2. Upaya Preventif
Tindakan preventif dalam perjuangan menanggulangi kejahatanadalah sebuah perjuangan untuk menyingkir dari kejahatan jauh sebelum rencanakejahatan itu terjadi atau terlaksana.[1]Tindakan preventif ini yakni berupamemberikan kegiatan yang berarti kepada belum dewasa, yakni selain darimemasukkannya ke dalam pendidikan yang wajib baginya jugamemasukkannya kepada kegiatan ekstrakulikuler di sekolah-sekolah, kursus-kursus keahlian, pendidikan keagamaan dan lain-lain.Janganlahhendaknya si anak mempunyai waktu yang kosong, untuk membaca buku-bukufiktif, porno ataupun komik-komik yang mampu menenteng pikirannya kealam khayal yang tidak menentu.
Setelah jasmani si anak dibina dan diarahkan sedimikian rupa, rohani danjiwanya harus pula diisi dengan pendidikan adat dan agama.Agama adalahajaran yang paling tinggi, yang tidak ada bandingannya, karena ajarannyalangsung dari Tuhan, melalui para rasul-rasul-Nya. Ajaran agamamemberikan perintah-perintah dan larangan-larangan, yang gampang diterimaoleh logika pikiran manusia, setiap manusia atau pemeluknya yang melanggarlarangan-larangan-Nya akan mendapatkan dosa, dan yang melaksanakanperintah-perintahnya akan menerima pahala.
Dengan tindakan preventif ini diperlukan, akan dapat mengurangitimbulnya kejahatan-kejahatan gres, setidak-tidaknya akan bisa memperkecilpelaku-pelakunya.Tetapi usaha-perjuangan preventif itu pada kenyataannya tidakmudah, oleh alasannya itu tindak kriminal yang dijalankan oleh anak dibawah umuritu sendiri cukup kompleks dan berkembang, dipengaruhi oleh berbagai faktoryang sama dengan lainnya saling berhubungan. Walaupun sudah dilakukanberbagai cara dalam perjuangan-usaha preventif, perjuangan-usaha tersebut masih perluditingkatkan lagi, alasannya adalah hingga saat ini belum memperlihatkan hasil yangmemuaskan dan sementara itu tindakan melawan hukum yang dilakukan oleh anakdibawah umur masih terus saja terjadi bahkan sekarang makin bertambahbanyak anak dibawah umur melaksanakan suatu tindak kriminal, terutama tindakpidana pencurian yang dilaksanakan anak.
Adapun upaya Preventif yang dilakukan Poldasu berdasarkan hasil wawancara dengan Ditreskrimum Poldasu antara lain menyelenggarakan pelatihan dan tutorial secara langsung maupun tidak langsung, pembinaan atau tutorial secara pribadi mencakup ceramah atau penyuluhan ke sekolah-sekolah, sedangkan pelatihan atau bimbingan secara tidak eksklusif meliputi Pembentukan Saka Bayangkara, Patroli Keamanan Sekolah (PKS), Karang Taruna, Penyuluhan, Rekreasi atau pengenalan lingkungan, Patroli atau pengawasan.[2]
Penanggulangan pencurian secara preventif pihak Poldasu sudah menyelenggarakan penyuluhan aturan terhadap penduduk dan sekolah-sekolah.Penyuluhan hukum tersebut dilaksanakan dengan bekerja sama dengan Pemerintah Kota/Kabupaten dan instansi terkait.Penyuluhan Hukum adalah acara untuk memajukan kesadaranhukum penduduk khususnya anak-anak berbentukpenyampaian dan klarifikasi peraturan hukum terhadap penduduk dalam suasana informal sehingga tercipta sikap danperilaku penduduk yang berkesadaran aturan.Disamping mengenali,memahami, menghayati aturan, penduduk sekaligus dibutuhkan dapatmematuhi atau mentaati hukum. Eksistensi penyuluhan sungguh diperlukankarena saat ini, meski telah banyak anggota masyarakat yang sudahmengetahui dan memahami apa yang menjadi hak dan kewajibannyamenurut hukum, namun masih ada yang belum mampu bersikap danberperilaku sesuai dengan hukum yang berlaku.
Konsep penyuluhan hukum ketika sekarang ini harus lebih diarahkanpada pemberdayaan masyarakat. Masyarakat, yang menjadi sasaranpenyuluhan hukum, diperlukan tidak saja mengetahui akan keharusan-kewajibannyadalam kehidupan berbangsa dan bernegara tetapi jugadiharapkan mengetahui hak-hak yang milikinya. Kesadaran akan hak-hak yangdimilikinya ini akan menawarkan pinjaman kepada kepentingan-kepentinganmereka. Masyarakat dibentuk sadar bahwa mereka mempunyaihak tertentu yang bila dilaksanakan akan menolong mensejahterakanhidupnya. Karena itu mereka perlu mendapat penyuluhan hukum supaya tahubahwa aturan prospektif pinjaman dan mengembangkan kesejahteraanyang berikutnya mereka akan menikmati laba berbentukperlindungandan kesejahteraan tersebut.
Hal ini terkait dengan peran penduduk dalam upayapenanggulangan pencurian yang dikerjakan anak itu sendiri.Masyarakat dianggap mempunyaiperan penting dalam pengungkapan terjadinya agresi pencurian dengan kekerasanapalagi pelakunya ialah anak-anak yang terjadidi sekitar mereka.Kebanyakan agresi pencurian yang ditangani oleh Poldasu mampu terungkap setelah ada laporan dari penduduk .Perlu tugas masyarakat bareng , tokoh agama dan tokoh penduduk untukmembantu memperbaiki dan memajukan mutu mental masyarakat dan bawah umur.Dengan mental individu-inividu penduduk yang baik diperlukan akanmembantu memajukan kualitas lingkungan sehingga dapat menekanangka kriminalitas termasuk pula menekan terjadinya aksi pencurianyang dilakukan oleh anak.
Dalam upaya penanggulangan pencurian oleh anak, upaya preventif(pencegahan) dirasa mempunyai peran yang sungguh penting dan sangatbermanfaat. Beberapa argumentasi mengapa mencurahkan perhatian yang lebihbesar pada upaya pencegahan sebelum praktik pencurian terjadi adalahsebagai berikut:
- Tindakan pencegahan adalah lebih baik dibandingkan dengan langkah-langkah represifdan koreksi. Usaha pencegahan tidak selalu memerlukan suatuorganisasi yang rumit dan birokrasi, yang mampu memiliki kecenderungan ke arahbirokratisme yang merugikan penyalahgunaan kekuasaan atauwewenang. Usaha pencegahan yaitu lebih ekonomis biladibandingkan perjuangan represif dan rehabilitasi. Untuk melayanijumlah orang yang lebih besar jumlahnya tidak diharapkan banyakdanadan tenaga seperti pada perjuangan represif dan rehabilitasi. Usaha pencegahan juga dapat dijalankan secaraperorangan atau sendiri-sendiri dan tidak selalu memerlukankeahlian seperti pada usaha represif dan rehabilitasi. Misalnyamenjaga diri jangan hingga menjadi korban pencurian, dantindak kejahatan lainnya.
- Usaha pencegahan tidak perlu menyebabkan akhir yang negative seperti antara lain: stigmatisasi (pemberian cap pada pelaku pencurian yang dihukum atau dibina), pengasingan, penderitaandalam aneka macam bentuk, pelanggaran hak asasi, permusuhan ataukebencian terhadap satu sama lain yang dapat mempunyai kecenderungan ke arahresidivisme. Viktimisasi struktural (penimbulan korban strukturtertentu dapat dikurangi dengan adanya usaha pencegahan tersebut, contohnya korban suatu metode eksekusi, peraturan tertentu sehinggadapat mengalami penderitaan mental fisik dan sosial).
- Usaha pencegahan dapat pula mempererat persatuan, kerukunan danmeningkatkan rasa tanggung jawab kepada sesama anggotamasyarakat. Dengan demikian, usaha pencegahan dapat membantuorang mengembangkan orang bernegara dan bermasyarakat lebihbaik lagi. Oleh alasannya mengamankan dan mengusahakan strabilitasdalam penduduk , yang diharapkan demi pelaksanaan pembangunannasional untuk meraih penduduk yang adil dan sejahtera. Usahapencegahan kriminalitas dan penyimpangan lain mampu merupakansuatu perjuangan menciptakan kemakmuran mental, fisik dan sosialseseorang.
3. Upaya Represif
Upaya atau langkah-langkah represif dilaksanakan oleh pihak yang berwajib apabilasuatu tindakan melawan hukum yang dijalankan oleh anak dibawah umur telah terjadi.Seorang anak yang sudah melaksanakan tindakan tindakan melawan hukum diambil tindakanoleh polisi berdasarkan peraturan perundang-ajakan yang berlaku.[3]
Kepolisian sebagai penegak aturan didalam masyarakat berfungsi sebagaipelindung, pembimbing dan pengayom masyarakat. Dasar hukum bagi parapenyidik dalam hal pihak kepolisian dalam Undang-Undang No. 3 Tahun1997 yaitu selaku berikut:
a. Pasal 41 Undang-Undang No. 3 Tahun 1997, berbunyi:
- Penyidikan terhadap Anak Nakal, dilakukan oleh Penyidik yangditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Kepala Kepolisian RepublikIndonesia atau pejabat lain yang ditujukan oleh Kepala KepolisianRepublik Indonesia.
- Syarat-syarat untuk mampu ditetapkan sebagai Penyidik sebagaimanadimaksud dalam ayat (1) yakni:
- Telah berpengalaman sebagai Penyidik tindakan melawan hukum yangdilakukan oleh orang akil balig cukup akal;
- Mempunyai minat, perhatian, pengabdian, dan mengetahui masalahanak.
3) Dalam hal tertentu dan dipandang perlu, tugas penyidikansebagaimana dimaksud dalam ayat (1) mampu dibebankan terhadap:
- Penyidik yang melakukan peran penyidikan bagi tindak pidanayang dijalankan oleh orang sampaumur; atau
- Penyidik lain yang ditetapkan menurut ketentuan Undang-Undang yang berlaku.
b. Pasal 42 Undang-Undang No. 3 Tahun 1997, berbunyi:
- Penyidik wajib mengusut tersangka dalam suasana kekeluargaan.
- Dalam melaksanakan penyidikan kepada Anak Nakal. Penyidik wajibmeminta usulanatau anjuran dan Pembimbing Kemasyarakatan,dan apabila perlu juga mampu meminta usulanatau nasehat ahlipendidikan, hebat kesehatan jiwa, andal agama, atau petugaskemasyarakatan lainnya.
- Proses penyidikan kepada masalah Anak Nakal wajib dirahasiakan.
Tindakan represif dalam mengatasi tindakan melawan hukum yang dilakukanoleh anak dibawah umur mampu dilaksanakan dengan menawarkan sanksi hukumkepada anak yang melaksanakan tindak kriminal tersebut yang pastinya diambiljalur aturan sampai dengan keluarnya putusan dari dan hingga perjalananputusan dari hakim dan sampai perjalanan putusan tersebut.
Sedangkan upaya Represif yang dilakukan Poldasu berdasarkan hasil wawancara dengan Ditreskrimum Poldasu antara lain membina si anak yang melakukan tindakan melawan hukum, pendekatan difersi atau restorasi justice, menyelidiki atau mengusut anak sampai ke pengadilan, memantau anak yang diputuskan pengadilan untuk diserahkan kembali pada orang tuanya.[4]
Untuk menangani dilema kejatahan tadi, kecuali langkah-langkah preventif, dapat pula diadakan langkah-langkah-tindakan represif antara lain dengan teknik rehabilitasi. Menurut Cressey, ada dua konsepsi perihal teknik rehabilitasi tersebut. Konsepsi pertama membuat sistem dan acara-program yang bertujuan untuk menghukum orang-orang jahat tersebut.Sistem serta acara-program tersebut bersifat reformatif, misalnya hukuman bersyarat, hukuman kurungan, serta hukuman penjara.Teknik kedua lebih ditekankan pada usaha biar penjahat dapat berubah menjadi orang biasa (yang tidak jahat).Dalam hal ini, selama menjalani eksekusi besyarat, diusahakan mencari pekerjaan bagi si terhukum dan diberikan konsultasi psikologis.Kepada para narapidana di forum-forum pemasyarakatan diberikan pendidikan serta latihan-latihan untuk menguasai bidang-bidang tertentu semoga kelak setelah abad hukuman tamat punya modal untuk mencari pekerjaan di penduduk .[5]
Selain menjalankan upaya penanggulangan pencurian secarapreventif, pihak Poldasu juga menempuh lewat upaya represif.Upaya represif yang dilakukan memiliki maksud untuk menanggulangi pencurian yang sudah terjadi di penduduk .Hal ini dimaksudkan untukmemberikan imbas jera terhadap pelaku pencurian khususnya belum dewasa.
Upaya represif kepada pencurian di kerjakan setelah terjadinya tindak pidana pencurian oleh pelaku.Mengenai duduk perkara tindakan represif, langkah-langkah represif yakni segala tindakan yang di kerjakan oleh aparatur penegak aturan sehabis terjadinya kejahatan atau tindak kriminal termasauk dalam represif ini adalah penyidikan, penuntutan sampai pelaksanaan pidana.
Dengan demikian usaha represif dalam tindakan melawan hukum kejahatan pencurian dijalankan sesudah terjadi tindak kriminal pencurian, dengan di lakukanya penyelidikan oleh pihak kepolisian lalu berkas penyidikan di serahkan ke jaksa selaku penuntut lazim kemudian di buatkan surat dakwaan yang di serahkan ke pengadilan untuk dilakukan investigasi kepada terdakwa, yang jika terbukti secara sah dan meyakinkan di jatuhi pidana oleh hakim kemudian terpidana dimasukan ke lembaga pemasyarakatan untuk di bina.
Dari hasil wawancara dengan Jidin Siagian Kasubdit III Jahtanras Ditreskrimum Poldasu mengenai tindak pidana pencurian dengan kekerasan oleh anak, pencurian tersebut kebanyakan di lakukan oleh belum dewasa yang ekonominya lemah, yakni berisikan anak kaum buruh, anak penjualkecil, anak tukang becak, dan para pengangguran.[6]Dari hasil wawancara tersebut, sistem preventif dianggap paling efektifyaitu lewat penyuluhan dan pendekatan yang dilaksanakan oleh alim ulama dantokoh masyarakat yang notabenya berhadapan eksklusif dengan penduduk dan belum dewasa dalam mengetahui keadaan sosial dari masyarakat. Langkah-langkah pihak kepolisianuntuk berhubungan dengan para tokoh masyarakat dalam rangka usaha untukmenanggulangi pencurian mampu di lakukan dengan mengadakan sarasehan danpertemuan rutin antara pihak kepolisian dan tokoh penduduk dan alim ulamasetiap bulan di setiap kelurahan untuk membahas problem-masalah yang timbulyang berhubungan dengan kamtibmas dalam penduduk dan bareng -samamencari jalan keluarnya, di mana dalam konferensi tersebut pihak kepolisianyang diwakili Binamitra memperlihatkan penjelasan perihal pencurian sertakemungkinan timbulnya kejahatan lain yang muncul dalam penduduk sebagaiakibat dari pencurian dengan kekerasan, pada konferensi tersebut pihak kepolisian juga bisameminta para tokoh masyarakat dan alim ulama untuk aktif dalam menyadarkanmasyarakat utamanya orang tua bawah umur yang melaksanakan pencurian, mengenai pengaruh dari kejahatan tersebut. Langkah ini memang sungguh tepat alasannya adalah tidakdapat disangkal bahwa tugas tokoh penduduk dan alim ulama sungguh besarpengaruhnya terhadap perjuangan kepolisian dalam membangun kesadaranmasyarakat untuk menjauhi segala macam kejahatan yang dirasa meresahkanmasyarakat, alasannya dalam hal ini kedua tokoh inilah yang senantiasamemberikan masukan-masukan atau nasehat kepada masyarakat mengenaibahaya pencurian, mirip contohnya para tokoh penduduk mampu memberikannasehat kepada anggota masyarakat pada ketika adanya pertemuan rutin antarwarga masyarakat.
Dalam melaksanakan upaya represif, anak harus dimengerti selaku orang yang belum bisa mengetahui duduk perkara aturan yang terjadi atas dirinya.Dalam melakukan tindakan penangkapan, asas prasangka tak bersalah harus dihormati dan dijunjung tinggi sesuai dengan harkat dan martabat anak.Menangkap anak yang disangka melaksanakan kenakalan, harus didasarkan pada bukti yang cukup dan jangka waktu yang terbatas.
Semua klasifikasi upaya penanggulangan pencurian yang dilaksanakan oleh kepolisian di atas, upaya yang paling efektif untuk menanggulangi terjadinya pencurian dengan kekerasan oleh anak yakni upaya preventif karena peran yang luas nyaris tanpa batas, dirumuskan dengan kata-kata berbuat apa saja boleh asal keselamatan terpelihara dan asal tidak melanggar hukum itu sendiri.
Masyarakat dapat merasa lebih aman dan mencicipi adanya perlindungan dan kepastian aturan bagi dirinya, di samping itu kita juga menyadari dan mengakui bahwa penduduk juga harus turut perperan serta aktif untuk menciptakan keselamatan dan kenyamanan di tengah-tengah penduduk .Pembangunan hukum merupakan sebuah keharusan pemerintah yang menerima berbagai kendala, sehingga upaya penyadaran hukum terhadap penduduk perlu ditingkatkan.
Tujuan aturan mesti dipandang secara ideal.Selain dari itu, tujuan hukum ialah untuk mencegah prevenci kejahatan. Adapun cara untuk menangkal kejahatan di antaranya dengan cara:
1. Menakut-nakuti, yang ditunjukkaan terhadap umum;
2. Memperbaiki eksklusif si pelaku atau penjahat supaya menginsafi atau tidak mengulangi perbuatannya;
Kebijakan kriminal, upaya penanggulangan dan pencegahan kejahatan pencurian dengan kekerasan oleh anak perlu dipakai pendekatan integral, ialah perpaduan antara fasilitas penal dan non-penal.Sarana penal adalah hukum pidana melalui kebijakan hukum pidana.Sementara non-penal ialah sarana non-aturan pidana, yang mampu berbentukkebijakan ekonomi, sosial, budaya, agama, pendidikan, teknnologi, dan lain-lain.
Setelah dikemukakan penanggulangan kejahatan pencurian dengan kekerasan oleh anak berdasarkan ilmu kriminologi, penaggulangan preventif terhadap kejahatan pencurian dengan kekerasan oleh anak yang dikerjakan oleh pegawapemerintah kepolisian dengan baik dianggap lebih efektif.
A. Kendala Dalam Penanggulangan Terhadap Anak Yang Melakukan Pencurian Dengan Kekerasan
Untuk melaksanakan penanggulangan pencurian yang dilakukan oleh anak-anak banyak hambatan-hambatanyang di temui oleh Polisi Republik Indonesia di lapangan, kendala-kendala tersebut mampu berasaldari personil polri dan masyarakat. Hambatan-kendala itu meliputi:[7]
1. Personil
Usaha melaksanakan penanggulangan pencurian mempunyai kendala darisegi personil yang ada di Poldasu ialah hambatan dari dalam yangmembuat usaha penanggulangan pencurianmenjadi sungguh sulit. Hambatantersebut berbentukadanya beberapa oknum petugas dari kepolisian yang terlibatdalam usaha pencurian yang dilakukan oleh anak-anak tersebut atau dalam hal ini ia menjadi beking dalam pencurian tersebut.
Hambatan dari dalam inilah yang menyebabkan setiap usaha penegakanhukum yang di kerjakan jajaran Poldasu tidak mampu optimal, danuntuk mengatasinya dengan menanamkan rasa disiplindiantara para anggotanya dan kesadaran untuk rela berkorban demi kepentingannusa dan bangsa serta pengabdian terhadap penduduk . Apabila hal ini telahtertanam dalam diri setiap anggota Polisi Republik Indonesia maka bagaimanapun kesejahteraanyang mereka peroleh tidak akan menjadi halangan dalam mereka menjalankankewajibanya. Kemudian hal lain yang diambil untuk menyingkir dari terlibatnyaanggota polri menjadi beking atau bagian dari pencurian ialah denganmeningkatkan pengawasan dari dalam tubuh polri sendiri yang dalam hal inidilakukan oleh Provos Polri, sehingga bila ada anggota Polri yang terbuktiterlibat dalam perjuangan kejahatan ini maka dapat secepatnya diambil langkah-langkah yang tegasdan memberikan hukuman yang seberat-beratnya untuk menimbulkan imbas jerakepada anggota yang lain yang terlibat ataupun masih punya rencana untuk ikutterlibat dalam usaha illegal tersebut.
Adanya petugas kepolisian yang diperintahkan kurang Peka terhadap persoalan belum dewasa atau dianggap tidak terlalu besar duduk perkara yang dilaksanakan si anak dibandingkan orang remaja apalagi tentang pencurian sebab fikiran bahwa jumlah barang curian itu cuma sedikit, padahal pencurian telah mendapatkan atensi pimpinan/atensi dari Kapolri, ialah pencurian menjadi hal yang mesti diatasi dengan serius karena ialah penyakit masyarakat yang harus diberantas. Karena pencurian merupakan pangkal terjadinya kejahatan lainnya, memakai narkoba, perampokan bahkan berujung terhadap pembunuhan.
2. Kurangnya dana operasional.
Dana paling penting sekali selaku biaya operasional. Adanya dana yang cukup menimbulkan kegiatan lancar sebaliknya bila tidak ada acara akan terhambat contohnya volume untuk menawarkan penyuluhan ke sekolah-sekolah dan operasi tidak kontinyu dan merata.
3. Kurangnya adanya realisasi kerja sama
Kurangnya adanya realisasi kerja sama pihak penduduk dan sekolah terhadap razia polisi sehingga acap kali razia tidak maksimal atau bocor.
Selain hambatan diatas upaya penanggulangan pencurian olehPoldasujugaterkendala dalam hal:[8]
- Masyarakat sebagai sumber keterangan terjadinya pencurian takut skeptis penduduk kepada pencurian, meskipun telah dilakukan penyuluhan-penyuluhan aturan. Masyarakat merasa was was kepada resiko yang mungkin dialaminya apabila melaporkan agresi pencurian yang dialaminya atau yang diketahuinya.
- Sulitnya melacak pencurian, disebabkan oleh minimnya jaringan berita tentang pencurian yang di-backing oleh oknum-oknum tertentu yang notabene juga berprofesi selaku pencuri. Informasi perihal jaringan pencurian sering kali terputus pada kalangan bawahan saja, sehingga sulit untuk mampu melacak lebih lanjut.
[1] Hasil wawancara dengan Bapak Jidin Siagian, S.H., M.H. Kasubdit III Jahtanras, Ditreskrimum Poldasu, pada tanggal 10 Pebruari 2014.
[2] Hasil wawancara dengan Bapak Jidin Siagian, S.H., M.H. Kasubdit III Jahtanras, Ditreskrimum Poldasu, pada tanggal 10 Pebruari 2014.
[3] Hasil wawancara dengan Bapak Jidin Siagian, S.H., M.H. Kasubdit III Jahtanras, Ditreskrimum Poldasu, pada tanggal 10 Pebruari 2014.
[4] Hasil wawancara dengan Bapak Jidin Siagian, S.H., M.H. Kasubdit III Jahtanras, Ditreskrimum Poldasu, pada tanggal 10 Pebruari 2014.
[5] Soerjono Soekanto. Op. Cit. halaman 391.
[6] Hasil wawancara dengan Bapak Jidin Siagian, S.H., M.H. Kasubdit III Jahtanras, Ditreskrimum Poldasu, pada tanggal 10 Pebruari 2014.
[7] Hasil wawancara dengan Bapak Jidin Siagian, S.H., M.H. Kasubdit III Jahtanras, Ditreskrimum Poldasu, pada tanggal 10 Pebruari 2014.
[8] Hasil wawancara dengan Bapak Jidin Siagian, S.H., M.H. Kasubdit III Jahtanras, Ditreskrimum Poldasu, pada tanggal 10 Pebruari 2014.