“Humairoh, istriku!”
Kini tak ada lagi bunyi yg memanggilku mirip itu lagi. Dia, imamku, suamiku. Tidak butuh waktu yg usang untuk betul-betul mengenal ia.
Tepat 50 hari kami menikah. Di waktu yg singkat itu ia memberiku terlalu banyak pelajaran, sampai ia mengembuskan nafasnya yg terakhir pun gue bisa mengetahui pelajaran yg ia sampaikan, namun sayangnya gue baru menyadarinya saat Allah memanggil beliau.
Dia paham betul bahwa istrinya manja, cengeng, & pula pecemburu seperti Aisyah.
“Jangan menjadi pencemburu mirip Aisyah, tetapi jadilah perempuan yg berpengaruh pula seperti Aisyah,” Aku senantiasa mengajukan pertanyaan-tanya apakah gue secengeng itukah sampai ia senantiasa berkata seperti itu, tapi ketika ini gue sadar, bahwa maksudnya gue mesti menjadi mirip Aisyah yg betul-betul kuat tatkala kekasih hatinya Muhammad Saw pergi dipanggil Allah SWT.
Kodrat seorang suami & istri sudah diputuskan sesuai porsinya masing-masing. Kodrat seorang istri yg senantiasa ingin didengar setiap curhatannya, keluh kesahnya. Tapi kodrat seorang suami yg senantiasa ingin terlihat bahwa ia tegar, berpengaruh, seakan tak ada rasa letih, tak ada problem, sehingga mata seorang istri pun terkelabuhi oleh kodrat seorang suami.
Begitulah almarhum suamiku, yg selalu berupaya tampakbahwa ia kuat, tegar, bahkan tak kenal letih. Apapun akan dilakukan semoga istri & pula seluruh keluarganya bahagia, hingga kami pun tak sadar akan lelahnya beliau. Wajahnya yg selalu tersenyum, candanya yg slalu melepas tawa & bahkan usilnya yg menciptakan orang hingga kesal dengannya. Tapi ya itu yg menciptakan setiap orang tak akan bisa melupakannya.
Dia sosok yg betul-betul tak akan terlewatkan. Itu lah suamiku. Saat ini ia sudah di tempat istirahatnya hingga ia tak akan lagi merasa lelah & harus menutupi rasa lelahnya itu.
Tak tahu harus berkata terlebih. Begitu banyak orang, dr sobat & kerabat bahkan orang yg tak saya kenali ataupun tak mengenali saya. Semuanya ikut mendoakan almarhum suami saya & slalu memberi semangat pada saya.
Jujur, saya terharu. Saya tak pernah membayangkan jalan hidup saya yg seperti ini, & saya pula tak tahu apa rencana Allah untuk saya sehabis ini, ketika ini saya cuma menjalaninya saja sesuai yg ada di hati nurani saya. Sedih yg tak tertahankan, tapi saya senantiasa berpegang teguh pada prinsip saya “لايكلف الله نفسا إلا وسعها ”
Yakin bahwa saya kuat menjalani sisa hidup saya walaupun tak bersama kekasih hati saya lagi, bahkan saya berfikir bahwa Allah masih menunjukkan saya potensi untuk terus bersedekah di dunia ini, mungkin semoga kelak Allah bisa menyatukan lagi saya dgn kekasih hati saya di nirwana-Nya.
Sadar bahwa masih bnyk lagi yg diuji, dgn cobaan yg lebih dr yg saya alami, Allah sudah menertibkan semuanya sesuai denga porsinya masing-masing, Allah lebih tahu batas kesanggupan hambaNya.
Saya berpikir & bertanya-tanya, kenapa mesti saya yg Allah pilih untuk beliau, mengawalsisa hidup beliau, bahkan saya sendiri yg menyaksikan dengan-cara langsung bagaimana malaikat mencabut nyawanya dr dunia ini. Tapi saya sadar bahwa Allah menentukan saya lantaran saya berpengaruh & mungkin Allah ingin saya memperjuangkan amal jariyah almarhum suami saya d dunia ini. Harapan utama saya ialah mudah-mudahan saya besar lengan berkuasa & benar-benar bisa menjalani amal jariyah untuk almarhum suami saya.
Teruntuk seluruh kerabat, sahabat yg saya kenal ataupun tidak, di mana pun kalian berada, saya ucapkan beribu terima kasih karena telah mendoakan almarhum suami saya serta menguatkan saya semoga saya bisa menghadapi apa yg telah menjadi takdir saya. Maafkan suami sy bila slama ini ia pernah berbuat kesalahan disengaja ataupun tidak.
“Saya ingin smua orang tahu bahwa tak semua polisi itu jahat, saya ingin mengubah pemikiran yg negatif itu menjadi nyata. Saya seorang polisi ingin menunjukkan pada siapa saja bahwa tak semua polisi itu jahat.”
Kalimat di atas ialah kalimat yg saya dengar eksklusif dr almarhum tatkala pertama kali saya mengenalnya sampai saya menikah dengannya. Kalimat itu bukanlah hanya suatu kalimat, namun almarhum menyampaikan sebuah keinginannya, sebuah cita-citanya. Sebenarnya sudah cukup almarhum buktikan ke saya, tatkala almarhum menunjukkan mahar hafalan surat Ar-Rahman dgn suaranya yg begitu merdu.
Masya Allah. Tapi saya merasa kalimat tersebut tak cukup hanya saya yg tahu, maka dr sini saya ingin menggambarkan pada seluruh masyarakat bagaimana sosok seorang Furkan terhadap saya istrinya, seluruh keluarganya, sobat-temannya, bahkan orang yg baru saja ia kenal.
Dari hari pertama suami saya meninggal, saya eksklusif menanamkan pada hati saya “tulus” lantaran pada bekerjsama ia yaitu milik Allah, & saya hanya dititipkan untuk beberapa waktu, jadi tatkala Allah mengambil kembali saya mesti ikhlas & tetap terus berdoa supaya kelak saya bisa disatukan kembali dgn suami. [@paramuda/Wargamasyarakat]
Catatan itu ditulis oleh Rina Desiana melalui jejaring sosial dengan-cara berseri. Untuk suaminya Brigadir Polisi Furkan mengembuskan napas terakhirnya usai melakukan sholat Subuh, Rabu (24/1/2018).