Mekanisme Pembentukan Karakter
1. Unsur dalam Pembentukan Karakter
Unsur terpenting dalam pembentukan karakter merupakan pikiran karena fikiran, yng di dalamnya terdapat seluruh acara yng terbentuk dari pengalaman hidupnya, adalah pencetus semuanya.2 Program ini lantas membentuk system kepercayaan yng kesannya mampu membentuk teladan berpikirnya yng bisa memberi efek perilakunya. Jika acara yng tertanam yang sudah di sebutkan sesuai yang dengannya prinsip-prinsip kebenaran universal, maka perilakunya berjalan selaras yang dengannya aturan alam. Hasilnya, perilaku yang sudah di sebutkan membawa ketenangan serta kebahagiaan. Sebaliknya, andai program yang telah di sebutkan tak sesuai yang dengannya prinsip-prinsip aturan universal, maka perilakunya menjinjing kerusakan serta menghasilkan penderitaan. Oleh lantaran itu, fikiran Perlu menemukan perhatian serius.
Tentang pikiran, Joseph Murphy menyampaikan bantu-membantu di dalam diri kita-kita terdapat satu fikiran yng memiliki ciri yng berlainan. Untuk membedakan ciri yang telah di sebutkan, maka istilahnya dinamakan yang dengannya asumsi sadar (conscious mind) ataupun asumsi objektif serta anggapan bawah sadar (subconscious mind) ataupun anggapan subjektif.3 Penjelasan Adi W. Gunawan tentang fungsi dari anggapan sadar serta bawah sadar menarik bagi atau mampu juga dibilang untuk bersumber.
Pikiran sadar yng secara fisik terdapat atau terletak di bagian korteks otak bersifat masuk logika serta analisis yang dengannya memiliki imbas sebesar 12 % dari kemampuan otak. Sedangkan asumsi bawah sadar secara fisik terdapat atau terletak di medulla oblongata yng sudah terbentuk disaat masih di dalam kandungan. Karena itu, disaat bayi yng dilahirkan menangis, bayi yang telah di sebutkan akan damai di dekapan ibunya karena ia telah terasa tak abnormal lagi yang dengannya detak jantung ibunya. Pikiran bawah sadar bersifat netral serta sugestif.4
Untuk mengerti cara kerja anggapan, kita butuh tahu sesungguhnya pikiran sadar (conscious) merupakan anggapan objektif yng berafiliasi yang dengannya objek luar yang dengannya mempergunakan panca indra menjdai media serta sifat asumsi sadar ini ialah menalar. Sedangkan pikiran bawah sadar (subsconscious) merupakan pikiran subjektif yng berisi emosi dan memori, bersifat irasional, tak menalar, serta tak mampu membantah. Kerja pikiran bawah sadar menjadi Amat maksimal disaat kerja fikiran sadar semakin minimal.5
Pikiran sadar serta bawah sadar terus berinteraksi. Pikiran bawah sadar akan melaksanakan apa yng telah dikesankan kepadanya melalui system akidah yng lahir dari hasil kesimpulan nalar dari anggapan sadar terhadap objek luar yng diamatinya. Karena, pikiran bawah sadar akan terus mengikuti kesan dari anggapan sadar, maka anggapan sadar diibaratkan semisal nahkoda sedangkan anggapan bawah sadar diumpamakan semisal awak kapal yng siap menjalankan perintah, terlepas perintah itu benar ataupun salah. Di sini, asumsi sadar mampu berperan menjdai penjaga bagi atau mampu juga dibilang untuk mempertahankan fikiran bawah sadar dari efek objek luar.
Kita ambil sebuah semisal. Jika media periode menyiarkan bantu-membantu Indonesia semakin terpuruk, maka isu ini bisa menciptakan seseorang terasa depresi karena sesudah mendengar serta menyaksikan gosip yang telah di sebutkan, beliau menalar didasari kepercayaan yng dipegang semisal yang akan di hidangkan kali ini, “Kalau Indonesia terpuruk, rakyat jadi terpuruk. Saya yakni rakyat Indonesia, jadi saat Indonesia terpuruk, maka saya juga terpuruk.” Dari sini, kesan yng diperoleh dari hasil pikiran sehat di anggapan sadar merupakan kesan ketidakberdayaan yng berakibat terhadap rasa frustasi. Akhirnya rasa ketidakberdayaan yang telah di sebutkan akan menimbulkan perilaku destruktif, malah mampu mendorong terhadap tindak kejahatan semisal pencurian yang dengannya beralasan bagi atau mampu juga dikatakan untuk bisa bertahan hidup. Namun, lewat pikiran sadar juga, keyakinan yang sudah di sebutkan bisa dirubah bagi atau bisa juga dikatakan untuk menunjukkan kesan berlainan yang dengannya menyertakan semisal kalimat yang akan di sajikan kali ini, “…namun aku punya banyak kekerabatan orang-orang kaya yang siap membantuku.” Nah, cara berpikir seperti ini akan memperlihatkan kesan keberdayaan menimbulkan kesan ini mampu memperlihatkan impian serta bisa menaikan rasa percaya diri.
Dengan mengerti cara kerja pikiran yang sudah di sebutkan, kita mengerti sebetulnya pengendalian asumsi menjadi Amat penting. Dengan kesanggupan kita dalam mengendalikan fikiran ke arah kebaikan, kita akan mudah mendapatkan apa yng kita harapkan, yakni kebahagiaan. Sebaliknya, andai asumsi kita lepas kendali mengakibatkan terfokus terhadap keburukan serta kejahatan, maka kita akan terus memperoleh penderitaan-penderitaan, disadari maupun tak.
2. Proses Pembentukan Karakter
Sebelum penulis melanjutkan pemaparan, mari kita kaji ilustrasi yang mau di suguhkan kali ini.. Di dalam suatu ruangan, terdapat seorang bayi, serta dua orang sampaumur. Mereka duduk dalam posisi melingkar. Kemudian masuk satu orang lain yng menjinjing kotak besar berwarna putih ke arah orang-orang. Setelah menaruh kotak yang sudah di sebutkan di tengah-tengah orang-orang, orang yang telah di sebutkan pribadi membuka tutupnya supaya keluar isinya. Apa yng terealisasi…? sebetulnya sesudah dibuka, tampakada tiga ular kobra berwarna hitam serta besar yng keluar dari kotak yang telah di sebutkan. Langsung saja, salah seorang dari orang-orang lari cemas, sedangkan yng lain-lainnya malahan berani mendekat bagi atau bisa juga dikatakan untuk memegang ular biar tak membahayakan, serta, pastinya, si bayi yng ada di dekatnya tetap tak menawarkan respon apa-apa kepada ular.
Nah, begitu pun yang dengannya ke hidup-an kita-kita di dunia ini. Kita seluruh dihadapkan yang dengannya urusan yng percis, yakni ke hidup-an duniawi. Akan tetapi respon yng kita berikan kepada urusan yang sudah di sebutkan berlawanan-beda. Di antara kita, ada yng hidup sarat semangat, sedangkan yng lain-yang lain hidup sarat malas serta putus asa. Di antara kita pun ada yng hidup yang dengannya keluarga yng damai serta hening, sedangkan di antara kita pun ada yng hidup yang dengannya kondisi keluarga yng acak-acakan. Di antara kita pun ada yng hidup yang dengannya perasaan bahagia serta ceria, sedangkan yng lain hidup yang dengannya sarat penderitaan serta keluhan. Padahal kita seluruh berangkat dari kondisi yng percis, adalah kondisi disaat masih kecil yng sarat semangat, ceria, bahagia, serta tak ada rasa takut ataupun pun rasa duka.
Pertanyaannya yng ingin diajukan di sini ialah “Mengapa untuk urusan yang serupa, ialah kehidupan duniawi, kita mengambil tanggapanyang berbeda-beda?” jawabannya dikarenakan oleh kesan yng berlawanan serta kesan yang telah di sebutkan diperoleh dari pola pikir serta keyakinan yng berlawanan mengenai objek yang telah di sebutkan. Untuk lebih jelas, berikut penjelasannya.
Secara alami, semenjak lahir sampai berusia tiga tahun, ataupun mungkin sampai-sampai sekitar lima tahun, kesanggupan menalar seorang anak belum berkembang mengakibatkan asumsi bawah sadar (subconscious mind) masih terbuka serta mendapatkan apa saja info serta stimulus yng dimasukkan ke dalamnya tanpa ada penyeleksian, mulai dari orang tua serta lingkungan keluarga.6 Dari orang-orang itulah, pondasi permulaan terbentuknya huruf sudah terbangun. Pondasi yang sudah di sebutkan ialah dogma tertentu serta rancangan diri. Jika sejak kecil kedua orang renta selalu berkelahi lalu bercerai, maka seorang anak mampu mengambil kesimpulan sendiri bergotong-royong perkawinan itu penderitaan. Tetapi, andai kedua orang bau tanah senantiasa membuktikan rasa saling menghormati yang dengannya bentuk komunikasi yng erat maka anak akan menawarkan kesimpulan bantu-membantu pernikahan itu indah. Semua ini akan mempunyai dampak disaat telah berkembang sampaumur.
Selanjutnya, seluruh pengalaman hidup yng berasal dari lingkungan kerabat, sekolah, televisi, internet, buku, majalah, serta berbagai sumber lain-yang lain menambah pengetahuan yng akan mengirimkan seseorang memiliki kesanggupan yng makin besar bagi atau mampu juga dikatakan untuk mampu menganalisis serta menalar objek luar. Mulai dari sinilah, peran pikiran sadar (conscious) menjadi makin mayoritas. Seiring perjalanan waktu, maka penyaringan terhadap berita yng masuk lewat anggapan sadar menjadi lebih ketat menyebabkan tak sembarang gosip yng masuk melalui panca indera bisa gampang serta pribadi diterima oleh pikiran bawah sadar.
Semakin tidak sedikit informasi yng diterima serta kian matang system akidah serta acuan pikir yng terbentuk, maka semakin jelas langkah-langkah, kebiasan, serta aksara unik dari masing-masing individu. Dengan kata lain, setiap individu karenanya memiliki system dogma (belief system), gambaran diri (self-image), serta kebiasaan (habit) yng unik. Jika system kepercayaannya benar serta selaras, karakternya baik, serta konsep dirinya tidak buruk alias anggun, maka kehidupannya akan terus baik serta semakin membahagiakan. Sebaliknya, andai system kepercayaannya tak selaras, karakternya tak baik, serta desain dirinya tidak baik, maka kehidupannya akan dipenuhi tak sedikit masalah serta penderitaan.
Kita ambil suatu semisal. Ketika masih kecil, kebanykan dari bawah umur mempunyai desain diri yng tidak buruk alias manis. Mereka ceria, semangat, serta berani. Tidak ada rasa takut serta tak ada rasa sedih. Mereka senantiasa terasa bantu-membantu dirinya bisa melakukan tidak sedikit hal. Karena itu, orang-orang memperoleh tidak sedikit hal. Kita mampu menyaksikan kala orang-orang belajar berjalan serta jatuh, orang-orang akan bangkit lagi, jatuh lagi, bangun lagi, hingga jadinya orang-orang bisa berlangsung semisal kita.
Akan tetapi, disaat orang-orang telah memasuki sekolah, orang-orang mengalami tak sedikit pergeseran tentang desain diri orang-orang. Di antara orang-orang mungkin terasa bahwasanya dirinya udik. Akhirnya orang-orang putus asa. Kepercayaan ini makin diperkuat lagi sehabis mengetahui bahwasanya nilai yng didapatkannya berada di bawah rata-rata serta orang tua orang-orang pun menyampaikan sebenarnya orang-orang memanglah ialah bawah umur yng terbelakang. Tentu saja, efek negatif dari rancangan diri yng tidak baik ini mampu menciptakan orang-orang terasa tidak lebih percaya diri serta sukar bagi atau mampu juga dikatakan untuk berkembang di kelak lantas hari.
Padahal, andai dikaji lebih lanjut, kita mampu mendapatkan tak sedikit penjelasan kenapa orang-orang menemukan nilai di bawah rata-rata. Mungkin, proses pembelajaran tak sesuai yang dengannya tipe anak, ataupun pengajar yng tidak lebih menawan, ataupun mungkin kondisi berguru yng tidak lebih mendukung. Dengan kata lain, pada hakikatnya, bawah umur itu cerdik namun karena kondisi yng menunjukkan kesan orang-orang kolot, maka orang-orang meyakini dirinya kurang pandai. Inilah rancangan diri yng tidak baik.
Contoh yng lain-lainnya, secara umum dikuasai disaat masih kanak-kanak, orang-orang tetap ceria walau kondisi ekonomi keluarganya rendah. Namun seiring perjalanan waktu, anak yang telah di sebutkan mungkin Suka menonton sinetron yng menayangkan bahwasanya keadaan orang miskin selalu lemah serta mengalami tak sedikit penderitaan dari orang kaya. Akhirnya, anak ini memegang doktrin sesungguhnya orang miskin itu menderita serta tak berdaya serta orang kaya itu jahat. Selama iktikad ini dipegang, maka disaat remaja, anak ini akan sulit menjadi orang yng berpengaruh secara ekonomi, alasannya impian bagi atau mampu juga dikatakan untuk menjadi kaya bertentangan yang dengannya keyakinannya yng menyatakan bekerjsama orang kaya itu jahat. Kepercayaan ini hanya akan melahirkan sikap yng gampang berkeluh kesah serta menutup diri bagi atau bisa juga dibilang untuk berhubungan yang dengannya orang-orang yng dirasa lebih kaya.
Source Article and Picture :