Disampaikan Dalam Rangka Pelatihan Pekerti Akademikebidan Santa Bernadetha Pontianak

TEORI BELAJAR DAN MOTIVASI BELAJAR
OLEH : HAMID DARMADI
Disampaikan Dalam Rangka Pelatihan PEKERTI Akademi Kebidan Santa Bernadetha Pontianak
A.   KONSEP DASAR TEORI BELAJAR
·         Belajar merupakan akhir adanya interaksi antara stimulus dan respon. Seseorang dianggap telah mencar ilmu sesuatu jika beliau mampu menunjukkan pergeseran perilakunya.
·         Menurut teori Scan system Nowini, dalam belajar yang penting ialah input yang berupa Stimulus dan output yang berupa Respon.
·         Stimulus adalah apa saja yang diberikan pembelajar kepada pelajar, sedangkan Respon yakni reaksi atau tanggapan pelajar terhadap stimulus yang diberikan oleh pembelajar.
·         Teori Stimulus dan Respon memprioritaskan pengukuran, sebab pengukuran ialah sebuah hal penting untuk menyaksikan terjadi atau tidaknya perubahan tingkah laris tersebut.
·         Faktor lain yang dianggap penting oleh pedoman behavioristik yaitu aspek penguatan (reinforcement). Bila penguatan ditambahkan (positive reinforcement) maka tanggapanakan makin besar lengan berkuasa. Begitu pula sebaliknya jika tanggapandikurangi/dihilangkan (negative reinforcement) maka tanggapanjuga makin lemah.
·         Menurut Arden N. Frandsen bahwa hal yang mendorong seseorang itu untuk mencar ilmu antara lain selaku berikut:
1.     Adanya sifat ingin tahu dan ingin menyelidiki dunia yang lebih luas;
2.     Adanya sifat kreatif yang ada pada insan dan harapan untuk maju;
3.     Adanya keinginan untuk mendapatkan simpati dari orang tua, guru, dan sahabat-teman;
4.     Adanya keinginan untuk memperbaiki kegagalan yang lalu dengan perjuangan yang gres, baik dengan koperasi maupun dengan kompetensi;
5.     Adanya keinginan untuk menerima rasa aman;
6.     Adanya ganjaran atau eksekusi sebagai selesai dari pada mencar ilmu.
B.  MACAM-MACAM TEORI BELAJAR
Dari Atkinson, dkk. 1997; Gledler Margaret Bell,1986; Mengelompokkan  Empat Macam Teori belajar atau Aliran yaitu :
1ALIRAN BEHAVIORISTIK (Tingkah Laku)
Pandangan perihal mencar ilmu menurut anutan tingkah laku (behavioristik), adalah perubahan dalam tingkah laku selaku akibat dari interaksi antara stimulus dan respon. Atau dengan kata lain, belajar yakni pergeseran yang dialami siswa dalam hal kemampuannya untuk berperilaku laku dengan cara yang gres sebagai hasil interaksi antara stimulus dan respon. Para ahli yang banyak berkarya dalam anutan ini antara lain; Thorndike, (1911);  Wathson,(1963);  Hull, (1943); dan Skinner,(1968).
a.  Thorndike
Menurut Thorndike (1911), salah seorang pendiri fatwa tingkah laku, berguru ialah proses interaksi antara stimulus dan respons. Jelasnya, berdasarkan Thorndike, pergantian tingkah laku mampu berwujud sesuatu yang kasatmata, atau yang nonkonkret. Teori Thorndike disebut sebagai “pemikiran koneksionis” (connectionism).
Menurut teori trial and error, setiap organisme jika dihadapkan dengan situasi gres akan melakukan tindakan-tindakan yang sifatnya main-main. Jika dalam usaha menjajal itu secara kebetulan ada tindakan yang dianggap menyanggupi permintaan situasi, maka perbuatan yang tepat itu kemudian “dipegangnya”. Makara, belajar menurut Thorndike melalui proses: 1). Trial and error,  dan 2). Law of effect, yang memiliki arti bahwa segala tingkah laku yang berakibatkan sebuah kondisi yang membuat puas akan dikenang dan dipelajari dengan sebaik-baknya.
           
b.   Watson
      Berbeda debgan Thorndike, berdasarkan Watson pelopor yang datang sehabis Thorndike, stimulus dan respons tersebut mesti berbentuk tingkah laris yang “bisa diamati”(observable). Dengan kata lain, Watson mengabaikan aneka macam perubahan mental yang mungkin terjadi dalam belajar dan menganggapnya sebagai factor yang tidak perlu dikenali. Bukan bermakna semua pergeseran mental yang terjadi dalam pikiran siswa tidak penting. Semua itu penting, akan namun factor-faktor tersebut tidak mampu menerangkan apakah proses berguru telah terjadi atau belum.
c.   Clark Hull
Hal yang sungguh penting dalam proses mencar ilmu menurut Hull yakni adanya Incentive motivation (motivasi insentif) dan Drive reduction (penghematan stimulus pendorong). Kecepatan berespon berubah jika besarnya kado (revaro) berubah.
Langkah-Langkah simpel penggunaan teori mencar ilmu Hull, adalah sebagai berikut:
1.     Teori belajar didasarkan pada Drive-reduction atau drive stimulus reduction
2.     Intruksional obyektif harus dirumuskan secara spesifik dan terperinci.
3.     Ruangan kelas mesti dimulai dari yang sedemikian rupa sehingga mempermudah terjadinya proses belajar.
4.     Pelajaran mesti dimulai dari yang sederhana/gampang menuju terhadap yang lebih kompleks/susah.
5.     Kecemasan harus ditimbulkan untuk mendorong kemauan berguru.
6.     Latihan harus didistribusikan dengan hati-hati agar tidak terjadi inhibisi atau  capek mencar ilmu.
7.     Urutan mata pelajaran dikontrol sedemikian rupa sehingga mata pelajaran yang terdahulu tidak menghambat tetapi justru harus menjadi perangsang yang mendorong belajar pada mata pelajaran berikutnya.
d.    Edwin Guthrie
Guthrie mengemukakan bahwa “hukuman” memegang peran penting dalam mencar ilmu. Menurutnya sebuah eksekusi yang diberikan pada ketika yang sempurna, akan mampu mengubah kebiasaan seseorang. Meskipun demikian, faktor eksekusi tidak lagi dominan dalam teori-teori tingkah laku. Terutama Skinner makin mempopulerkan wangsit-idenya ihwal “penguatan” (reinforcement).
e.   Skinner
Dari semua penunjang teori tingkah laku, teori Skinner lah yang paling besar pengaruhnya kepada perkembangan teori berguru. Beberapa program pembelajaran seperti Teaching machine, Mathetics, atau program-acara lain yang menggunakan konsep stimulus, respons, dan factor penguat (reinforcement),yakni teladan-teladan program yang memanfaatkan teori skinner. Prinsip-Prinsip mencar ilmu menurut Skinner yakni sbb :
1.      Hasil mencar ilmu mesti segera diberitahukan pada siswa jikalau salah dibetulkan, bila benar diberi penguat.
2.      Proses belajar mesti mengikuti irama dari yang berguru. Materi pelajaran dipakai sebagai sistem modul.
3.      Dalam proses pembelajaran lebih dipentingkan aktivitas sendiri, tidak dipakai hukuman. Untuk itu lingkungan perlu diubah untuk menyingkir dari eksekusi.
4.      Tingkah laku yang dikehendaki pendidik diberi hadiah dan semestinya kado diberikan dengan digunakannya acara variable ratio reinforcer.
5.      Dalam pembelajaran digunakan shapping.
2. ALIRAN KOGNITIF
a.     Piaget
Menurut Jean Piaget (1975) proses belajar terdiri dari tiga tahapan, ialah 1). Asimilasi2).Akomodasi, dan 3).  Equilibrasi  (penyeimbangan). Asimilasi yaitu proses penyatuan (pengintegrasian) gosip gres ke struktur kognitif yang sudah ada dalam benak siswa. Akomodasi ialah penyesuaian struktur kognitif ke dalam suasana yang baru. Equilibrasi adalah penyesuain berkelanjutan antara asimilasi dan akomodasi. 
  
b.    Ausubel
Menurut Ausubel bahwa “advance organizer” dapat memperlihatkan tiga faedah mencar ilmu;
1.      Dapat menawarkan sebuah kerangka konseptual untuk bahan mencar ilmu yang akan dipelajari oleh siswa.
2.      Dapat berfungsi sebagai jembatan antara apa yang sedang dipelajari siswa saat ini dengan apa yang akan dipelajari siswa.
3.      Mampu menolong siswa untuk mengetahui materi berguru secara lebih gampang.
c.    Bruner
Menurut Brunner (1964) bahwa teori berguru itu bersifat deskriptif, sedangkan teori pembelajaran bersifat preskriptif. Misalnya, teori penjumlahan, sedangkan teori pembelajaran menguraikan bagaimana cara mengajarkan penjumlahan.
3. ALIRAN HUMANISTIK
a.      Bloon dan Krathowl
Bloom dan Krathowl menungungkapkan apa yang  mungkin dikuasai siswa, yang tercakup dalam tiga kawasan berikut;
1.    Kognitif
Kognitif berisikan enam tingkatan adalah :
1.     Pengetahuan (mengingat, menghafal)
2.     Pemahaman(menginterprestasikan)
3.     Aplikasi (menggunakan rancangan untuk memecahkan sebuah persoalan)
4.     Analisis (menjabarkan suatu desain)
5.     Sintesis (menggabungkan bab-bagian rancangan menjadi suatu desain utuh)
6.     Evaluasi (membandingkan nilai, ide, metode, dan sebagainya)
2.    Psikomotor
Psikomotor berisikan lima tingkatan, yaitu:
1.     Peniruan (menirukan gerak).
2.     Penggunaan (menggunakan konsep untuk melakukan gerak).
3.     Ketepatan (melaksanakan gerak dengan benar).
4.     Perangkaian (beberapa gerakan sekaligus dengan benar).
5.     Naturalisasi (melaksanakan gerak secara masuk akal).
3.    Afektif
 Afektif berisikan lima tingkatan;
1.     Pengenalan (ingin menerima, sadar akan adanya sesuatu)
2.     Merespons (aktif ikut serta)
3.     Penghargaan (mendapatkan nilai-nilai, setia pada nilai nilai tertentu)
4.     Pengorganisasisan (menghubung-hubungkan nilai-nilai yang dipercayai)
5.     Pengamalan (mengakibatkan nilai-nilai sebagi bagian dari contoh hidup).
b.    Kolb
Kolb membagi tahapan berguru menjadi empat tahap, ialah;
1.   Pengalaman nyata
2.   Pengamatan aktif dan reflektif
3.   Konseptualisasi
4.   Ekperimen aktif
Pada tahap paling pertama dalam proses mencar ilmu, seorang siswa cuma bisa sekedar ikut mengalami sebuah kejadian. Dia belum mempunyai kesadaran wacana hakikat insiden tersebut.
Pada tahap kedua, siswa tersebut lambat laun mampu menyelenggarakan pengamatan aktif terhadap insiden itu, serta mulai berusaha memikirkan dan memahaminya.
Pada tahap ketiga, siswa mulai belajar untuk membuat abstraksi atau “teori” ihwal sebuah hal yang diamatinya. Pada tahap selesai (eksperimentasi aktif), siswa telah bisa mengaplikasikan sebuah aturan umum kesituasi yang gres.
  
c.     Honey dan Mumford
Honey dan Mumford menciptakan empat penggolongan mencar ilmu siswa. yakni;
1.     Aktivis
2.     Reflector
3.     Teoris, dan
4.     Pragmatis
d.    Habermas
Habermas mengungkapkan bahwa berguru sungguh dipengaruhi oleh interaksi, baik dengan lingkungan maupun dengan sesama manusia. Habermas menggolongkan tipe belajar menjadi tiga bab, ialah;
1.     Belajar teknis (technical learning)
2.     Belajar simpel (practical learning)
3.     Belajar emansipatoris (emancipatory learning)
4.ALIRAN SIBERNETIK
a.    Landa
Menurut Landa, ada dua macam proses berfikir. Pertama, disebut proses berfikir algoritmik, yaitu berpikir linier, konvergen, lurus menuju ke suatu target tertentu. Kedua, ialah cara berpikir heuristic, adalah cara berpikir divergen, menuju kebeberapa target.
b.    Pask dan Scott
Menurut Pask dan Scott pendekatan algoritmik. Namun, cara berpikir menyeluruh (wholoist) tidak sama dengan heuristik. Cara berpikir menyeluruh adalah berpikir yang condong melompat ke depan, langsung ke citra lengkap suatu sistem isu. Ibarat menyaksikan lukisan, bukan detail-detail yang kita amati lebih dahulu, namun seluruh lukisan itu sekaligus, gres setelah itu ke bab-bagian yang lebih kecil.
5.RANGKUMAN TEORI BELAJAR & MOTIVASI
1.     Teori Belajar  secara biasa dapat dikelompokkan  dalam empat ALIRAN adalah:
1.     Aliran Behavioristik (Tingkah Laku)
2.     Aliran Kognitif
3.     Aliran Humanistik
4.     Aliran Sibernetik
2.     Teori Belajar Menurut :
1.     Aliran Behavioristik (Tingkah Laku) yakniperubahan dalam tingkah laris selaku balasan dari interaksi antara stimulus dan respon.
2.     Aliran Kognitif yakni proses mencar ilmu bantu-membantu terdiri dari tiga tahapan, adalah asimilasifasilitas dan equilibrasi (penyeimbangan) berdasarkan Piaget
3.     Aliran Humanistik adalah apa yang mungkin dikuasai (dipelajari) oleh siswa, tercakup dalam tiga kawasan ialah kognitif, psikomotorafektif menurut Bloom dan Krathowl.
4.     Aliran Sibernetik  ada dua macam proses berfikir ialah berfikir algoritmik, adalah berpikir linier, konvergen, lurus menuju ke suatu sasaran tertentuberpikir heuristic, ialah cara berpikir divergen, menuju ke beberapa target sekaligus, menurut Landa.
     
MEMAKNAI MOTIVASI BELAJAR
A.     Konsep Dasar Motivasi Belajar
Kata motivasi berasal dari bahasa Latin yakni  movere, yang berarti bergerak (move). Motivasi menjelaskan apa yang membuat orang melakukan sesuatu, menciptakan mereka tetap melakukannya,dan membantu mereka dalam menyelesaikan peran-peran. Hal ini  berarti bahwa desain motivasi dipakai untuk menerangkan impian berperilaku, arah perilaku ntensitas sikap (perjuangan, berkesinambungan), dan solusi atau prestasi yang bahwasanya (Pintrich, 2003).
Menurut Santrock, motivasi yakni proses yang memberi semangat, arah, dan kegigihan sikap. Artinya, sikap yang  mempunyai motivasi yaitu sikap yang penuh energi, terarah, dan bertahan usang (Santrock, 2007). Dalam acara berguru, maka motivasi dapat dibilang selaku keseluruhan daya pelopor di dalam diri siswa yang menyebabkan  aktivitas mencar ilmu, yang menjamin kelangsungan dari acara belajar dan memberikan arah pada aktivitas berguru, sehingga tujuan yang diinginkan oleh subjek mencar ilmu itu dapat tercapai (Sardiman, 2000).
Sejalan dengan pernyataan Santrock di atas, Brophy (2004) menyatakan bahwa motivasi belajar lebih mengutamakan respon kognitif, adalah kecenderungan siswa untuk mencapai acara akademis yang mempunyai arti dan bermanfaat menjajal untuk mendapatkan keuntungan dari acara tersebut. Siswa yang mempunyai motivasi berguru akan memperhatikan pelajaran yang disampaikan, membaca materi sehingga mampu memahaminya, dan menggunakan seni manajemen-seni manajemen belajar tertentu yang mendukung. Selain itu, siswa juga memiliki keterlibatan yang intens dalam acara mencar ilmu tersebut, rasa ingin tahu yang tinggi, mencari materi-bahan yang berkaitan untuk memahami sebuah topik, dan menyelesaikan tugas yang diberikan. 
Siswa yang mempunyai motivasi berguru akan bergantung pada apakah aktivitas tersebut mempunyai isi yang menawan atau proses yang menyenangkan. Intinya, motivasi berguru melibatkan tujuan-tujuan belajar dan seni manajemen yang berkaitan dalam mencapai tujuan berguru tersebut (Brophy, 2004).
B.   Aspek-Aspek Motivasi Belajar
Menurut Santrock (2007) Terdapat dua aspek teori Motivasi Belajar ialah:
1.     Motivasi ekstrinsik, adalah melaksanakan sesuatu untuk menerima sesuatu yang lain (cara untuk meraih tujuan). Motivasi ekstrinsik sering dipengaruhi oleh insentif eksternal seperti imbalan dan eksekusi.
2.     Motivasi intrinsik, adalah motivasi internal untuk melakukan sesuatu demi  sesuatu itu sendiri (tujuan itu sendiri). Misalnya, murid belajar menghadapi ujian alasannya adalah ia bahagia pada mata  pelajaran yang diujikan itu. misalnya guru memberikan pujian kepada siswa. Terdapat dua jenis motivasi intrinsik, yakni:
1.     Motivasi intrinsik menurut determinasi diri dan pilihan personal. Dalam pandangan ini, murid ingin percaya bahwa mereka melaksanakan sesuatu alasannya adalah kemauan sendiri, bukan alasannya adalah kesuksesan atau imbalan eksternal. Minat intrinsik siswa akan meningkat jikalau mereka memiliki pilihan dan potensi untuk mengambil tanggung jawab personal atas pembelajaran mereka.
2.     Motivasi intrinsik berdasarkan pengalaman maksimal. Pengalaman optimal pada umumnya terjadi ketika orang merasa bisa dan berfokus sarat ketika melaksanakan suatu acara serta terlibat dalam tantangan yang mereka anggap tidak terlampau sukar tetapi juga tidak terlalu gampang. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Motivasi Belajar Menurut Brophy (2004), terdapat lima aspek yang dapat menghipnotis motivasi mencar ilmu siwa, yaitu: 
a.     Harapan guru
b.    Instruksi pribadi
c.     Umpanbalik (feedback) yang sempurna
d.    Penguatan dan hadiah
e.     Hukuman
Sebagai penunjang kelima faktor yang Mempengaruhi Motivasi Belajar Menurut, Sardiman (2000) ialah:
1.   Pemberian angka, hal ini disebabkan alasannya banyak siswa berguru dengan tujuan utama yaitu untuk mencapai angka/nilai yang baik.
2.   Persaingan/persaingan
3.   Ego-involvement,ialah menumbuhkan kesadaran terhadap siswa agar mencicipi pentingnya tugas dan mendapatkannya sebagai tantangan sehingga bersusah payah dengan mempertaruhkan harga diri.
4.   Memberi ulangan, hal ini disebabkan karena para siswa akan menjadi ulet belajar jikalau mengetahui akan ada ulangan.
5.   Memberitahukan hasil, hal  ini akan mendorong siswa untuk lebih ulet mencar ilmu
6.   terutama jikalau terjadi perkembangan.
7.   Pujian, jikalau ada siswa yang  sukses menyelesaikan peran dengan baik, hal ini ialah bentuk penguatan faktual.


C.    Motivasi Belajar Pada Anak yang Berbakat
Menurut Heward (1996), karakteristik sikap belajar pada anak berbakat memiliki motivasi tinggi pada hal-hal tertentu mirip:
1.     Konsisten dalam menyelesaikan tugas-peran diberikan kepadanya.
2.     Senang menjalankan tugas secara independen alasannya adalah beliau hanya membutuhkan sedikit pengarahan.
3.     Ingin terus mencar ilmu, menyelidiki, dan mencari lebih banyak info.
4.     Memiliki kemampuan di atas rata-rata dalam hal pembelajaran, seperti gampang menangkap pelajaran, memiliki ketajaman daya logika, daya fokus baik, dan lain sebagainya.
D.   KETERAMPILAN GURU MENGAJAR
1.     Pengertian Keterampilan Guru Mengajar
Keterampilan guru mengajar merupakan salah satu jenis keahlian yang mesti dikuasai guru. Dengan mempunyai keahlian mengajar, guru dapat mengurus proses pembelajaran dengan baik yang berimplikasi pada motivasi mencar ilmu dan kenaikan mutu lulusan sekolah (Uno, 2006). Sejalan dengan pernyataan Uno, Boyer (dalam Elliot dkk,1999) mengatakan bahwa kemampuan guru mengajar berhubungan dengan kesanggupan berkomunikasi dengan siswa, wawasan yang dimiliki serta bagaimana mengumumkan wawasan tersebut  terhadap siswa sehingga siswa menjadi sadar kepada pengetahuan tersebut. Pintrich & Schunk (2002) menyertakan bahwa guru yang memiliki keterampilan mengajar akan menerapkan praktekpraktek pengajaran yang bermacam-macam dalam kelas mereka.
2.     Aspek-Aspek Keterampilan Guru Mengajar
Terdapat enam aspek yang menggambarkan keahlian guru mengajar (Pintrich & Schunk, 2002). yaitu: 
a.      Mengulas pembelajaran sebelumnya. Hal ini dilaksanakan dengan pengulangan singkat mengenai pembelajaran sebelumnya, periksa tugas yang diberikan di hari sebelumnya, dan ajarkan kembali materi tersebut bila diperlukan. Keterampilan ini bermaksud untuk membantu menyiapkan siswa dalam berguru bahan yang gres dan menciptakan kesadaran permulaan tentang kemampuan siswa dalam belajar. Selain itu, guru mampu mengeluarkan info di dalam memori jangka panjang siswa dan memberikan sebuah struktur kognitif untuk memasukkan materi gres. Akan lebih gampang bagi siswa untuk memperoses isu jikalau mereka menggabungkan info baru dengan pembelajaran sebelumnya karena akan membangun jaringan wawasan yang lebih terstruktur.
b.       Memberikan materi baru. Pemberian bahan gres dijalankan dengan menggunakan tindakan sederhana serta instruksi dan klarifikasi yang terang dan mendetail. Langkah-langkah yang sederhana bertujuan untuk memastikan bahwa kesanggupan siswa dalam memproses info tidak berlebihan (overload) dan siswa dapat memproses berita dengan efektif dan menyimpannya dalam memori sebelum bahan yang baru diberikan. Instruksi dan penjelasan yang terperinci dan mendetail bertujuan untuk memutuskan siswa mengerti isi bahan dan tidak terikat dalam proses mental yang kompleks untuk mengerti apa yang guru katakan.
c.       Memberikan latihan. Latihan yang diberikan harus diikuti dengan panduan guru sehingga guru mampu memeriksa pengertian siswa. Latihan ialah sebuah bentuk dari pengulangan, yang hendak membantu untuk mengorganisasikan dan menyimpan isu dalam memori. Dengan latihan yang berulang, bahan dan kemampuan yang dipelajari mampu dipahami dengan sedikit perhatian.
d.       Memberikan umpan balik (feedback). Umpan balik ialah sumber lain dari pembelajaran yang efektif. Guru yang menginformasikan kepada siswa bahwa penampilan mereka baik, menawarkan gosip yang benar saat terjadi kesalahpahaman pada siswa, dan kalau diharapkan mengajarkan kembali bahan yang belum dipahami siswa akan membantu memperkuat kesadaran permulaan siswa perihal kesanggupan mereka dalam berguru.
e.       Memberikan latihan berdikari. Latihan mandiri dapat memajukan kesanggupan. Siswa yang bisa menjalankan tugas alasannya adalah kemampuan mereka sendiri akan merasa sungguh bisa dalam mencar ilmu dan termotivasi untuk meningkatkannya.
f.        Mengulas kembali materi yang sudah diajarkan dengan interval berjarak (mingguan atau bulanan). Pengulangan secara periodik dimana siswa mempunyai tampilan yang bagus memperlihatkan bahwa siswa sudah mencar ilmu dan menjaga berita, yang mau memajukan motivasi untuk pembelajaran selanjutnya karena hal tersebut menentukan iman siswa mengenai kesanggupan mereka.
3.      Faktor-Faktor yg Mempengaruhi Keterampilan Mengajar
Borich (1996) menyatakan terdapat empat hal yang mensugesti kemampuan guru dalam mengajar, ialah karakteristik kepribadian (mirip motivasi berprestasi, ketepatan (directness), dan fleksibilitas), perilaku (seperti motivasi untuk mengajar, tenggang rasa kepada siswa, dan komitmen), pengalaman (seperti usang mengajar, pengalaman  dalam mengajar sebuah materi, dan pengalaman pada level kelas tertentu), dan talenta atau prestasi (mirip skor pada tes kesanggupan, indeks prestasi, dan hasil penilaian mengajar). Mengenai Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keterampilan Guru Mengajar, Kepribadian  Sikap  Pengalaman dan Bakat/Prestasi  Untuk lebih jelasnya, keempat faktor tersebut mampu dilihat selaku berikut :
1.      Suka memberi keleluasaan (permissiveness) Motivasi untuk mengajar Lama mengajar Ujian tingkat nasional
2.      Dogmatisme  Sikap terhadap siswa Pengalaman dalam mengajar suatu materi Ujian kelulusan
3.      Otoritarian  Sikap kepada proses mengajar Pengalaman pada level kelas tertentu Tes Bakat Skolastik (Scholastic Aptitude Test), berisikan mulut dan kuantitatif
4.      Motivasi berprestasi Sikap terhadap otoritas Pengalaman dalam mengikuti workshop Tes Kemampuan Khusus, seperti kemampuan akal sehat, kesanggupan logis, dan kelancaran mulut (lisan fluency) 5.  Introvert Ekstrovert Ketertarikan vokasional Mengikuti kursus setelah final pendidikan Indeks prestasi, baik kumulatif maupun pada subjek utama
5.      Abstrak  Sikap kepada  Tingkat  Rekomendasi (abstractness) Konkret (concreteness) dirinya (rancangan diri) pendidikan  profesional
6.      Langsung (directness)-Berbelit (indirectness) Sikap terhadap materi yang diajarkan Penulisan tugas profesional (professional papers written) Evaluasi siswa tentang keefektifan dalam mengajar
7.      Locus of control  perihal Evaluasi mengajar
8.      Kecemasan (secara lazim atau cuma pada saat mengajar)
Sumber: Borich (1996)
E.      KELAS AKSELERASI
Akselerasi yaitu memberikan potensi kepada siswa untuk menjalani kurikulum yang ada dengan lebih cepat (Heward, 1996). Terdapat beberapa macam akselerasi, yakni:
a.    Memasuki sekolah formal pada usia dini
b.    Loncat kelas
c.    Mengikuti bidang studi tertentu di kelas yang lebih tinggi
d.    Kurikulum yang dipadatkan atau dipersingkat
e.    Memasuki sekolah menengah atas dan universitas secara bersama-sama.
f.     Memasuki universitas lebih permulaan
Bagaimanapun akselerasi ini dilaksanakan, pada kesudahannya akseptor ajar tetap menuntaskan pendidikan sekolah, namun dalam waktu yang lebih singkat. Menurut Silverman (dalam Heward, 1996) akselerasi yakni sebuah respon dalam menjawab keperluan berguru dengan lebih singkat yang dimiliki oleh bawah umur berbakat. Penelitian menunjukkan bahwa saat akselerasi dilakukan dengan tepat, maka ketertarikan siswa kepada sekolah akan meningkat, mencapai level prestasi akademis yang lebih tinggi, mempunyai perhatian kepada prestasi, dan menyelsaikan level pendidikan yang lebih tinggi dalam waktu singkat, yang hendak memajukan waktu untuk berkarir di akhir sekolah. Widyastono (dalam Tarmidi & Hadiati, 2005) menyatakan ada delapan hal yang mesti diperhatikan dalam penyelenggaraan program akselerasi, yakni:
1.      Masukan (input, intake) siswa diseleksi secara ketat dengan menggunakan persyaratan tertentu dan prosedur yang mampu dipertanggungjawabkan. Kriteria yang digunakan ialah: (1) prestasi berguru, dengan indikator angka raport, Nilai Ebtanas Murni (NEM), dan/atau hasil tes prestasi akademik, berada 2 standar deviasi (Sekolah Dasar) di atas Mean  populasi siswa; (2) skor psikotes, yang mencakup: intelligency quotient (IQ) minimal 125, kreativitas, tanggung jawab kepada tugas (task commitment), dan emotional quotient (EQ) berada 2 SD di atas Mean populasi siswa; (3) kesehatan dan kesemaptaan jasmani, jika dibutuhkan.
2.      Kurikulum yang digunakan adalah kurikulum nasional kriteria, namun dijalankan improvisasi alokasi waktunya sesuai dengan tuntutan berguru penerima didik yang mempunyai kecepatan berguru  serta motivasi mencar ilmu lebih tinggi dibandingkan dengan kecepatan mencar ilmu dan motivasi mencar ilmu siswa seusianya. Dalam hal ini, contohnya sekolah menengah, yang lazimnya memakan waktu selama 3 tahun, terdiri atas 6 semester, setiap tahun 2 semester; dipercepat menjadi selama 2 tahun, setiap tahun terdiri atas 3 semester.
3.      Tenaga kependidikan. Karena siswanya mempunyai kemampuan dan kecerdasan luar biasa, maka tenaga kependidikan yang menanganinya terdiri atas tenaga kependidikan yang unggul, baik dari segi penguasaan materi pelajaran, penguasaan sistem mengajar, maupun kesepakatan dalam melakukan tugas.
4.      Sarana-prasarana yang menunjang, yang diubahsuaikan dengan kemampuan dan kecerdasan siswa, sehingga mampu  digunakan untuk memenuhi kebutuhan berguru serta menyalurkan kesanggupan dan kecerdasannya, termasuk talenta dan minatnya, baik dalam kegiatan kurikuler maupun ekstrakurikuler.
5.      Dana. Untuk menunjang tercapainya tujuan yang sudah ditetapkan perlu adanya sumbangan dana yang mencukupi, tergolong perlunya disediakan insentif ambahan bagi tenaga kependidikan  yang terlibat, berupa duit maupun kemudahan yang lain.
6.      Manajemen,bersangkut paut dengan taktik dan immplementasi seluruh
Sumber daya yang ada dalam sistem sekolah untuk mencapai tujuan yang sudah  ditetapkan. Oleh karena itu, bentuk manajemen pada sekolah dengan metode kelas percepatan, mesti mempunyai tingkat fleksibilitas yang tinggi, realitas, dan berorientasi jauh ke depan. Dengan demikian, pengelolaannya didasari oleh kesepakatan, kesabaran, pemahaman yang serupa, kebersamaan antara semua pihak yang terlibat dalam acara ini.
7.      Lingkungan berguru yang kondusif untuk berkembangnya kesempatankelebihan menjadi kelebihan yang konkret, baik  lingkungan dalam arti fisik maupun sosial psikologis di sekolah, di masyarakat, dan di rumah. 
8.      Proses mencar ilmu-mengajar yang bermutu dan kesannya senantiasa dapat dipertanggung jawabkan (accountable) terhadap siswa, orangtua, forum, maupun masyarakat.  Menurut Somantri (2006), siswa berbakat dengan kapasitas intelektual di atas rata-rata, program  akselerasi ini menunjukkan beberapa laba, antara lain:
1.     Terpenuhinya kebutuhan kognisi siswa akan pelajaran yang lebih menantang
2.     Meningkatkan efisiensi dan efektivitas siswa dalam mencar ilmu
3.     Memberikan kesempatan untuk memiliki “intellectual peers”
4.     Menambah rasa percaya diri dan memajukan motivasi siswa
5.     Memberi potensi untuk meminimalkan waktu dalam menempuh pendidikan, sehingga lebih banyak waktu untuk membuatkan minat, keutamaan, dan karir.
Guru merupakan aspek yang memiliki peran penting dalam memberikan donasi bagi kelas akselerasi. Dalam kelas akselerasi tugas guru mengurus pembelajaran lebih tepat disebut selaku fasilitator, yang memperlihatkan bahwa tanggungjawab final belajar ada pada anak untuk mengaktualisasikan potensi dirinya. Namun begitu ada beberapa hal yang dapat disebut selaku kelemahan dalam penerapan acara akselerasi ini.  Salah satunya yakni materi asuh yang padat menciptakan guru kurang bisa  berbagi teknik mengajar yang inovatif sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan siswa berbakat.
F.       PERSEPSI
Persepsi yakni proses dimana kita mengorganisasi dan menafsirkan contoh stimulus dalam lingkungan (Atkinson,  1997). Pengertian kita akan lingkungan atau dunia di sekitar kita melibatkan  komponen interpretasi kepada rangsangan yang diterima. Interpretasi ini mengakibatkan kita menjadi subjek dari pengalaman kita sendiri. Rangsangan  yang diterima menjadikan kita mengerti terhadap lingkungan. Proses diterimanya rangsang (objek, mutu,  relasi antargejala, maupun peristiwa) hingga rangsangan itu disadari dan dapat dikenali disebut persepsi (Irwanto, 2002). Dalam aktivitas berguru, McCombs,  et al (dalam Santrock, 2007) mendapatkan bahwa siswa yang merasa disokong dan diamati oleh guru lebih termotivasi untuk melakukan kegiatan akademik daripada siswa yang tidak disokong dan diperhatikan oleh guru.  Hal ini menunjukkan bahwa jika siswa memiliki pandangan yang konkret perihal keterampilan guru dalam mengajar, maka motivasi siswa dalam berguru akan meningkat. Menurut Ittelson (dalam Bell dkk, 1996), pandangan berisikan empat unsur, adalah:
1.    Kognitif (Berpikir)
Dalam proses kognitif, kita akan membandingkan situasi tersebut dengan
pengalaman kita sebelumnya atau sesuatu yang pernah kita baca. Hal ini berarti
bahwa persepsi bergantung pada pengalaman dan memori yang kita miliki.
2.    Afektif (Emosional)
Komponen afektif (emosional) merupakan bagaimana perasaan kita
tentang sebuah situasi. Perasaan yang kita miliki ini akan menghipnotis persepsi kita perihal suasana tersebut.
3.    Interpretasi
Interpretasi merupakan evaluasi yang kita kerjakan perihal apa-apa saja yang ada dalam sebuah suasana. Menurut Hawkins dkk (2007), interpretasi berafiliasi dengan bagaimana kita memahami dan menciptakan pemahaman perihal informasi yang kita terima.
4.    Evaluatif
Dalam proses evaluatif, kita akan memilih apakah situasi tersebut ialah situasi yang baik atau jelek. Kita melakukan penilaian terhadap suatu
suasana dan memilih apakah bagian-unsur yang ada di dalamnya ialah sebuah hal yang bagus atau buruk. 
G.     KETERAMPILAN MENGAJAR & MOTIVASI BELAJAR
Layanan pendidikan yang bermutu  akan menentukan tinggi atau rendahnya perolehan hasil belajar siswa.  Hasil belajar siswa tersebut berkaitan dengan seberapa besar siswa memiliki keinginan yang besar lengan berkuasa untuk terlibat secara aktif dalam proses mencar ilmu. Keinginan yang berpengaruh serta keterlibatan aktif dalam proses belajar memperlihatkan kadar atau kondisi motivasi mencar ilmu yang dimiliki siswa.
Motivasi mencar ilmu siswa yakni kecenderungan siswa untuk meraih acara akademis yang berarti dan bermanfaat serta menjajal untuk  mendapatkan keuntungan dari acara tersebut. Menurut Santrock, terdapat dua faktor motivasi berguru yang dimiliki siswa, adalah motivasi ekstrinsik dan motivasi intrinsik. Motivasi ekstrinsik adalah melakukan sesuatu untuk mendapatkan sesuatu yang lain (cara untuk mencapai tujuan). Motivasi ekstrinsik sering dipengaruhi oleh insentif eksternal mirip imbalan dan eksekusi. Misalnya, murid berguru keras dalam menghadapi ujian untuk menerima nilai yang bagus. Sedangkan motivasi intrinsik adalah motivasi internal untuk melakukan sesuatu demi sesuatu itu sendiri. Misalnya, siswa belajar menghadapi cobaan alasannya adalah dia bahagia pada mata pelajaran yang diujikan itu.
Karakteristik motivasi mencar ilmu yang dimiliki oleh siswa berbakat di kelas akselerasi berhubungan akrab  dengan konsistensi  dalam menyelesaikan tugas-tugas yang menjadi minatnya, senang melakukan tugas secara independen dengan sedikit pengarahan siswa ingin  belajar, memeriksa, dan mencari lebih banyak info. Siswa kelas akselerasi mempunyai kemampuan di atas rata-rata dalam hal pembelajaran, mirip gampang menangkap pelajaran, mempunyai ketajaman daya akal, dan daya konsentrasi baik. Karakteristik tersebut  memperlihatkan bahwa siswa kelas akselerasi memang telah memiliki motivasi belajar yang tinggi.
Motivasi belajar yang dimiliki oleh siswa kelas akselerasi, terutama pada mata pelajaran IPS utamanya sosiologi, mampu dipengaruhi oleh banyak sekali aspek adalah aspek pelajaran, aspek guru, keterampilan guru mengajar, situasi kelas, dan lain sebagainya. Sedangkan pada siswa kelas akselerasi, motivasi mencar ilmu dipengaruhi oleh bagaimana interpretasi mereka kepada keahlian mengajar yang dimiliki oleh guru/dosen Hal ini terlihat dari hasil studi lapangan yang telah dilakukan dengan menggunakan metode wawancara. Hasilnya memberikan bahwa motivasi mereka dalam belajar rendah, dimana siswa-siswa yang berada di kelas akselerasi tersebut menyatakan bahwa metode pengajaran yang dilaksanakan oleh guru membuat mereka tidak memiliki motivasi untuk belajar. Mereka merasa jenuh dan mengantuk ketika mengikuti pelajaran tersebut. Walaupun karakteristik motivasi berguru siswa kelas  akselerasi terbilang telah sangat bagus, motivasi belajar mereka utamanya dalam pelajaran tertentu tetap dipengaruhi oleh bagaimana persepsi mereka tentang kemampuan dasar mengajar. Keterampilan guru mengajar merupakan salah satu jenis kemampuan yang harus dikuasai pengajar. Dengan memiliki keterampilan mengajar, pengajar mampu mengorganisir proses pembelajaran dengan baik yang berimplikasi pada peningkatankualitas lulusan sekolah.
Menurut Pintrich & Schunk, terdapat enam faktor yang menggambarkan keahlian dasar mengajar. Keenam faktor tersebut yaitu mengulas pembelajaran sebelumnya, menawarkan bahan gres, memperlihatkan latihan dengan bimbingan, menunjukkan umpan balik (feedback), menawarkan latihan mandiri kepada siswa, dan mengulas kembali bahan yang sudah diajarkan dengan interval berjarak (mingguan atau bulanan). Dengan adanya keenam aspek tersebut, pengajar diharapkan dapat membuat keadaan yang mendorong atau menumbuhkan semangat siswa untuk melaksanakan  acara mencar ilmu dengan baik. Misalnya, pengajar sosiologi memberikan materi gres dengan kurang terstruktur dan tidak melibatkan siswa dalam proses pembelajaran, seperti tidak memperlihatkan  pertanyaan atau umpan balik terhadap siswa sehingga siswa merasa bosan dan mengantuk dikala mengikuti pelajaran tersebut. Selain dari fenomena tersebut, ketika pengajar memberitahukan terhadap pelajar bahwa penampilan mereka baik, motivasi mencar ilmu mereka utamanya motivasi intrinsik akan meningkat.
H.   Motivasi Belajar dan Teori Kepribadian  
Motivasi Belajar dan Teori Kepribadian   Kata motivasi dipakai untuk mendeskripsikan sebuah dorongan, keperluan atau impian untuk melaksanakan sesuatu. Orang mampu termotivasi makan bila sedang lapar, pergi ke mall hari ini, mendapatkan nilai IPS yang lebih baik semester ini, atau memperbaiki kondisi lingkungan hidup di sekitar rumah tinggal mereka.
Konsep Penting Motivasi Belajar  Pertama Motivasi mencar ilmu yakni proses internal yang mengaktifkan,  memandu dan menjaga sikap dari waktu ke waktu. Individu termotivasi alasannya adalah aneka macam alasan yang berbeda, dengan intensitas yang berlawanan. Sebagai misal, seorang siswa dapat nilai tinggi motivasinya untuk menghadapi tes dengan tujuan mendapatkan nilai tinggi (motivasi ekstrinsik) dan tinggi motivasinya.
Motivasi Belajar dan Teori Disonan Kognitif serta Implikasinya dalam Pendidikan  Kebutuhan untuk mempertahankan citra diri faktual merupakan sebuah motivator yang kuat (Covington:1984). Banyak dari perilaku kita yang diarahkan menuju pemenuhan tolok ukur langsung diri kita sendiri. Sebagai misalnya, bila kita percaya  bahwa kita yaitu orang baik dan jujur, maka kita condong berbuat baik.
Jika seorang guru/dosen ingin melakukan versi pembelajaran kooperatif di dalam kelasnya atau mata pelajaran yang diampunya, maka guru/dosen tersebut harus memperhatikan dan menyiapkan dengan matang agar pada pembelajarannya  terdapat empat tahapan keahlian kooperatif, yang harus dikuasi yakni:
1.     Forming (pembentukan), yakni suatu keterampilan kooperatif yang dibutuhkan untuk membentuk golongan yang solid dan membentuk perilaku yang cocok dengannorma.
2.     Functioniong (pengaturan), yakni suatu keterampilan kooperatif yang dibutuhkan untuk mengontrol kegiatan kalangan dalam menuntaskan peran dan membina hubungan kerja sama di antara anggota kelompok.
3.     Formating (perumusan), yakni sebuah keahlian kooperatif yang diperlukan untuk pembentukan pemahaman yang lebih dalam kepada materi-materi yang sedang dipelajari, merangsang penggunaan tingkat berpikir yang lebih tinggi, dan menekankan penguasaan serta pemahaman dari materi yang diberikan.
4.     Fermenting (penyerapan), yaitu sebuah kemampuan koperatif yang diharapkan untuk merangsang pemahaman konsep sebelumnya 
I.      BELAJAR DAN MOTIVASI BELAJAR
1.    Pengertian Belajar
Setiap orang menjadi remaja karena belajar dan pengalaman selama hidupnya. Belajar pada umumnya dikerjakan seseorang semenjak mereka ada di dunia ini. Ada beberapa hebat yang mendefinisikan perumpamaan mencar ilmu dengan beberapa uraian yang tidak sama. Untuk dapat mengerti dan mempunyai citra yang luas, berikut ini diberikan beberapa pengertian berguru berdasarkan beberapa hebat :
1.     Whittaker, belajar yakni proses tingkah laris yang ditimbulkan atau diubah melalui latihan atau pengalaman.
2.     Kimble, mencar ilmu yaitu pergantian relatif permanen dalam potensi bertindak, yang berlangsung sebagai akhir adanya latihan yang diperkuat.
3.     Winkel, berguru ialah aktivitas mental atau psikis, yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan pergantian-perubahan dalam pengetahuan, pengertian, ketrampilan, nilai dan perilaku.
4.     Sdaffer, mencar ilmu ialah pergeseran tingkah laris yang relatif menetap, selaku hasil pengalaman-pengalaman atau praktik.
Berdasarkan definisi di atas mampu dikatakan bahwa, mencar ilmu adalah suatu proses usaha yang dikerjakan individu untuk memperoleh pergeseran tingkah laku yang baru sebagai pengalaman individu itu sendiri. Perubahan yang terjadi sesudah seseorang melaksanakan kegiatan belajar mampu berupa ketrampilan, perilaku, pemahaman ataupun pengetahuan. Belajar merupakan peristiwa yang terjadi secara sadar dan disengaja, artinya seseorang yang terlibat dalam kejadian mencar ilmu pada akibatnya menyadari bahwa dia mempelajari sesuatu, sehingga terjadi perubahan pada dirinya sebagai akhir dari acara yang disadari dan sengaja dilakukannya tersebut.
2.    Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Belajar
Belajar merupakan hal yang kompleks. Apabila ini dikaitkan dengan hasil mencar ilmu siswa, ada beberapa aspek yang mempengaruhi hasil berguru. Menurut Suryabrata (1989:142), aspek-aspek yang mensugesti hasil mencar ilmu digolongkan menjadi tiga bab, ialah: faktor dari dalam, faktor dari luar dan aspek instrumen. Faktor dari dalam adalah faktor-aspek yang mampu menghipnotis mencar ilmu yang berasal dari siswa yang sedang berguru. Faktor-aspek ini mencakup :
a. Fisiologi, mencakup keadaan jasmaniah secara lazim dan keadaan panca indra. Anak yang segar jasmaninya akan lebih gampang proses belajarnya. Anak-anak yang kekurangan gizi ternyata kemampuan belajarnya di bawah bawah umur yang tidak kekurangan gizi, kondisi panca indra yang baik akan mempermudah anak dalam proses berguru.
b. Kondisi psikologis, yakni beberapa faktor psikologis utama yang dapat menghipnotis proses dan hasil berguru adalah kecerdasan, talenta, minat, motivasi, emosi dan kemampuan kognitif.
1.  Faktor kecerdasan yang dibawa individu menghipnotis belajar siswa. Semakin individu itu mempunyai tingkat kecerdasan tinggi, maka berguru yang dilakukannya akan kian gampang dan cepat. Sebaliknya kian individu itu memiliki tingkat kecerdasan rendah, maka belajarnya akan lambat dan mengalami kesusahan mencar ilmu.
2.  Bakat individu satu dengan yang lain tidak sama, sehingga menjadikan belajarnya pun berlawanan. Bakat ialah kesanggupan permulaan anak yang dibawa sejak lahir.
3.  Minat individu merupakan ketertarikan individu terhadap sesuatu. Minat mencar ilmu siswa yang tinggi menyebabkan berguru siswa lebih gampang dan cepat.
4.  Motivasi berguru antara siswa yang satu dengan siswa yang lain tidaklah sama. Adapun pengertian motivasi mencar ilmu ialah ”Sesuatu yang menimbulkan aktivitas belajar terwujud”. Motivasi belajar dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain: keinginan siswa, kemampuan mencar ilmu siswa, kondisi siswa, keadaan lingkungan, unsur-komponen dinamis dalam berguru dan upaya guru membelajarkan siswa.
5.  Emosi ialah keadaan psikologi (ilmu jiwa) individu untuk melaksanakan aktivitas, dalam hal ini yaitu untuk mencar ilmu. Kondisi psikologis siswa yang mempengaruhi belajar antara lain: perasaan senang, kemarahan, kejengkelan, kecemasan dan lain-lain.
6.  Kemampuan kognitif siswa yang menghipnotis mencar ilmu mulai dari aspek pengamatan, perhatian, ingatan, dan daya pikir siswa.
Faktor dari luar ialah aspek-aspek yang berasal dari luar siswa yang
mempengaruhi proses dan hasil belajar. Faktor-faktor ini mencakup :
a.   Lingkungan Alami; Lingkungan alami yakni faktor yang mensugesti dalam proses mencar ilmu contohnya kondisi udara, cuaca, waktu, kawasan atau gedungnya, alat-alat yang digunakan untuk mencar ilmu mirip alat-alat pelajaran.
b.   Keadaan udara menghipnotis proses berguru siswa. Apabila udara terlalu lembab atau kering kurang membantu siswa dalam mencar ilmu. Keadaan udara yang cukup nyaman di lingkungan belajar siswa akan membantu siswa untuk belajar dengan lebih baik.
c.    Waktu mencar ilmu mempengaruhi proses belajar siswa contohnya: pembagian waktu siswa untuk belajar dalam satu hari.
d.   Cuaca yang terang benderang dengan cuaca yang mendung akan berlawanan bagi siswa untuk belajar. Cuaca yang tenteram bagi siswa menolong siswa untuk lebih tenteram dalam berguru.
e.   Tempat atau gedung sekolah mensugesti berguru siswa. Gedung sekolah yang efektif untuk mencar ilmu memiliki ciri-ciri sebagai berikut: letaknya jauh dari daerah-daerah hiruk pikuk (pasar, gedung bioskop, kafetaria, pabrik dan lain-lain), tidak menghadap ke jalan raya, tidak erat dengan sungai, dan sebagainya yang membahayakan keamanan siswa.
f.    Alat-alat pelajaran yang dipakai baik itu perangkat lunak (contohnya, acara penyajian) ataupun perangkat keras (misalnya Laptop, LCD).
3.    Lingkungan Sosial
Lingkungan sosial di sini yaitu insan atau sesama manusia, baik insan itu ada (kehadirannya) ataupun tidak eksklusif hadir. Kehadiran orang lain pada waktu sedang berguru, terkadang mengusik aktivitas belajar. Dalam lingkungan sosial yang mensugesti belajar siswa ini mampu dibedakan menjadi tiga, yaitu: (1) lingkungan sosial siswa di rumah yang mencakup seluruh anggota keluarga yang terdiri atas: ayah, ibu, kakak atau adik serta anggota keluarga yang lain, (2) lingkungan sosial siswa di sekolah yaitu: sobat sebaya, sahabat lain kelas, guru, kepala sekolah serta karyawan yang lain, dan (3) lingkungan sosial dalam penduduk yang terdiri atas seluruh anggota penduduk .
Faktor instrumental yaitu faktor yang adanya dan penggunaannya dirancang sesuai dengan hasil yang dibutuhkan. Faktor instrumen ini antara lain: kurikulum, struktur acara, fasilitas dan prasarana, serta guru. Faktor instrumen yang berhubungan dengan fasilitas dan prasarana pembelajaran adalah media pembelajaran. Dalam hal ini ialah media komputer dengan mempergunakan acara animasi SWiSH.
4.    Motivasi Belajar
Wlodkowski (dalam Suciati, 2001:52) menerangkan motivasi selaku sebuah kondisi yang menimbulkan atau mengakibatkan perilaku tertentu, serta yang memberi arah dan ketahanan (persistence) pada tingkah laku tersebut. Sementara Ames dan Ames (Suciati, 2001) menjelaskan motivasi sebagai perspektif yang dimiliki seseorang tentang dirinya sendiri dan lingkungannya. Menurut definisi ini, rancangan diri yang konkret akan menjadi motor penggerak bagi kemauan seseorang.
Dalam proses mencar ilmu, motivasi seseorang tercermin melalui ketekunan yang tidak gampang patah untuk meraih sukses, meskipun dihadang banyak kesulitan. Motivasi juga ditunjukkan lewat intensitas unjuk kerja dalam melakukan sebuah tugas. McClelland memperlihatkan bahwa motivasi berprestasi (achievement motivation) mempunyai kontribusi sampai 64 persen terhadap prestasi belajar.
Dari berbagai teori motivasi yang berkembang, Keller (1983) menyusun seperangkat prinsip-prinsip motivasi yang dapat dipraktekkan dalam proses pembelajaran, yang disebut sebagai versi ARCS, adalah:
a. Attention (Perhatian)
Perhatian peserta asuh timbul sebab didorong rasa ingin tahu. Oleh alasannya adalah itu, rasa ingin tahu ini perlu mendapat rangsangan, sehingga penerima ajar akan menunjukkan perhatian selama proses pembelajaran. Rasa ingin tahu tersebut dapat dirangsang lewat komponen-bagian yang gres, gila, lain dengan yang telah ada, kontradiktif atau kompleks.
Apabila elemen-bagian tersebut dimasukkan dalam planning pembelajaran, hal ini mampu menstimulus rasa ingin tahu akseptor ajar. Namun, perlu diperhatikan agar tidak menawarkan stimulus yang berlebihan, untuk mempertahankan efektifitasnya.
b.Relevance (Relevansi)
Relevansi menawarkan adanya hubungan bahan pembelajaran dengan keperluan dan keadaan akseptor asuh. Motivasi peserta latih akan terpelihara apabila mereka menilai bahwa apa yang dipelajari menyanggupi kebutuhan pribadi atau berfaedah dan sesuai dengan nilai yang dipegang.
Kebutuhan eksklusif (basic need) dikelompokkan dalam tiga kategori yaitu motif eksklusif, motif instrumental dan motif kultural. Motif nilai pribadi (personal motif value), berdasarkan McClelland mencakup tiga hal, adalah (1) keperluan untuk berprestasi (needs for achievement), (2) keperluan untuk berkuasa (needs for power), dan (3) kebutuhan untuk bekerjasama (needs for affiliation).
Sementara nilai yang bersifat instrumental, adalah keberhasilan dalam menjalankan suatu tugas dianggapm selaku langkah untuk mnecapai keberhasilan lebih lanjut. Sedangkan niali kultural yaitu jika tujuan yang ingin diraih konsisten atau sesuai dengan nilai yang dipegang oleh kelpmpok yang diacu peserta didik, mirip orang bau tanah, teman, dan sebagainya.
c.Confidence (Percaya diri)
Merasa diri kompeten atau mampu, ialah peluanguntuk mampu berinteraksi secara positif dengan lingkungan. Prinsip yang berlaku dalam hal ini ialah bahwa motivasi akan berkembangsejalan dengan meningkatnya keinginan untuk berhasil. Harapan ini seringkali dipengaruhi oleh pengalaman sukses di kala lampau. Motivasi mampu memperlihatkan kesabaran untuk menenteng keberhasilan (prestasi), dan berikutnya pengalaman sukses tersebut akan memotivasi untuk mengerjakan peran berikutnya.
d. Satisfaction (Kepuasan)
Keberhasilan dalam meraih sebuah tujuan akan menciptakan kepuasan. Kepuasan alasannya mencapai tujuan dipengaruhi oleh konsekuensi yang diterima, baik yang berasal dari dalam maupun luar individu. Untuk meningkatkan dan memelihara motivasi penerima didik, dapat menggunakan santunan penguatan (reinforcement) berupa kebanggaan, derma kesempatan, dan lain sebagainya.
J.   PERAN GURU DALAM MEMBANGKITKAN MOTIVASI BELAJAR
Motivasi berpangkal dari kata motif yang dapat diartikan sebagai daya pelopor yang ada di dalam diri seseorang untuk melaksanakan aktivitas-aktivitas tertentu demi tercapainya suatu tujuan. Bahkan motif dapat diartikan sebagai suatu kondisi intern (kesiapsiagaan). Adapun berdasarkan Mc.Donald, motivasi adalah pergeseran energi dalam diri seseorang yang ditandai dengan hadirnya “feeling” dan di dahului dengan jawaban kepada adanya tujuan. Dari pengertian yang dikemukakan oleh Mc.Donald ini mengandung tiga bagian/ciri pokok dalam motivasi itu, yakni motivasi itu mengawalinya terjadinya pergeseran energi, ditandai dengan adanya feeling, dan dirangsang sebab adanya tujuan. Namun pada pada dasarnya bahwa motivasi ialah keadaan psikologis yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu. Dalam acara mencar ilmu, motivasi mampu dibilang selaku keseluruhan daya penggerak di dalam diri siswa yang menyebabkan, menjamin kelangsungan dan menawarkan arah aktivitas mencar ilmu, sehingga dibutuhkan tujuan dapat tercapai. Dalam kegiatan belajar, motivasi sungguh dibutuhkan, karena seseorang yang tidak memiliki motivasi dalam berguru, tidak akan mungkin melaksanakan acara belajar. Motivasi ada dua, ialah motivasi Intrinsik dan motivasi ektrinsik. 
1.     Motivasi Intrinsik. Motivasi ini muncul dari dalam diri individu sendiri tanpa ada paksaan dorongan orang lain, tetapi atas dasar kemauan sendiri. 
2.     Motivasi Ekstrinsik. Motivasi ini muncul sebagai balasan efek dari luar individu, apakah karena adanya permintaan, suruhan, atau paksaan dari orang lain sehingga dengan keadaan demikian siswa mau melaksanakan sesuatu atau mencar ilmu. Bagi siswa yang selalu memperhatikan materi pelajaran yang diberikan, bukanlah dilema bagi guru. Karena di dalam diri siswa tersebut ada motivasi, yakni motivasi intrinsik. Siswa yang demikian lazimnya dengan kesadaran sendiri memperhatikan penjelasan guru. Rasa ingin tahunya lebih banyak kepada materi pelajaran yang diberikan. Berbagai gangguan yang ada disekitarnya, kurang dapat mempengaruhinya supaya memecahkan perhatiannya. Lain halnya bagi siswa yang tidak ada motivasi di dalam dirinya, maka motivasi ekstrinsik yang ialah dorongan dari luar dirinya mutlak diharapkan. Di sini tugas guru adalah menghidupkan motivasi peserta didik sehingga ia mau melaksanakan mencar ilmu. Ada beberapa taktik yang mampu digunakan oleh pembelajar untuk menumbuhkan motivasi berguru  ialah
1.     Menjelaskan tujuan mencar ilmu ke peserta didik. Pada permulaan berguru mengajar seharusnya apalagi dulu seorang guru menerangkan tentang Tujuan Instruksional Khusus yang akan dicapainya kepada siwa. Makin terperinci tujuan maka kian besar pula motivasi dalam mencar ilmu. 
2.     Hadiah. Berikan kado untuk siswa yang berprestasi. Hal ini akan memacu semangat mereka untuk bisa mencar ilmu lebih giat lagi. Di samping itu, siswa yang belum berprestasi akan termotivasi untuk mampu mengejar-ngejar siswa yang berprestasi. 
3.     Saingan/kompetisi. Guru berusaha mengadakan persaingan di antara siswanya untuk mengembangkan prestasi belajarnya, berusaha memperbaiki hasil prestasi yang sudah dicapai sebelumnya. 
4.     Pujian. Sudah sepatutnya siswa yang berprestasi untuk diberikan penghargaan atau kebanggaan. Tentunya pujian yang bersifat membangun. 
5.     Hukuman. Hukuman diberikan kepada siswa yang berbuat kesalahan ketika proses belajar mengajar. Hukuman ini diberikan dengan keinginan supaya siswa tersebut mau mengganti diri dan berupaya memacu motivasi belajarnya. 
6.     Membangkitkan dorongan terhadap anak ajar untuk berguru Strateginya  yaitu dengan menawarkan perhatian optimal ke peserta latih. 
7.     Membentuk kebiasaan belajar yang baik 
8.     Membantu kesulitan berguru akseptor bimbing secara individual maupun golongan 
9.     Menggunakan sistem mengajar yang bermacam-macam, dan 
10.     Menggunakan media yang baik dan sesuai dengan tujuan pembelajaran 
3.    Motivasi Belajar dan Teori Kebutuhan (Maslow)
Sementara para andal teori sikap (Bandura,1986; Skinner,1953) berbicara perihal  motivasi  mencar ilmu untuk mendapatkan penguatan (reinforcement) dan menghindari eksekusi (punishment), para mahir teori motivasi lainnya seperti Maslow, 1954, lebih menggemari konsep motivasi berguru untuk menyanggupi kebutuhan. Beberapa keperluan dasar yang harus dipenuhi oleh kita semua yakni kuliner, rasa aman, cinta, dan pemeliharaan harga diri kasatmata. Manusia berlawanan dalam tingkat pentingnya mereka menaruh perhatian terhadap tiap-tiap kebutuhan itu. Sebagian orang terus-menerus membutuhkan kepastian bahwa dirinya dicintai dan dihargai; sementara itu yang lain mempunyai keperluan lebih besar untuk kenyamanan fisik dan rasa kondusif. Di samping itu, orang yang sama memiliki kebutuhan berbeda pada waktu yang berlainan; segelas air akan jauh lebih diminati ketika ditawarkan sehabis lari 5000 meter ketimbang dikala ditawarkan sesudah simpulan makan camilan.
a.     Hierarki Kebutuhan Maslow
Karena manusia memiliki banyak kebutuhan, pada waktu  tertentu  keperluanmanakah yang mereka coba untuk dipenuhi.  Maslow mengemukakan hierarki atau tingkatan kebutuhan yang terdiri atas dua bab utama yaitu:
1.     keperluan dasar, berada pada hierarki paling bawah, berturut-turut terdiri dari a) kebutuhan fisiologis; (b) kebutuhan akan rasa aman; ( lebih banyak mampu menjadi besar.c) kebutuhan untuk dicintai; (d) keperluan untuk dihargai ; dan
2.     kebutuhan tumbuh, yang berada di atas keperluan dasar, berturut-turut dari bawah berisikan: (a) kebutuhan untuk mengenali dan mengerti; (b) keperluan keindahan; (c) kebutuhan aktualisasi diri.
Menurut teori kebutuhan Maslowkeperluan yang berada pada hierarki lebih paling bawah tidak mesti dipenuhi sebagian sebelum seseorang akan mencoba untuk mempunyai keperluan yang lebih tinggi tingkatannya. Sebagai misal seorang yang lapar atau seorang yang secara fisik dalam bahaya tidak begitu menghiraukan ntuk menjaga desain diri positip (citra kepada diri sendiri sebagai orang baik) dibandingkan untuk mendapatkan masakan atau keselamatan; tetapi begitu, orang yang tidak lagi lapar atau tidak lagi dicekam rasa takut,  keperluan  akan harga diri menjadi penting.
Satu rancangan penting yang diperkenalkan Maslow ialah perbedaan antara kebutuhan dasar  dan kebutuhan berkembang. Kebutuhan dasar (fisiologis, rasa aman, cinta, dan penghargaan) yaitu  kebutuhan yang penting untuk kebutuhan fisik dan psikologis; keperluan ini mesti dipenuhi. Sekali keperluan ini dipenuhi, motivasi seseorang untuk memenuhi keperluan ini surut. Sebaliknya  keperluan tumbuh, sebagai misal keperluan untuk mengenali dan mengerti sesuatu, menghargai keindahan, atau menumbuhkan dan membuatkan apresiasi (penghargaan) dari orang lain, tidak pernah dapat dipenuhi seluruhnya. Dalam kenyataannya, makin orang mampu menyanggupi  keperluan mereka untuk mengenali dan mengerti dunia di sekeliling mereka, motivasi berguru mereka mampu menjadi kian besar dan kuat.
HAL PENTING TENTANG KOSEP MOTIVASI BELAJAR
a.      Motivasi mencar ilmu adalah proses internal yang mengaktifkan, memandu dan menjaga perilaku dari waktu ke waktu. Individu termotivasi sebab banyak sekali argumentasi yang berbeda, dengan intensitas yang berlainan. Sebagai misal, seorang siswa mampu tinggi motivasinya untuk menghadapi tes ilmu sosial dengantujuan mendapatkan nilai tinggi (motivasi ekstrinsik) dan tinggi motivasinya menghadapi tes matematika alasannya adalah terpesona dengan mata pelajaran tersebut (motivasi intrinsik).
b.      Motivasi belajar bergantung pada teori yang menjelaskannya, dapat merupakan suatu konsekuensi dari penguatan (reinforcement), sebuah ukuran keperluan manusia, suatu hasil dari disonan atau ketidakcocokan, suatu atribusi dari keberhasilan atau kegagalan, atau sebuah cita-cita dari kesempatan kesuksesan.
c.       Motivasi berguru mampu ditingkatkan dengan penekanan tujuan-tujuan belajar dan pemberdayaan atribusi.
d.      Motivasi belajar mampu berkembangjika guru membangkitkan minat siswa, memelihara rasa ingin tahu mereka, menggunakan berbagai macam taktik pengajaran, menyatakan cita-cita dengan jelas,  dan menunjukkan umpan balik (feed back) dengan sering dan segera.
e.      Motivasi belajar dapat berkembangpada diri siswa  apabila  guru  memberikan  ganjaran yang mempunyai kontingen, spesifik, dan sanggup menerima amanah.
f.       Motivasi berprestasi dapat didefinisikan sebagai kecendrungan biasa untuk mengupayakan keberhasilan dan memilih aktivitas-aktivitas yang berorientasi pada keberhasilan/kegagalan. Siswa mampu termotivasi dengan orientasi ke arah tujuan-tujuan tampilan. Mereka mengambil mata pelajaran-mata pelajaran yang menantang. Siswa yang berjuang demi  tujuan-tujuan performa berupaya untuk menerima penilaian positip terhadap kompetensi mereka. Mereka berupaya untuk menerima nilai baik dengan cara mengelak dari mata pelajaran yang sulit. Guru mampu membantu siswa dengan mengkomunikasikan bahwa kesuksesan itu mungkin dicapai. Guru mampu menunggu  siswa menjawab pertanyaan-pertanyaan dan sejauh mungkin menghindari pembedaan prestasi di antara para siswa yang tidak perlu.
Motivasi Belajar, Teori Disonan Kognitif dan Implikasinya dalam  Pendidikan
1.     Kebutuhan untuk mempertahankan gambaran diri faktual ialah sebuah motivator yang berpengaruh, (Covington: 1984). Banyak dari sikap kita yang diarahkan menuju pemenuhan kriteria langsung diri kita sendiri. Sebagai misal, apabila kita yakin  bahwa kita yaitu orang baik dan jujur, maka kita cenderung berbuat baik dan jujur walaupun bila tidak ada orang yang memperhatikan, sebab kita ingin menjaga gambaran diri faktual. Apabila kita yakin mampu dan pintar kita akan menjajal untuk memuaskan diri kita sendiri bahwa kita sudah berperilaku cerdas dalam situasi pencapaian hasil kerja.
2.     Tetapi bagaimanapun juga, realita hidup kadang-kadang memaksa kita berada di dalam situasi di mana sikap atau iman kita bertentangan dengan citra diri aktual kita atau pertentangan dengan sikap atau kepercayaan orang lain. Sebagai misal, seorang siswa yang ketahuan mencontoh dalam sebuah tes dapat membenarkan perilakunya dengan menyatakan (dan malah yakin) bahwa “setiap siswa lain melakukan” atau “guru memperlihatkan tes yang tidak adil, sehingga aku merasa tidak bersalah kalau menyontek” atau menyangkal bahwa dia menyontek (dan benar-benar meyakini kebohongannya)., meskipun berbagai bukti yang menyatakan sebaliknya.
3.     Teori psikologi yang menerangkan perihal sikap, penjelasan dan argumentasi yang dipakai untuk menjaga gambaran diri positif disebut teori disonan kognitif atau cognitive dissonance theory (Festinger, 1957). Teori ini menyampaikan bahwa orang akan mengalami ketegangan atau ketidaknyamanan apbila nilai atau doktrin yang dipegang secara kuat tidak cocok dengan atau tertantang oleh kepercayaan atau perilaku yang tidak konsisten secara psikologis. Untuk mengatasi ketidaknyamanan ini mereka dapat mengganti sikap atau akidah mereka, atau mereka dapat mengembangkan pembenaran atau alasan yang menangani ketidakkonsistenan ini.
Implikasi teori disonan kognitif dalam pendidikan
Di dalam tatanan pendidikan, teori disonan kognitif sering berlaku pada saatsiswa mendapatkan umpan balik yang tidak menyenangkan atas kinerja akademik mereka. Sebagai misalnya, Suher lazimnya menerima nilai manis namun kali ini mendapatkan nilai 50 untuk kuis tertentu. Nilai ini tidak konsisten dengan citra dirinya sehingga menjadikan rasa tidak nyaman.
Untuk menangani ketidaknyamanan ini, Suher dapat menetapkan untuk mencar ilmu lebih ulet lagi untuk meyakinkan bahwa lain kali dia tidak akan mendapatkan nilai yang rendah lagi. Di lain pihak dia mampu saja mencoba membenarkan nilai rendah itu dengan aneka macam alasan: “Pertanyaan-pertanyaan kuisnya mengandung jebakan. Saya tidak sedang merasa sehat. Guru tidak menginformasikan terlebih dulu akan adanya kuis. Saya tidak sungguh-sungguh mengerjakannya. Udaranya terlalu panas, “dan aneka macam argumentasi lainnya. Alasan ini akan menolong Suher mempertanggungjawabkan nilai 50 itu. Bila beliau kemudian masih mendapatkan sederet nilai jelek lainnya, mungkin beliau akan berkilah bahwa beliau tidak pernah mengerjakan kuis mata pelajaran ini sejelek ini,  atau guru itu pilih kasih pada anak laki-laki, atau guru itu pelit memberi nilai. Semua perubahan dalam pendapat dan argumentasi ini diarahkan untuk menghindari sebuah pasangan suasana tidak konsisten dan tidak yummy, ialah: “Saya adalahsiswa yang bagus” dan “Saya berbuat buruk di kelas, ini merupakan kesalahan saya sendiri.”
a.     Implikasi Teori Motivasi Belajar
Teori Kebutuhan Maslow, termasuk rancangan aktualisasi diri yang beliau definisikan selaku cita-cita untuk mewujudkan kemampuan diri atau “cita-cita untuk menjadi apapun yang seseorang bisa untuk mencapainya.”. Aktualisasi diri ditandai dengan penerimaan diri dan orang lain, spontanitas, keterbukaan, korelasi dengan orang lain yang relatif dekat dan demokratis, kreativitas, humoris, dan berdikari—pada dasarnya, memiliki kesehatan mental yang elok atau sehat secara psikologis. Maslow menempatkan usaha untuk aktualisasi diri pada puncak hierarki kebutuhannya, hal ini memiliki arti bahwa pencapaian dari keperluan paling penting ini bergantung pada pemenuhan seluruh kebutuhan yang lain. Kesukaran untuk memenuhi keperluan ini di akui oleh Maslow, yang memperkirakan bahwa lebih sedikit dari 1 persen orang cukup umur yang mencapai aktualisasi diri.
b.     Implikasi Teori Maslow dalam berguru.
a.   Pentingnya teori keperluan maslow dalam pendidikan terletak dalam hubungan antara kebutuhan dasar dan keperluan tumbuh. Jelas bahwa siswa yang sangat lapar atau yang dicekam bahaya akan memiliki energi psikologis yang kecil yang mampu dikerahkan. Dengan kata lain ia nyaris tidak mempunyai motivasi belajarSekolah dan lembaga pemerintahan menyadari bahwa kalau kebutuhan dasar siswa tidak dipenuhi, berguru akan terusik. Dalam kondisi mirip ini, sekolah atau pemerintah mampu mengatasinya dengan menyediakan acara makan pagi dan makan siang gratis.
b.   Di sekolah, keperluan dasar terpenting adalah kebutuhan akan kasih sayang dan harga diri. Siswa yang tidak mempunyai perasaan bahwa mereka dicintai dan mereka mampu, kecil kemungkinannya mempunyai motivasi mencar ilmuyang besar lengan berkuasa untuk meraih pertumbuhan ke tingkatnya yang lebih tinggi. Sebagai misal, penelusuran pengetahuan dan pengertian atas upaya mereka sendiri atau kreativitas dan keterbukaan untuk inspirasi-ilham baru yang ialah karakteristik orang-orang yang meraih aktualisasi diri.
c.    Siswa yang tidak yakin bahwa mereka mampu dicintai atau tidak percaya dengan kemampuannya sendiri akan condong untuk menciptakan opsi yang kondusif: BERGABUNG DENGAN KELOMPOKNYA, BELAJAR HANYA UNTUK TES TANPA ADA MINAT UNTUK MENGEMBANGKAN IDE-IDE, MENULIS KARANGAN YANG TIDAK KREATIF, DAN SEBAGAINYA. Guru yang sukses menciptakan siswa merasa senang dan membuat mereka merasa diterima dan dihormati sebagai individu, lebih besar harapannya untuk menolong mereka menjadi bersemangat untuk berguru demi pembelajaran dan kesediaan berkorban untuk menjadi inovatif dan terbuka kepada ilham-inspirasi baru. Apabila siswa diharapkan menjadi pelajar yang mandiri, mereka harus percaya bahwa guru akan menyikapi secara adil dan konsisten terhadap mereka dan bahwa mereka tidak akan ditertawakan atau dieksekusi alasannya adalah murni berbuat kekeliruan.
4.   Motivasi Belajar dan Teori Perilaku Menurut Bandura
1.      Konsep motivasi belajar berkaitan dekat dengan prinsip bahwa perilaku yang mendapatkan  penguatan (reinforcement) di masa kemudian lebih mempunyai kemungkinan diulang  daripada sikap yang tidak memperolehpenguatan atau sikap yang terkena eksekusi (punishment). Dalam kenyataannya, ketimbang membicarakan rancangan motivasi berguru, penganut teori sikap lebih memfokuskan pada seberapa jauh siswa sudah mencar ilmu untuk mengerjakan pekerjaan  sekolah dalam rangka mendapatkan hasil yang diharapkan (Bandura, 1986 dan Wielkeiwicks, 1995).
2.      Mengapa sejumlah siswa tetap bertahan dalam menghadapi kegagalan sedang lainnya menyerah? Mengapa ada sejumlah siswa yang melakukan pekerjaan untuk menyenangkan guru, yang lain berupaya mendapatkan nilai yang bagus, dan sementara itu ada yang tidak berhasrat kepada bahan pelajaran yang seharusnya mereka pelajari? Mengapa ada sejumlah siswa mencapai hasil belajar jauh lebih baik dari yang diperkirakan menurut kemampuan mereka dan sementara itu ada sejumlah siswa mencapai hasil mencar ilmu jauh lebih jelek jikalau dilihat peluangkemampuan mereka? Mengkaji penguatan yang telah diterima dan kapan  penguatan itu diperoleh dapat memberikan tanggapan atas pertanyaan di atas, tetapi pada umumnya akan lebih mudah meninjaunya dari sudut motivasi untuk menyanggupi berbagai kebutuhan.
5.      Penghargaan (Reward) dan Penguatan (Reinforcement)
Suatu argumentasi mengapa penguatan yang pernah diterima merupakan penjelasan yang tidak memadai untuk motivasi alasannya motivasi berguru manusia itu sangat kompleks dan tidak bebas dari konteks (situasi yang berafiliasi). Terhadap binatang yang sungguh lapar kita mampu meramalkan bahwa makanan akan ialah penguat yang sangat efektif. Terhadap manusia, walaupun dia lapar, kita tidak dapat sepenuhnya percaya apa yang ialah penguat dan apa yang bukan penguat, karena nilai penguatan dari penguat yang paling memiliki peluang sebagian besar diputuskan oleh aspek-faktor eksklusif dan situsional.
6.     Penentuan Nilai dari Suatu Insentif
Ilustrasi berikut memperlihatkan poin penting: nilai motivasi  berguru dari sebuah insentif tidak dapat diasumsikan, alasannya nilai itu dapat bergantung pada banyak faktor (Chance, 1992). Pada ketika guru menyampaikan “Saya ingin kau semua mengumpulkan laporan buku pada waktunya karena laporan itu akan dipertimbangkan dalam memilih nilaimu,” guru itu mungkin mengasumsikan bahwa nilai merupakan insentif yang efektif untuk siswa kebanyakan. Tetapi bagaimanapun juga sejumlah siswa dapat tidak acuh nilai alasannya adalah orang renta mereka tidak menghiraukannya atau mereka mempunyai catatan kegagalan di sekolah dan telah mengambil perilaku bahwa nilai itu tidak penting.
Apabila guru menyampaikan kepada seorang siswa, “Pekerjaan yang cantik! Saya tahu kau dapat  mengerjakan peran itu kalau kau mencobanya!” Ucapan ini mampu memotivasi seorang siswa yang baru saja menyelesaikan suatu peran yang ia anggap sukar namun mampu memiliki arti hukuman (punishment)bagi siswa yang berfikir bahwa tugas itu mudah (sebab pujian guru itu mempunyai implikasi bahwa dia harus bekerja keras untuk menuntaskan peran itu). Seringkali susah memilih motivasi mencar ilmu siswa dari perilaku mereka alasannya adalah banyak motivasi yang berlawanan mampu mensugesti sikap. Kadang-kadang suatu jenis motivasi terperinci-terang menentukan sikap, tetapi pada ketika yang lain, ada motivasi lain yang berpengaruh (mensugesti) terhadapperilaku belajar siswa.
7.      Motivasi Belajar, Teori Kebutuhan Maslow dan Aktualisasi Diri serta Implikasinya pada Pendidikan
         Teori Kebutuhan Maslow, termasuk desain aktualisasi diri yang ia definisikan sebagai cita-cita untuk merealisasikan kesanggupan diri atau “harapan untuk menjadi apapun yang seseorang bisa untuk mencapainya.”.Aktualisasi diri ditandai dengan penerimaan diri dan orang lain, spontanitas, keterbukaan, relasi dengan orang lain yang relatif dekat dan demokratis, kreativitas, humoris, dan mampu berdiri diatas kaki sendiri—pada dasarnya, mempunyai kesehatan mental yang elok atau sehat secara psikologis. Maslow menempatkan perjuangan untuk aktualisasi diri pada puncak hierarki kebutuhannya, hal ini mempunyai arti bahwa pencapaian dari  kebutuhan terpenting ini bergantung pada pemenuhan seluruh kebutuhan lainnya. Kesukaran untuk menyanggupi keperluan ini di akui oleh Maslow, yang memperkirakan bahwa lebih minim dari 1 persen orang akil balig cukup akal yang mencapai aktualisasi diri.
8.       Motivasi Belajar dan Teori Kebutuhan (Maslow)
1.      Sementara para hebat teori perilaku (Bandura, 1986 ; Skinner, 1953 ) mengatakan wacana motivasi mencar ilmu untuk menerima penguatan (reinforcement) dan menghindari  hukuman (punishment), para ahli teori motivasi lainnya seperti Maslow, 1954, lebih menyukai rancangan motivasi belajar untuk memenuhi keperluan. Beberapa keperluan dasar yang mesti dipenuhi oleh kita semua yakni masakan, rasa kondusif, cinta, dan pemeliharaan harga diri positif. Manusia berlawanan dalam tingkat pentingnya mereka menaruh perhatian kepada tiap-tiap kebutuhan itu. Sebagian orang terus-menerus memerlukan kepastian bahwa dirinya dicintai dan dihargai; sementara itu lainnya memiliki kebutuhan lebih besar untuk ketentraman fisik dan rasa aman. Di samping itu, orang yang sama mempunyai kebutuhan berlawanan pada waktu yang berlawanan; segelas air akan jauh lebih digemari saat ditawarkan setelah lari 5000 meter dibandingkan dengan dikala ditawarkan sehabis tamat makan kudapan.
9.     Hierarki Kebutuhan Maslow
a.     Karena insan mempunyai banyak kebutuhan, pada waktu tertentu kebutuhan manakah yang mereka coba untuk dipenuhi.  Maslow  mengemukakan hirarki atau tingkatan kebutuhan yang terdiri atas dua bab utama ialah:
1.     Kebutuhan Dasar, berada pada hierarki paling bawah, berisikan (a) keperluan fisiologis; (b) keperluan akan rasa kondusif; c) kebutuhan untuk dicintai; (d) keperluan untuk dihargai ; dan
2.     Kebutuhan Tumbuh, yang berada di atas kebutuhan dasar, berisikan: (a) keperluan untuk mengetahui dan memahami; (b) kebutuhan keindahan; dan (c) kebutuhan aktualisasi diri.
b.     Menurut teori keperluan Maslow, kebutuhan yang berada pada hierarki lebih bawah tidak mesti dipenuhi sebagian sebelum seseorang akan menjajal untuk memiliki kebutuhan yang lebih tinggi tingkatannya. Sebagai misal seorang yang lapar atau seorang yang secara fisik dalam ancaman tidak begitu menghiraukan untuk mempertahankan rancangan diri positip dibandingkan untuk menerima kuliner atau keamanan; namun begitu, orang yang tidak lagi lapar atau tidak lagi dicekam rasa takut, keperluan akan harga diri menjadi penting,demikian Maslow
c.    Konsep penting yang diperkenalkan Maslow ialah perbedaan antara kebutuhan dasar  dan keperluan tumbuh. Kebutuhan dasar  (fisiologis, rasa kondusif, cinta,dan penghargaan) adalah keperluan yang penting untuk keperluan fisik dan psikologis; keperluan ini harus dipenuhi. Sekali kebutuhan ini dipenuhi,motivasi seseorang untuk memenuhi  keperluan ini surut. Sebaliknya  keperluan berkembang, jika keperluan untuk mengetahui dan memahami sesuatu, menghargai keindahan, atau menumbuhkan dan menyebarkan apresiasi (penghargaan) dari orang lain, tidak pernah dapat dipenuhi seluruhnya. Dalam kenyataannya, kian orang mampu menyanggupi  kebutuhan mereka untuk mengetahui dan mengetahui dunia di sekitarmereka, motivasi belajar mereka mampu menjadi kian besar dan besar lengan berkuasa.
Dengan mengenali macam-macam teori mencar ilmu dan motivai berguru serta persepsi terhadap tingkahlaku insan diharapkan supaya guru, dosen  dan mahasiswa mampu menerapkan teori tersebut sesuai dengan kesanggupan, situasi dan kondisi lingkungan berguru, sehingga tercipta ketentraman dan keberhasilan proses pembelajaran.
DAFTAR PUSTAKA
Hamid Darmadi (2010) Kemampuan Dasar Mengajar; Konsep dasar dan Praktek : Penerbit Bandung; Alfabeta
M. Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, Bandung, Remaja Rosdakarya, 1990.
R.E, Slavin,.. Educational Psychology: Theory and Practice. Sixth Edition. Boston: Allyn and Bacon. 2000.
Uno, B. Hamzah, Orientasi Baru dalam Psikologi Pembelajaran, Jakarta: PT. Bumi Aksara. 2005.