Seberapa besar lengan berkuasa iman kita pada Allah? Sebelum menjawab diri sendiri. Sepertinya kita harus tahu perihal perempuan tangguh yg satu ini.
Namanya Sumayyah binti Khayyat, hamba sahaya dr Abu Hudzaifah bin Mughirah. Beliau dinikahi oleh Yasir, seorang pendatang yg kemudian menetap di Mekah. Karenanya, tak ada kabilah yg mampu membelanya, menolongnya, & menghalangi kezaliman atas dirinya. Sebab, ia hidup sebatang kara, sehingga posisinya sulit di bawah naungan aturan yg berlaku pada masa jahiliyah.
Begitulah Yasir menerima dirinya menyerahkan perlindugannya pada Bani Makhzum. Beliau hidup dlm kekuasaan Abu Hudzaifah, sehingga alhasil ia dinikahkan dgn budak wanita bernama Sumayyah. ia hidup bersamanya & tenteram bersamanya. Tidak berselang usang dr pernikahannya, lahirlah anak mereka berdua yg bernama Ammar & Ubaidullah.
Tatkala Ammar hampir menjelang sampaumur & sempurna sebagai seorang laki-laki, ia mendengar agama baru yg didakwahkan oleh Muhammad bin Abdullah Shallallahu ‘alaihi wassalam pada ia. Akhirnya, berpikirlah Ammar bin Yasir sebagaimana berpikirnya masyarakatMekah. Karena keseriusan dlm berpikir & fitrahnya yg lururs, maka masuklah beliau ke dlm agama Islam.
Ammar kembali ke tempat tinggal & menemui kedua orang tuanya dlm kondisi merasakan lezatnya iman yg telah terpatri dlm jiwanya. Beliau menceritakan insiden yg dia alami sampai pertemuannya dgn Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam, lalu menunjukkan pada keduanya untuk mengikuti dakwah yg baru tersebut. Ternyata Yasir & Sumayyah menyahut dakwah yg penuh barakah tersebut & bahkan menginformasikan keislamannya, sehingga Sumayyah menjadi orang ketujuh yg masuk Islam.
Dari sinilah dimulainya sejarah yg agung bagi Sumayyah yg bertepatan dgn permulaan dakwah Islam & sejak fajar terbit untuk yg pertama kalinya.
Bani Makhzum mengenali akan hal itu, sebab Ammar & keluarganya tak memungkiri bahwa mereka sudah masuk Islam bahkan memberitahukan keislamannya dgn berpengaruh, sehingga orang-orang kafir tak menanggapinya, melainkan dgn kontradiksi & permusuhan.
Bani Makhzum segera menangkap keluarga Yasir & menyiksa mereka dgn bermacam-macam siksaan supaya mereka keluar dr din mereka, mereka memaksa dgn cara mengeluarkan mereka ke padang pasir tatkala keadaannya sangat panas & menyengat. Mereka membuang Sumayyah ke suatu tempat & menaburinya dgn pasir yg sangat panas, lalu meletakkan di atas dadanya sebongkah kerikil yg berat, akan tetapi tiada terdengar rintihan ataupun ratapan melainkan ucapan Ahad… Ahad…, ia ulang-ulang kata tersebut sebagaimana yg dijalankan oleh Yasir, Ammar, & Bilal.
Suatu tatkala Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam menyaksikan keluarga muslim tersebut yg tengah disiksa degan kejam, maka ia menengadahkan ke langit & berseru :
“Bersabarlah wahai keluarga Yasir, alasannya sesungguhnya kawasan kembali kalian yakni Jannah.”
Sumayyah mendengar usul Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam, maka beliau bertambah tegar & optimis, & dgn kewibawaan imannya ia mengulang-ulang dgn berani, “Aku bersaksi bahwa Engkau ialah Rasulullah & gue bersaksi bahwa janjimu yakni benar.”
Begitulah, Sumayyah sudah merasakan lezat & manisnya iman, sehingga bagi ia kematian yakni sesuatu yg remeh dlm rangka memperjuangkan akidahnya. Di hatinya telah dipenuhi akan kebesaran Allah Azza wa Jalla, maka ia menilai kecil setiap siksaan yg dijalankan oleh para taghut yg zalim. Mereka tak kuasa menggeser keimanan & keyakinannya ekalipun cuma satu langkah semut.
Sementara Yasir telah mengambil keputusan sebagaimana yg ia lihat & ia dengar dr istrinya, Sumayyah pun sudah mematrikan dlm dirinya untuk bareng -sama dgn suaminya menjangkau keberhasilan yg telah dijanjikan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam.
Tatkala para taghut telah berputus asa mendengar ucapan yg selalu diulang-ulang oleh Sumayyah, maka musuh Allah Abu Jahal melampiaskan keberangannya pada Sumayyah dgn menusukkan sangkur yg berada dlm genggamannya pada Sumayyah. Maka terbanglah nyawa ia yg beriman & suci bersih dr raganya. Beliau adalah perempuan pertama yg mati syahid dlm Islam. Beliau gugur setelah menyampaikan acuan baik & mulia bagi kita dlm hal keberanian & keimanan. Beliau sudah mengerahkan segala apa yg dia miliki & menganggap remeh maut dlm rangka memperjuangkan imannya. Beliau telah mengorbankan nyawanya yg mahal dlm rangka menjangkau keridhaan Rabbnya. “Dan mendermakan jiwa ialah puncak tertinggi dr kedermawanannya.”