyedia dana bagi para debiturnya. Bentuknya dapat berbentukkredit, mirip kredit modal kerja, kredit investasi atau kredit usaha kecil.
Pada dasarnya, relasi aturan antara nasabah dengan bank adalah hubungan kontraktual. Begitu seorang nasabah menjalin kontraktual dengan pihak bank, maka perikatan yang timbul ialah perikatan atas dasar persetujuan atau perjanjian. Dalam kawasan hukum perjanjian, pemahaman korelasi hukum ialah kekerabatan antara pihak-pihak yang kedudukannya sebanding atau sejajar. Hubungan nasabah dengan bank yakni kekerabatan hukum karena adanya kesepakatanantara kedua belah pihak.
Menurut Mariam Darus Badrulzaman, hubungan hukum adalah relasi yang terhadapnya hukum melekatkan hak pada salah satu pihak dan melekatkan kewajiban pada pihak yang lain. Jika salah satu pihak tidak mengindahkan atau melanggar relasi tadi maka aturan dapat memaksakan semoga korelasi aturan tadi dipenuhi atau dipulihkan kembali . Dalam hal ini hukum mampu bersifat memaksa terhadap salah satu pihak kalau terjadi pengingkaran atau wanprestasi kepada kekerabatan hukum yang terjadi tersebut.
Hubungan hukum nasabah dengan bank yang berkaitan dengan kesepakatankedua pihak merupakan persoalan keperdataan yang memiliki peluang menjadikan sengketa kalau salah satu pihak ingkar janji atau wanprestasi. Sengketa keperdataan antara bank nasabah timbul dari transaksi keuangan yang dikerjakan oleh kedua pihak. Secara biasa sengketa keperdataan yakni sengketa yang terjadi dalam kawasan hukum kebendaan dan individual yang disebabkan oleh salah satu pihak melanggar asas kepentingan publik. Sengketa ini lazimnya muncul akibat tidak terpenuhinya asas-asas hukum perikatan. Selama ini bila muncul sengketa perdata maka penyelesaiannya dilaksanakan lewat proses aturan perdata materiil lewat tuntutan hukum oleh salah satu pihak yang merasa dirugikan ke lembaga yang berwenang ialah pengadilan.
Akibat hukum dari hubungan yang timbul antara bank dan nasabah penyimpan dana didasarkan pada perjanjian penyimpanan. Bank berkedudukan selaku akseptor simpanan dan nasabah penyimpan sebagai pemberi simpanan. Pengertian menyimpan oleh bank berdasarkan UU Perbankan adalah untuk dimanfaatkan oleh bank dalam melaksanakan kegiatan perbankan. Ini berarti bahwa dana masyarakat penyimpan akan digunakan atas keyakinan pemilik dana, kedudukan pihak bank sebagai pihak yang berhutang atau debitur kepada pemilik dana, sedangkan kreditur yakni pihak nasabah penyimpan dana yang berhak pada waktu tertentu untuk menagih kembali dananya beserta bunga.
Ini mempunyai arti masyarakat penyimpanan dana menyerahkan penguasaan hak milik atas dananya kepada bank. Nasabah penyimpan dana menyerahkan dananya untuk disimpan oleh bank dengan tujuan untuk dapat dipergunakan atau dimanfaatkan lebih lanjut oleh penduduk pengguna dana guna mengembangkan taraf hidup rakyat banyak. Prinsip simpanan nasabah tersebut bukan karena paksaan, melainkan atas akad kedua belah pihak. Nasabah penyimpan dana yang telah menyerahkan dana kepada bank akan memperoleh imbalan bunga untuk jangka waktu tertentu dan pihak bank berkewajiban melaksanakan iktikad menyimpan dana nasabah. Kedua belah pihak sudah menciptakan perjanjian tabungan atau perjanjian penyimpanan dana dan perjanjian tersebut tidak dikelola dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata.
Karena kesepakatantersebut mengandung unsur menyimpan, menitip, memberi kuasa atau iktikad (fiduciary relationship) dan unsur meminjam yang mempunyai arti kesepakatanyang memiliki ciri khastersendiri. Hubungan hukum yang terjadi antara bank dengan nasabah penyimpan dana berdasarkan perjanjian penyimpanan. Bank berkedudukan sebagai peserta tabungan dan nasabah penyimpan dana sebagai pemberi akidah terhadap forum perbankan. Oleh karena itu doktrin yang diberikan pada lembaga perbankan tidak boleh disalahgunakan.
Bank dalam melakukan usahanya biar mampu bertahan lama dan tetap mendapat dogma dari penduduk mesti memerhatikan asas-asas khusus dari relasi bank dan nasabah yang terdiri dari hubungan Kepercayaan, relasi Kerahasiaan dan prinsip kehati-hatian.
B. PERLINDUNGAN TERHADAP NASABAH BANK
Perlindungan terhadap pelanggan pada umumnya dan pinjaman pada nasabah bank pada utamanya ialah topik yang sangat menarik untuk didiskusikan. Konsumen atau nasabah bank sering kali menjadi pihak yang dirugikan. Hubungan antara bank dengan nasabah sebagai pelanggan merupakan relasi yang timpang alasannya di satu segi bank mempunyai bargaining power yang lebih kuat sehingga nasabah berada pada posisi mendapatkan (take it or leave it) saja. Dengan adanya hubungan yang tidak sebanding ini, dukungan terhadap nasabah sebagai pelanggan bank ialah menjadi sangat penting. Perlindungan kepada nasabah bank atau konsumen dilaksanakan lewat undang-undang yang pada risikonya mampu mengikat para pihak.
Pada prinsipnya setiap undang-undang melindungi kepentingan masyarakat, atau nasabah bank pada khususnya. Misalnya pada UU Perlindungan Konsumen,derma terhadap nasabah bank terutama bisa dilihat dari pasal 18 ihwal pencantuman klausula baku. Pelaku perjuangan, dalam hal ini bank, dalam setiap kontrakkredit atau surat-surat yang berkenaan dengan bank biasanya selalu mencantumkan klausula baku. Pencantuman klausula baku ini membuat nasabah tidak mampu berkutik atau protes. Apabila nasabah tidak oke dengan klausula yang diajukan oleh bank, maka nasabah boleh saja untuk tidak mengikatkan diri dengan bank, tetapi hal tersebut akan merugikan nasabah itu sendiri.
Apabila berbicara mengenai santunan kepada nasabah bank, maka kita harus membedakan nasabah sebagai kreditur kepada bank dan nasabah selaku debitur kepada bank. Dalam konteks UU Perbankan, nasabah dibagi menjadi 2 (dua) ialah nasabah penyimpan dan nasabah debitur. Nasabah Penyimpan yaitu nasabah yang menempatkan dananya di bank dalam bentuk simpanan menurut perjanjian bank dengan nasabah yang bersangkutan. Sedangkan yang dimaksud dengan nasabah debitur adalah nasabah yang menemukan akomodasi kredit atau pembiayaan menurut prinsip syariah atau yang dipersamakan dengan itu menurut persetujuanbank dengan nasabah yang bersangkutan.
Sedangkan dalam praktek perbankan yang ada di Indonesia, nasabah bank dibedakan menjadi 3 (tiga) adalah: Pertama, nasabah deposan, yaitu nasabah yang menyimpan dananya pada suatu bank, contohnya dalam bentuk giro, tabungan dan deposito. Kedua, nasabah yang mempergunakan fasilitas kredit atau pembiayaan, misalnya kredit kepemilikan rumah, pembiayaan murabahah, dan sebagainya. Ketiga, nasabah yang melaksanakan transaksi dengan pihak lain lewat bank (walk in customer), misalnya nasabah yang melakukan transfer tetapi tidak mempunyai rekening di bank tersebut.
Nasabah berkedudukan sebagai Kreditur kepada bank manakala beliau menyalurkan dananya terhadap bank dalam bentuk antara lain tabungan, deposito, rekening koran, dan lain-lain. Dari sudut hukum, maka dana ini telah beralih kepemilikannya kepada bank pada saat dana tersebut diserahkan.
Marulak Pardede dalam bukunya Likuidasi dan Perlindungan Nasabah menjelaskan bahwa menurut metode perbankan Indonesia, sumbangan kepada nasabah sebagai kreditur atau nasabah penyimpan dana atau deposan dapat dilaksanakan lewat 2 (dua) cara, yakni:
-
Perlindungan secara implisit (Implicit Deposit Protection)
-
Perlindungan Secara Eksplisit (Eksplicit Deposit Protection)
Perlindungan secara implisit (Implicit Deposit Protection)
Perlindungan secara Implisit adalah perlindungan yang dihasilkan oleh pengawasan dan training bank yang efektif yang mampu menghindarkan terjadinya kebangkrutan bank yang diawasi. Perlindungan ini dapat diperoleh melalui:
-
Peraturan perundang-undangan di bidang Perbankan (Undang-undang nomor 10 Tahun 1998).
-
Perlindungan yang dihasilkan oleh pengawasan dan pembinaan yang efektif yang dilaksanakan oleh Bank Indonesia.
-
Upaya mempertahankan kelancaran perjuangan bank selaku sebuah forum pada khususnya dan bantuan kepada metode perbankan pada umumnya.
-
Memelihara tingkat kesehatan bank.
-
Melakukan perjuangan sesuai dengan prinsip kehati-hatian.
-
Cara dukungan kredit yang tidak merugikan bank dan kepentingan nasabah.
-
Menyediakan berita resiko pada nasabah.
Perlindungan Secara Eksplisit (Eksplicit Deposit Protection)
Yang dimaksud dengan Perlindungan secara eksplisit yaitu pertolongan melalui pembentukan sebuah lembaga yang menjamin simpanan penduduk sehingga bila bank mengalami kegagalan maka lembaga tersebut akan mengganti dana masyarakat yang disimpan di bank tersebut. Perlindungan secara eksplisit mampu diperoleh melalui adanya Lembaga Penjamin Simpanan.
Industri perbankan merupakan salah satu bagian sungguh penting dalam perekonomian nasional. Kepercayaan penduduk terhadap industri perbankan merupakan salah satu kunci untuk kelancaran perekonomian nasional ini. Kepercayaan ini mampu diperoleh dengan adanya kepastian aturan dalam pengaturan dan pengawasan bank serta menjamin tabungan nasabah bank untuk meningkatkan kelancaran perjuangan bank yang sehat. Kelangsungan perjuangan secara sehat dapat menjamin keselamatan simpanan para nasabahnya serta meningkatkan peran bank selaku pemasokjasa pembangunan dan pramusaji jasa perbankan.
Untuk dapat mengambil keyakinan penduduk terhadap industri perbankan yang pernah terpuruk pada ketika krisis moneter tahun 1998, maka dibuatlah suatu Lembaga Penjamin Simpanan yang mampu melindungi uang penduduk yang dihimpun dalam sebuah bank dari kondisi bank gagal. Bank gagal (failing bank) ialah sebuah kondisi dimana bank mengalami kesulitan keuangan dan membahayakan kelangsungan usahanya serta tidak dapat lagi disehatkan oleh LPP sesuai dengan kewenangan yang dimilikinya. Adapun dasar aturan dari forum ini adalah Undang-undang No. 24 Tahun 2004 wacana Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Dengan adanya undang-undang ini maka dapat dilakukanperlindungan secara implisit atau secara langsung kepada nasabah.
Dalam membahas perihal derma aturan bagi nasabah bank, penulis beropini bahwa hakikat dari pertolongan tersebut yaitu melindungi kepentingan dari nasabah penyimpan dan simpnanannya yang disimpan di suatu bank tertentu terhadap suatu resiko kerugian. Perlindungan aturan ini juga merupakan upaya untuk menjaga dan memelihara akidah masyarakat khususnya nasabah, maka telah sepantasnya dunia perbankan perlu menunjukkan derma hukum.
Berkaitan dengan bantuan aturan terhadap nasabah penyimpan dana, maka penulis membaginya 2 macam, adalah tunjangan tidak langsung dan tunjangan pribadi.
Perlindungan Tidak Langsung
Perlindungan secara tidak pribadi oleh dunia perbankan terhadap kepentingan nasabah penyimpan dana yaitu sebuah pinjaman aturan yang diberikan kepaa nasabah penyimpan dana kepada resiko kerugian yang timbul dari suatu akal atau timbul dari aktivitas usaha yang dilakukan oleh bank. Hal ini yakni sebuah upaya dan langkah-langkah pencegahan yang bersifat internal oleh bank yang bersangkutan dengan melalui hal-hal sebagai berikut :
-
Prinsip Kehati-hatian
-
Batas maksimum pinjaman kredit
-
Kewajiban Mengumumkan Neraca dan penghitungan laba rugi
-
Merger, Konsolidasi, dan Akuisisi Bank
a. Prinsip Kehati-hatian
Prinsip ini mengharuskan pihak bank untuk selalu waspada dalam melakukan aktivitas usahanya, dalam arti mesti selalu konsisten dalam melaksanakan peraturan perundang-undangan di bidang perbankan menurut profesionalisme dan itikad baik.
Antara lain melaksanakan ketentuan batas maksimum sumbangan kredit, bantuan jaminan, penempatan investasi surat berharga, atau hak lain yang sama, yang dapat dikerjakan oleh bank terhadap peminjam atau sekelompok peminjam yang terkait, tergolong kepada perusahaan-perusahaan dalam kelompok yang sama dengan bank yang bersangkutan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
b. Batas Maksimum Pemberian Kredit
Hal ini bermaksud untuk memelihara kesehatan bank dan memajukan daya tahan bank lewat penyebaran resiko dalam bentuk penanaman kredit terhadap banyak sekali nasabah peminjam. Disamping itu adanya ketentuan ini untuk mecegah pemberian kredit kepada peminjam atau golongan peminjam tertentu saja.
Berkaitan dengan hal ini, menurut SK Bank Indonesia yang dimaksud Batas Maksimum Pemberian Kredit ialah persentase perbandingan batas maksimum penyediaan dana yang diperkenankan terhadap modal bank. BI memutuskan bahwa untuk peminjam atau kelompok peminjam yang merupakan pihak tidak terkait adalah 20 % dari modal, sedangkan untuk peminjam atau kelompok peminjam yang terkait yaitu sebesar 10% dari modal.
c. Kewajiban Mengumumkan Neraca dan Penghitungan Laba Rugi
Adanya ketetuan ini yang tertuang dalam Pasal 34 dan 35 UU No. 10 Tahun 1998, semoga dapat menawarkan isu terhadap masyarakat khususnya nasabah penyimpan perihal tingkat kesehatan bank dan hal-hal lain-lain yang berhubungan dengan bank tersebut.
d. Merger, Konsolidasi, dan Akuisisi Bank
Banyak argumentasi dan tujuan dilaksanakannya hal ini oleh pelaku usaha terhadap tubuh usaha yang dimilikinya. Salah satu yang paling penting ialah untuk memajukan efisiensi dan mempertinggi daya saing perusahaan. Namun demikian dalam melakukan hal ini tidaklah dikerjakan dengan sebebas-bebasnya tetapi dibatasi oleh pertauran perundang-permintaan yang terkait ialah UU No. 28 Tahun 1999 tentang Merger, Konsolidasi, dan Akuisisi Bank.
Dalam melakukan Merger, Konsolidasi, dan Akuisisi Bank mesti mengamati kepentingan semua pihak, ialah kepentingan bank, kepentingan kreditor, kepentingan pemegang saham minoritas dan karyawan bank, juga kepentingan rakyat banyak dan persaingan yang sehat dalam melakukan usaha bank.
Perlindungan Langsung
Perlindungan secara langsung oleh dunia perbankan kepada kepentingan nasabah penyimpan dana yakni suatu pemberian yang diberikan terhadap nasabah penyimpan dana secara langsung terhadap kemungkinan timbulnya resiko kerugian dari kegiatan usaha yang dilaksanakan oleh bank.
Mengenai dukungan ini mampu dikemukakan dalam dua hal, adalah : hak prefen nasabah penyimpan dana dan forum asuransi deposito.
1. Hak Prefen Nasabah Penyimpan Dana
Hak prefen yakni suatu hak yang diberikan terhadap seorang kreditor untuk didahulukan dari kreditor-kreditor lainnya. Dalam metode perbankan Indonesia, nasabah penyimpan ialah kreditor yang mempunyai hak prefen, dalam arti bahwa nasabah penyimpan yang mesti didahulukan dalam mendapatkan pembayaran dari bank yang sedang mengalami kegagalan atau kesulitan dalam memenuhi keharusan-kewajibannya.
Berkaitan dengan hal ini, dalam hal bank yang menyimpan dana penduduk tersebut mengalami kegagalan atau kesulitan, maka berdasarkan Keputusan Presiden No. 26 Tahun 1998, dana penduduk yang disimpan dalam bank tersebut dijamin oleh pemerintah melalui forum penjamin simpanan yang diketahui dengan sebagai Unit Pelaksana Penjamin Pemerintah sebagai salah satui unit di Departemen Keuangan RI.
2. Lembaga Asuransi Deposito
Jumlah santunan bagi nasabah penyimpan dana sehubungan dengan dihentikannya acara perjuangan suatu bank adalah mutlak diperlukan. Untuk memberikan pinjaman dikemudian hari bagi kepentingan nasabah-nasabah penyimpan dari bank-bank yang mengalami kegagalan, terutama para deposoan yang dananya relative kecil, maka perlu diciptakan suatu tata cara asuransi deposito.
Misi dari forum ini adalah memelihara stabilitas dari sistem keuangan negara dengan cara mengasuransikan para deposan bank dan meminimalkan gangguan-gangguan kepada perekonomian nasional yang disebabkan oleha kegagalan-kegagalan yang dialami oleh perbankan.
S. Maronie
selaku bahan kuliah Hukum Perbankan