Dinamika Sosioekonomi Dan Politik Dalam Aliran Ibnu Khaldun

Artikel berikut mengeksplorasi teori-teori dan ide Ibnu Khaldun tentang alasannya adalah-sebab kejayaan dan kemunduran peradaban. Dengan penekanan aksara metodologi Ibnu Khaldun pada dinamika dan mencakup interdisiplin, ajaran Ibnu Khaldun memperlihatkan bagaimana aspek-aspek budpekerti, sosial, ekonomi, politik, geografis dan budaya mengambil tempat yang tepat dalam skema Ibnu Khaldun. Tidak seperti kajian lain ihwal Ibnu Khaldun, postingan ini menyajikan gagasan Ibnu Khaldun dalam terminologi kontemporer yang sekaligus membuat evaluasi dan rumusannya berhubungan dalam konteks kekinian. Artikel ini juga mengkaji tugas sentral kesejahteraan, keadilan dan pembangunan dengan kepiawaian seorang negarawan, dan menawarkan versi yang tepat untuk welfare-state Islam ketika ini dimana maksudnya mencakup material dan akhlak well-being bagi semua warganya.
Ibnu Khaldun hidup pada era antara 1332-1405 M dikala peradaban Islam dalam proses penurunan dan disintegrasi. Khalifah Abbasiyah di ambang keruntuhan setelah penjarahan, pembakaran, dan penghancuran Baghdad dan kawasan disekitarnya oleh bangsa Mongol pada tahun 1258, sekitar tujuh puluh lima tahun sebelum kelahiran Ibnu Khaldun. Dinasi Mamluk (1250-1517), selama kurun kristalisasi ide Ibnu Khaldun, hanya berkontribusi pada percepatan penurunan peradaban akibat korupsi dan inefisiensi yang mendera kekhalifahan, kecuali pada periode permulaan-permulaan periode pertama yang singkat dari sejarah kekhalifahan Mamluk. [Periode pertama Bahri/Turki Mamluk (1250-1382) yang banyak mendapat kebanggaan dalam tarikh, masa kedua adalah Burji Mamluk (1382-1517), yang dikelilingi serangkaian krisis ekonomi yang parah]
Sebagai seorang muslim yang sadar, Ibnu Khaldun rajin memperhatikan bagaimana caranya membalik atau mereversi gelombang penurunan peradaban Islam. Sebagai ilmuwan sosial, Ibnu Khaldun sangat menyadari bahwa reversi tersebut tidak akan dapat tegambarkan tanpa menggambarkan pelajaran-pelajaran dari sejarah terlebih dahulu untuk memilih faktor-aspek yang membawa suatu peradaban besar melemah dan menurun drastis.
Muqaddimah, yang dituntaskan pada November 1377 adalah buah karya dari cita-cita besarnya tersebut. Muqaddimah secara harfiah bararti ‘pembukaan’ atau ‘introduksi’ dan merupakan jilid pembuka dari tujuh jilid goresan pena sejarah, yang secara bebas diterjemahkan ke dalam buku “The Book of Lessons and the Record of Cause and Effect in the History of Arabs, Persians and Berbers and Their Powerful Contemporaries.” Muqaddimah menjajal untuk menerangkan prinsip-prinsip yang menentukan kebangkitan dan keruntuhan dinasti yang berkuasa (daulah) dan peradaban (‘umran). Tetapi bukan cuma itu saja yang dibahas, Muqaddimah juga berisi diskusi ekonomi, sosiologi dan ilmu politik, yang merupakan bantuan orisinil Ibnu Khaldun untuk cabang-cabang ilmu tersebut. Ibnu Khaldun juga layak mendapatkan penghargaan atas formula dan ekspresinya yang lebih jelas dan mewah dari hasil karya pendahulunya atau hasil karya ilmuwan yang sejaman dengannya. Wawasan Ibnu Khaldun kepada beberapa prinsip-prinsip ekonomi sangat dalam dan jauh kedepan sehingga sejumlah teori yang dikemukakannya hampir enam kurun yang kemudian hingga kini tidak disangsikan ialah perintis dari beberapa formula teori modern. 
Model Dinamika Interdisiplin
Model Ibnu Khaldun dapat disarikan meskipun tidak secara keseluruhan– dalam pesan yang tersirat –berikut– yang diberikannya terhadap kekhalifahan:
  • Kekuatan penguasa (Al-Mulk) tidak akan terwujud kecuali dengan implementasi Syari’ah
  • Syari’ah tidak mampu terimplementasi kecuali dengan Penguasa (Al-Mulk)
  • Penguasa tidak dapat menemukan kekuatan kecuali lewat Rakyat (ar-rijal)
  • Rakyat tidak dapat dipelihara kecuali dengan Kekayaan (al-mal)
  • Kekayaan tidak mampu diperoleh kecuali lewat Pembangunan (al-imarah)
  • Pembangunan tidak mampu diraih kecuali lewat Keadilan (al-‘adl)
  • Keadilan yakni patokan (al-mizan) Alloh menilai hamba-Nya dan
  • Penguasa bertanggungjawab mengaktualisasikan Keadilan.
  Pemahaman Tata Cara Ekonomi
Nasihat Ibnu Khaldun disebut ‘ eight wise principles [kalimat hikamiyyah]’, atau delapan prinsip kebijakan politik Ibnu Khaldun, masing-masing aspek bekerjasama satu sama lain secara mutual, dalam formula sirkular tersebut, titik awal dan titik kesannya tidak dapat dibedakan. Kalimat Hikamiyyah mencerminkan aksara analisa Ibnu Khaldun yang dinamis dan interdisiplin. Interdisiplin sebab tidak merujuk penyebab kemunduran peradaban pada satu aspek sahaja, melainkan pada semua variabel penting sosial, ekonomi dan politik, tergolong Shari’ah (S), pemegang kekuasaan politik atau wazi’ (G), masyarakat atau rijal (N), kekayaan atau cadangan sumberdaya atau mal (W), pembangunan atau ‘imarah (g), dan keadilan atau ‘adl (j), dalam sebuah relasi sirkular dan interdependen, masing-masing faktor saling mensugesti dan pada ketika yang serupa juga menerima pengaruh dari aspek-aspek tersebut. Karena operasi dari siklus ini berlangsung lewat reaksi berantai selama abad yang panjang setidaknya tiga generasi atau sekitar 120 tahun, maka dimensi dinamisme dapat menawarkan bagaimana aspek-aspek sopan santun, psikologi, politik, sosial, ekonomi dan demografi berinteraksi satu sama lain sepanjang waktu dan membawa terhadap pertumbuhan atau kemunduran suatu peradaban. Dalam analisis jangka panjang, tidak ada klausa ‘cateris paribus’ alasannya tidak satupun faktor dan variabel yang tetap konstan. Salah satu variabel bertindak selaku mekanisme pemicu, variabel lain mungkin bereaksi searah pemicunya, tetapi mungkin juga tidak bereaksi. Jika variabel lain tidak beraksi pada arah yg sama dengan aspek pemicunya, maka kerusakan di satu sektor mungkin tidak akan menyebar ke faktor yang lain sehingga sektor yang rusak akan tereformasi sejalan dengan waktu dengan kata lain kemunduran peradaban bisa lebih diperlambat. Tetapi, jika sektor yang lain bereaksi searah dengan prosedur pemicu, maka kerusakan menerima momentumnya lewat interelasi reaksi berantai sehingga susah mendefinisikan dan membedakan penyebabnya. Lingkaran karena akhir tersebut digambarkan sebagai Circle of Equity.
Dua link paling krusial dalam rantai karena balasan ialah development (g) dan justice (j). Development sangat esensial alasannya adalah kecenderungan alamiah dalam penduduk yaitu senantiasa berkembang, tidak diam dan stagnan, perkembangan tersebut mampu berbentukkemajuan atau justru kemunduran. Development tidak semata berarti perkembangan ekonomi (economic growth). Development mencakup segenap faktor pembangunan insan sehingga setiap variabel saling memperkaya dan diperkaya satu sama lain (G,S,N dan W), sehingga mampu menawarkan bantuan pada well-being yang bahwasanya atau kebahagiaan penduduk (N), dan bantuan tersebut tidak cuma bertujuan untuk menjaga peradaban semata, melainkan juga untuk kemajuannya. Development tidak akan pernah mungkin terwujud tanpa justice (j). Dua aspek tersebut berinterelasi sangat erat dalam analisis Ibnu Khaldun, sehingga keduanya ditampilkan sejajar dan serentak dalam diagram Circle of Equity. Keadilan, sebagaimana pembangunan, oleh Ibnu Khaldun tidak diketahui dalam konteks yang sempit, melainkan dalam konteks yang lebih komprehensif yang meliputi keadilan untuk seluruh umat manusia. Keadilan dalam konteks komprehensif ini tidak mungkin terealisasi tanpa membuat masyarakat yang saling peduli melalui persaudaraan (brotherhood), dan kesetaraan sosial (social equality), jaminan keamanan hidup, keamanan properti, penghagaan terhadap sesama, kejujuran dalam pemenuhan kewajiban-keharusan sosial, ekonomi dan politik, penghargaan atau eksekusi yang tepat dengan tindakan, dan pencegahan dari kekejaman, dari ketidakadilan pada setiap umat insan dalam segala bentuknya.
Variabel lain, Shari’ah(S) merujuk pada nilai-nilai(values) dan institusi atau peraturan untuk membuat penduduk (N) menyanggupi kewajiban-kewajibannya dan menghalangi kerusakan sosial untuk memutuskan penegakan keadilan(j), pembangunan(g) dan tercapainya well-being untuk semua. Peraturan tersebut mampu formal atau informal, tertulis maupun tidak tertulis. Setiap masyarakat pasti mempunyai serangkaian peraturan berdasarkan sistem nilai mereka sendiri. Dasar utama peraturan ini dalam penduduk muslim yakni Shari’ah(S). Syari’ah tidak mungkin dapat memainkan peranan yang memiliki arti kecuali dengan implementasi yang adil dan imparsial. Menjadi keharusan dari masyarakat (N) dan pemerintah (G) untuk memastikan pelaksanaan yang adil dan imparsial. Kekayaan (W) menyediakan sumber daya yang diperlukan untuk memastikan keadilan dan pembangunan, mengefektifkan performansi peranan pemerintah (G) dan tercapainya well-being untuk masyarakat (N).
Relasi fungsional analisis Ibnu Khaldun dapat dinyatakan selaku : G = f(S,N,W,g dan j)
Persamaan diatas belum dapat menggambarkan model dinamis Ibnu Khaldun secara utuh, namun masih mampu merefleksikan huruf multidisiplin dengan memperhitungkan semua variabel mayor yang disampaikan Ibnu Khaldun. Dalam persamaan ini, G ditampilkan selaku variabel terikat alasannya salah satu perhatian utama Ibnu Khaldun ialah untuk menunjukan bagaimana kemajuan dan kemunduran dari dinasti-dinasti (negara) atau sebuah peradaban. Menurutnya, kekuatan atau kelemahan dinasti bergantung pada kekuatan atau kekurangan otoritas politik yang mewujudkannya. Otoritas politik (G) mesti –untuk kepentingan kelangsungan hidup jangka panjang– menjamin well-being bagi masyarakat (N) dengan menyediakan lingkungan yang cocok untuk aktualisasi pembangunan (g) dan keadilan (j) melalui implementasi Syari’ah (S), dan pembangunan serta distribusi kekayaan (W) yang setara.
Relasi sebab balasan yang wajar mungkin tidak harus reversibel, tetapi dalam penduduk manusia yang ditekankan Ibnu Khaldun, kekerabatan sirkular dan saling kebergantungan umumnya cenderung reversibel. Implikasinya, mekanisme triger pada kemunduran sebuah penduduk (yang dalam analisis Ibnu Khaldun adalah kegagalan G) bisa tidak sama untuk setiap masyarakat. Bisa dipicu oleh variabel manapun. Contohnya, disintegrasi keluarga, yang ialah bab integral dari N dalam versi diatas. Disintegrasi keluarga membawa pendidikan yang tidak tepat terhadap anak-anak berikutnya menjinjing penurunan pada kualitas sumber daya insan (N) yang ialah dasar sebuah peradaban. Kemunduran peradaban juga bisa disebabkan kekurangan ekonomi (W) hasil dari kesalahan tata cara ekonomi (S) mirip acuan masalah ekonomi totalitarian, atau institusi dan value yang jelek (S) mirip yang dihadapi banyak negara meningkat ketika ini