Suatu sore, saya masuk kuliah jam ke 4 serta 5, semenjak pukul 13.00 wib sampai 16 wib. Karena belum terbiasa masuk kuliah sore, rasanya males banget. Cuaca yng panas serta kantuk berat menciptakan suasana perkuliahan tak kondusif. Rasa haus serta lapar pun tidak inginketinggalan tiba memecah ketentraman.
Setelah perkuliahan tamat, aku shalat ashar sebentar di masjid kampus. Setelah itu ngopi di warung kopi favorit milik sobat yng lokasinya tidak jauh dari kampus. Selain lokasinya yng enak serta strategis, rasa kopinya pun tidak kalah nikmatnya.
Temanku yng punya kedai kopi itu dulunya sekelas percis saya waktu di Aliyah. Setelah kami lulus, beliau istirahat satu tahun baru lantas masuk kuliah jurusan PGMI di kampus yng percis yang dengannya aku.
Sambil asyik nyruput secangkir kopi, kami ngobrol panjang lebar. Karena kami kuliah di jurusan yng percis, adalah pendidikan, aku iseng tanya-tanya pendapat beliau soal profesi guru. Kenapa sampai ketika ini ia belum tertarikbagi atau mampu juga dibilang untuk melamar kerja jadi guru ataupun paling tak nyambi ngajar, padahal beliau sudah lulus.
Lalu apa jawabannya? Dia mengatakan, “jadikanlah mengajar itu selaku suatu ibadah, bukan pekerjaan yang mesti digaji.” Dia belum ingin melamar menjadi seorang guru lantaran terasa belum mapan secara ekonomi. Ketika segi ekonominya belum mapan, dia khawatir bahkan menggantungkan hidupnya terhadap lembaga kawasan ia mengajar. Padahal dia punya prinsip sebetulnya mengajar itu Perlu berlandaskan keikhlasan, bukan karena ingin bisa bayaran. Kalaupun digaji, itu bonus saja.